Flora terpaku. Dia berdoa semoga apa yang dia dengar ini salah. Bagaimana bisa Tante Risa memintanya bertemu.Revan menginjak pedal gas dan melaju meninggalkan area sekolah. Dia menahan tawa ketika melihat ekspresi Flora. Sepertinya wanita itu benar-benar syok."Kenapa ekspresi mukanya gitu?" tanya Revan tertawa kecil."Lihat Agnes sama aku aja cemburu, pengen cepet di halalin. Tapi ketemu Mama nggak mau, gimana dong," lanjut Revan menggoda.Flora tersenyum kecut. Apakah Pria yang di sampingnya itu tidak paham posisinya. Mamanya adalah Wanita karir dengan segudang prestasi, sedangkan dirinya."Emang nggak bisa di tunda yaa?" ucap Flora mencoba menawar. Dia berharap akan ada hari lain."Kamu pasti tau kan, Mama selalu mengadakan acara tahunan untuk bertemu para rekan bisnisnya. Oiya aku lupa," ucap Revan menyodorkan undangan dari perusahaan sang Mama.Flora hanya tersenyum getir, selama ini dia mengabaikan undangan ini karena merasa sungkan pada Wanita hebat itu.Dia tidak bisa menjawa
Demian menarik napas dalam, raut wajahnya menampakkan rona kepedihan. Bukan tanpa alasan, dia hanya merasa cerita Dion seperti jawaban atas pertanyaannya."Aku akan melepaskan dia dengan ikhlas, bila memang dia lebih memilih masa lalunya," ucap Demian pedih."Untuk anak itu?" tanya Dion penasaran."Tergantung, kalau anaknya lebih nyaman denganku, aku akan mempertahankan dia. Meskipun hak asuh akan berakhir pada orang tau kandungannya," jawab Demian.Dion melempar pandangan, mengerti suasana yang tiba-tiba tegang membuat Pria itu memutuskan untuk menepikan mobil."Maaf Mas, mau beli sarapan dulu sebentar," ucap Dion yang turun dari mobil.Demian memijat keningnya, entah mengapa semua pertanyaan yang mengganjal dalam hatinya sudah terjawab sudah.Namun, dia tidak mau gegabah dan memutuskan keputusan dengan cepat. Pria itu mencoba kembali berpikir positif.Tak lama kemudian Dion kembali membawa dua bungkus nasi dan beberapa gorengan. Dia duduk di belakang setir dan menginjak pedal gas.M
Waktu yang di tentukan tiba, Revan dan Flora melaju melewati jalanan padat ibu kota. Jantung Wanita itu sedari tadi berdegup tak beraturan.Revan menggenggam tangan Flora, mencoba menanamkan hatinya yang resah."Flo, kamu cantik, elegan, udah nggak usah mikir yang lain," ucap Revan tersenyum teduh."Tapi aku janda," sahut Flora mencengkram tangan Revan."Flo, jangan mula lagi. Mama nggak pernah lihat orang dari statusnya. Dia hanya membutuhkan menanti yang smart, oke." ucap Revan membuang pandangan ke depan, kembali fokus pada kemudinya.Flora menarik napas panjang. Mungkin benar kata Revan, dia haru berpikir positif. Mungkin cara yang terbaik adalah, tidak mengumumkan hubungan mereka di publik. Dengan begitu dirinya tidak akan jadi pusat perhatian.Revan kembali fokus ke jalan di depan. Bukan hanya Flora, sebenarnya dia juga menyimpan perasaan khawatir. Mungkin baginya Flora tidak sebanding dengan Yasmin, tapi entah dengan sang Mama. Revan tidak tau seberapa jauh Mamanya susah mempe
Mobil yang di membawa Flora dan Revan sudah sampai tujuan, keduanya masih duduk di dalam mobil. Berulang kali Flora menarik napas dan membuangnya kasar.Sementara, disampingnya seorang pria sedang duduk dan memperhatikan Flora sambil menahan tawa."Flo, maaf yaa ... tapi kamu terlalu berlebihan, bukankah kau sudah sering bertemu Mama dulu?" ucap Revan menautkan alisnya."Oke aku luruskan, kalau dulu kita cuma main-main aja. Terus sekarang ..." ucapan Flora tercekat saat otaknya membayangkan wajah Risa.Flora menghempaskan tubuhnya ke jok mobil dan memijat keningnya. Tidak mau menunggu lama, Revan turun dari mobil dan membiak pintu Flora.Bokong Flora masih berat untuk beranjak, dia hanya menatap Revan."Oke, kamu mau jalan sendiri atau aku gendong nih?" ucap Revan serius."Bentar Napa sih?" ucap Flora.Revan meraih tubuh Flora dan menggendongnya, Pria itu melangkah memasuki gedung yang sudah di siapkan. Sedangkan Wanita yang berada di gendongan meronta sekuat tenaga."Revan, plis. Ka
Bagai petir di siang bolong, Flora terkejut dengan ucapan Risa. Wajahnya serasa di kuliti malam ini. Mata Flora memerah, wanita itu tidak sanggup menahan ombak air mata yang menyeruak.Flora memutar badan, pergi adalah pilihan yang tepat malam ini dari pada dia harus melihat Revan berdiri bersama wanita lain di hadapannya.Langkahnya terhenti saat melihat pria yang berdiri di hadapannya dengan wajah merasa bersalah."Maafkan aku Flo, aku tidak tau Mama akan melakukan ini," ucap Revan melangkah mendekat.Dari kejauhan, Risa melihat putranya dan segera memanggil untuk naik ke atas panggung bersama wanita yang sudah di jodohkan."Revan, kemari Nak!" ucap Risa penuh perhatian.Bukan melangkah mendekati panggung, pria itu malah meraih tangan Flora dan melangkah pergi. Kedua Wanita yang berdiri di atas panggung saling tatap. Wajah Risa memerah, amarah dan rasa malu bercampur jadi satu saat ini. Terlebih dia orang terhormat, kedua orang tua Yasmin ada di sini menyaksikan semuanya."Maaf, Re
Mentari pagi menunjukkan sinarnya. Flora baru saja bangun dari tidurnya. Matanya masih sembab karena semalam. Dengan melawan rasa malas, dia bangkit dari kasur dan melangkah menuju dapur."Selamat pagi Sayang," sapa Revan yang sudah memakai celemek.Mata Flora membulat, dia menatap sekitar. Mencari seorang selain pria yang menyapanya."Cari siapa? Mbok sama Pak Bejo cuti tiga hari," ucap Revan melempar senyum."Apa? Cuti, kok aku nggak tau?" Flora menautkan alisnya."Mereka ada urusan mendadak, terus nggak mau gangguin kamu. Pas banget aku sampai, jadi aku izinin mereka. Aku yakin pasti kamu sependapat," ucap Revan mengedipkan sebelah matanya.Pria itu memutar tubuhnya dan kembali memasak, Flora duduk di kursi. Matanya menatap lekat paras tampan yang sibuk dengan masakannya.Entah apa yang di masak, dia juga baru tau kalau Pria ini juga bisa masak. Tapi di cium dari aromanya, sepertinya ini tidak terlalu buruk."Emang Mbok sama Pak Bejo ada urusan apa? Bisa barengan begitu," ucap Flor
Rebecca menarik napas dalam, rasa sakit karena semalaman menyusui dan bekas jahitan di perut yang belum sepenuhnya kering, tidak sebanding dengan sakit hati yang dirasa.Dia sudah memilih Demian menjadi satu-satunya sandaran hidup, bahkan dia menolak mentah kehadiran Dion dalam hidupnya.Padahal kalau dia mau, akan sangat mudah meninggalkan Demian sekarang. Di tambah ekonomi yang sedang di terguncang menjadi salah satu alasan utama perceraian.Namun apa yang dia dapatkan, Demian selalu mengingat sang mantan istri tanpa memberikan dirinya ruang di hatinya.Entah mengapa kisah yang awalnya manis ini menjadi hambar di tengah perjalanan.Suara pintu di ketuk perlahan, Demian masuk membawa Lydora yang sudah tertidur. Perlahan Pria itu menaruh bayi mungil tersebut di ranjang.Dia menaruh beberapa bantal di sisi bayi mungil itu dan memberinya dot, setelah semua selesai Demian meraih tangan Rebecca dan menuntunnya ke luar kamar.Pria itu memeluk Rebecca dan mendaratkan kecupan lembut."Aku ta
Flora membatu ketika wajah Revan semakin mendekat, bahkan hembusan hangat napas Pria itu bisa dia rasakan. Bulu kuduk Flora berdiri ketika bibir Revan berdesis di telinga Flora. Pria itu membisikkan sesuatu yang membuatnya tercengang."Aku sudah bilang padamu, tekadku sudah bulat. Aku tidak peduli dengan hasutan Mama apalagi semua ucapannya itu. Pengakuanmu kemarin sudah cukup bagiku, selebihnya kau hanya mengukur waktu karena ucapan Mama bukan? Aku bukan tipikal orang yang mudah menyerah," ucap Revan menarik wajahnya sekian centi dan menatap kembali paras cantik yang sedang ketakutan di hadapannya."Kau bilang kalau kita akan saling mengenal bukan? kenapa kau berubah secepat ini? Jangan pernah bohongi aku, kita sudah berteman sejak lama. Aku lebih tau siapa dirimu dari pada dirimu sendiri," ucap Revan yang bangkit dan berdiri dari sofa.Flora segera mengambil napas panjang, seolah menghirup oksigen yang beberapa menit lalu menghilang.Revan kembali duduk di kursinya dan menikmati sa