Happy Reading*****"Hah?!" kata Wening terkejut mendengar ucapan Ibra. Dia segera menggelangkan kepala dengan kuat. "Saya nggak pernah cemburu dengan teman-teman wanita Bapak. Perkataan saya tadi adalah sebagai perempuan. Mengapa Bapak harus memilih dan mencari perhatian saya, sedangkan di sekeliling Bapak ada begitu banyak perempuan."Tawa Ibra seketika berhenti. Raut wajah yang semula berbinar kini meredup. Bak pemadaman listrik, gelap menyelimuti. Jawaban Wening sungguh di luar ekspetasinya. Namun, lelaki itu masih berusaha tenang walau hatinya mendidih saat ini."Apa kamu tahu bahwa cinta itu hadir begitu saja tanpa aku ketahui, kita tidak bisa memaksa suatu perasaan. Dia jatuh begitu saja pada seseorang yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Andai aku tahu bahwa apa yang aku lakukan selama ini adalah cinta dan membuatmu tidak nyaman. Tentu aku tidak akan pernah membuatmu jengkel." Ibra menyandarkan punggung dan kepalanya. Dia seperti seseorang yang kalah saat berper
Happy Reading*****Membereskan peralatan kerja yang berserakan di meja, Wening tak lagi menanggapi chat yang dikirimkan Fandra. Tak lama berselang, lelaki itu melakukan panggilan video padanya."Biarin, salah sendiri ngerjain aku," gumam Wening setelah melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya.Membiarkan panggilan Fandra berhenti dengan sendirinya, Wening menuju musala kantor. Rutinitas yang selalu dia lakukan setiap hari sebelum pulang. Salat Asar terlebih dahulu sebelum meninggalkan kantor.Tak seperti biasa yang selalu sepi ketika waktu salat asar datang, Wening melihat Ibra sudah duduk menghadap kiblat. Enggan mengganggu ibadah yang tengah dijalankan atasannya, si gadis segera mengucapkan niat dan bertakbiratul Ikhram. Setelahnya, dia larut dalam kewajiban pada sang pencipta.Menengok ke rah belakang, Ibra mendapati Wening tengah duduk di antara dua sujud. "Lelaki mana pun pasti akan tertarik dengan kepribadianmu yang seperti ini, Ning. Wajar jika aku berusaha untuk me
Happy Reading*****"Anu, Paklik," sahut Wening. Gadis itu terlihat gugup sekali saat ini. Jari telunjuknya bahkan mencolek paha sang sepupu."Bukan siapa-siapa, Pak. Catra itu salah satu pegawai yang bekerja bareng Fandra di kafe," kata Silvia."Oh, jadi Nak Fandra itu kerja di kafe. Pantesan tiap hari bawain kamu bekal, Mbak." Raut muka Rahmat seketika berubah. Entah mengapa, Wening merasa ada yang aneh ketika Rahmat mengetahui jika Fandra bekerja di kafe. Namun, si gadis segera membuang pikiran buruk yang sempat terlintas tadi. Rahmat tidak seperti ibunya yang selalu memandang remeh pekerjaan seseorang di bawah mereka."Benar, Paklik. Catra itu manajernya kafe WEFA yang terkenal itu, lho. Yang biasanya Bulik sama Paklik minta dibeliin minuman di sana," jelas Wening."Oh," Rahmat membuka lebar mulut dan juga matanya. "Kalau Catra manajernya terus jabatan Fandra di sana sebagai apa?""Sebagai orang penting, Pak. Nggak bisa dijelaskan jabatan dia sebagai apa. Adik tahunya semua karya
Happy Reading*****Penjelasan singkat terpaksa Fandra berikan. Sama seperti ketika menjelaskan pada Wening, si lelaki cuma mengatakan apa yang harus diceritakan tanpa melebih-lebihkan apa yang sudah dia capai saat ini. Rahmat pun menjadi tahu siapa dan apa profesi lelaki yang mendekati keponakannya.Berdoa dalam hati supaya Wening dan Fandra segera disatukan dalam ikatan pernikahan. Rahmat melihat ketulusan dan cinta yang begitu besar di mata Fandra untuk Wening."Mbak, bapakmu tadi telpon. Katanya, bosmu itu nggak jadi datang berkunjung hari ini," ucap Rahmat setelah beberapa waktu mereka terdiam."Iya, Paklik.""Memangnya ada urusan apa sampai bosmu mau datang berkunjung ke rumah?" Kali ini, Damayanti yang membuka suara."Mau melamar Mbak Wening, Bulik," sahut Fandra. Dia sampai membalik kepalanya menghadap belakang serta menatap sang pujaan penuh senyuman."Lho, kalau Mbak Ning sampai dilamar sama bosnya kamu gimana, Nak Fandra?" Damayanti malah mengajukan pertanyaan seperti itu.
Happy Reading*****Fandra menggaruk kepalanya. Tersenyum kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan oleh pujaan hatinya. "Nanti saja ceritanya, sekarang kita istirahat dulu sekalian sarapan. Aku sudah lapar banget, Mbak," rengeknya seperti bayi yang harus dituruti permintaannya oleh sang ibu.Lelaki itu kemudian memanggil Bu Amanah yang sudah masuk terlebih dulu ke dalam."Bu, sarapan pesanan saya sudah siap, kan?" tanya Fandra, "sudah lapar banget soalnya. Tadi, cuma sempat makan camilan saja.""Lho, kok, kamu nggak ngomong kalau lapar, Nak. Padahal Bulik juga sudah nyiapin makanan berat untuk sarapan kita, tapi kamu malah mengambil makanan ringan yang kamu siapkan sendiri. Makanan yang Bulik siapkan jadinya nggak kemakan." Damayanti memajukan bibirnya."Tenang Bulik, nanti pasti dimakan, kok. Saya punya banyak pasukan di sini. Tinggal manggil, mereka pasti datang apalagi kalau mendengar ada banyak makanan." Fandra mengedipkan mata ke arah Catra yang sedang berbincang dengan Rahmat
Happy Reading*****Mengikuti arah pandang sang pujaan, Fandra melihat seseorang anak perempuan yang sedang menari dengan bahagianya walau sendirian. "Sebentar, aku tanya dia.""Aku ikut," kata Wening dan Silvia. Rahmat dan Catra juga mengekor.Mendekati gadis cilik itu, Fandra dan Wening berjongkok. "Sayang kenapa main sendirian," tanya Wening."Teman-teman yang lain lagi seru main bareng-bareng. Ayo, kita gabung bersama yang lain," tambah Fandra."Aku nggak papa di sini saja, Om. Sendirian saja sudah bahagia kok, aku nggak mau diolok-olok sama mereka semua. Mending aku main sendiri."Wening dan Fandra saling pandang. Lalu, si gadis bertanya lagi, "Masalahnya apa sampai mereka mengolok-olok kamu."Gadis kecil itu mengngkat roknya setinggi lutut. Semua orang dewasa yang ada di dekatnya membelalakkan mata melihat banyaknya luka bernanah pada kaki si bocah."Karena aku kayak gini. Mereka jijik dan nggak mau main bareng." Raut wajah si kecil seketika berubah sedih. Matanya mulai mengemb
Happy Reading*****Tanpa berniat membalas pesan yang dikirimkan oleh Fahri, Wening membaca chat tersebut.Sebuah foto dengan latar belakang pantai dan batu karang terlihat. "Aku datang ke sini lagi tanpamu. Rasanya sangat aneh. Tidak seperti setahun lalu ketika bersamamu. Apa kabarmu, Sayang?"Wening menghela napas panjang membaca chat yang dikirimkan sang mantan. Foto pantai yang dikirimkan oleh Fahri adalah tempat yang paling sering dikunjungi oleh keduanya. Terakhir mereka akan pergi ke pantai tersebut, tetapi Fahri membatalkannya tanpa alasan.Diam-diam, Fandra menyadari perubahan wajah Wening yang semula terlihat bahagia menjadi galau."Mbak, ada apa?" tanya Fandra. "Hmm," ucap Wening. Mencoba menyembunyikan ponsel ke dalam sakunya kembali. "Ada apa, Dek?"Catra dan Silvia melongo mendengar panggilan Wening pada Fandra. Sementara orang yang dipanggil malah senyum-senyum sendiri dan terkesan sangat menikmati sebutan baru untuknya. "Mbak, nggak salah manggil Fandra, Adek?" tanya
Happy Reading*****Langkah kaki Wening terhenti. Dia diam mematung dan semakin yakinlah Fandra jika panggilan di ponsel si gadis berasal dari Fahri. "Kenapa nggak diangkat? Apa Mbak Ning masih punya perasaan pada saudaraku itu?"Jawaban Wening adalah dengan menggelengkan kepala. Dia kemudian merogoh saku gamisnya dan mengeluarkan benda pipih pintar yang dia simpan."Angkat saja supaya kamu tahu apa yang dia inginkan," kata Wening. Tangan kanannya yang menggenggam ponsel dia julurkan pada Fandra.Si lelaki melanjutkan langkah kakinya. Wening terpaksa mengikuti. Ponselnya terus saja berdering tanpa henti."Dek, kamu marah?" Setengah berlari, gadis itu menyejajari langkah Fahri."Nggak." Fandra menoleh pada sang gadis. "Cuma berpikir saja, mengapa Mas Fahri masih menelpon Mbak Ning.""Nggak tahu, tapi aku nggak pernah menanggapi. Tadi saja, dia ngirim foto sama chat nggak jelas."Fandra menghentikan langkahnya lagi padahal mereka sudah sangat dekat dengan Silvia dan Catra yang sedang b