”Rodriguez!” teriaknya panik.
”Rodriguez!””Ada apa, Azura?””Pintunya tidak bisa dibuka.””Memang.” Azura ternganga kaget.Lelaki itu sengaja menguncinya di dalam.”bukakan!” jeritnya sambil menggedorgedor pintu.”Akan kubukakan begitu aku kembali.””Kembali? Kembali? Kau mau kemana? Jangan berani-beraninya meninggalkan aku terkunci di sini!””Terpaksa. Aku tidak mau kau menggunakan telepon yang purapura tidak kaulihat itu. Kau akan kulepas begitu aku kembali."”Kau mau ke mana?” tanya Azura lagi.Ia putus asa membayangkan terkurung dalam toilet ini entah untuk berapa lama.”Kembali ke mobil. begitu slang airnya sudah kuganti, aku akan kembali untuk menjemputmu.””Ke mobil? Kau mau kembali ke mobil? bagaimana caranya kau ke sana?””Aku akan lari.””Lari?” Azura mengucapkan kata itu tanpa suara.Lalu sesuatu terlintas dalam pikirannya dan ia mengatakan.”begitu pemilik tempat ini datang kembali jamempat, mereka akan menemukan aku. Aku akan menjerit sekeras mungkin.””Aku sudah kembali sebelum jam empat.””Kau bangsat! Keluarkan aku!” Azura menghantam pintu itu lagi dengan tubuhnya, tapi siasia.”Di sini pengap. Aku bisa mati lemas di sini.””Kau akan kepanasan, tapi kau tidak akan mati. Kusarankan kau beristirahat.””Pergilah ke neraka.” Lelaki itu tidak menjawab.Kalimat Azura berkumandang di tembok-tembok toilet umum itu. Azuramenempelkan telinga ke pintu, tapi tidak bisa mendengar apaapa.”Rodriguez?” panggilnya waswas.Lalu ia berseru lebih keras,”Rodriguez!” Tidak ada jawaban.Ia sendirian di sini. Azura bersandar di pintu, menutupi wajahnya dengan dua tangan, dan membiarkan air matanya tumpah.Wanita seperti dirinya tidak pernah dilatih menghadapi pengalaman semacam ini.Situasi antara hidup dan mati tidak pernah masuk ke dalam kehidupannya yang selama ini sangat terlindung. Ia tumbuh dewasa di dalam lindungan orangtua yang menginginkan yang terbaik bagi dirinya.Ia belum pernah bersekolah di sekolah pemerintah, karena”lingkungan pergaulan yang tidak sesuai” yang akan dijumpainya di sana.Ia tidak pernah dilatih melakukan taktik-taktik untuk bertahan hidup di kampus khusus wanita yang dimasukinya. Situasi seperti inicocok untuk dijadikan skenario Film, tapi tidak ada yang percaya bahwa yang seperti ini bisa benar-benar terjadi. Tapi ini memang terjadi… pada dirinya. Untuk pertama kali dalam usianya yang sudah 26 tahun ini, Azura mengalami rasa takut yang sesungguhnya.Rasa takut yang seolah memiliki wujud.Ia dapat merasakannya di lidahnya. bagaimana kalau Rodriguez tidak kembali untukmenjemputnya? bagaimana ia bisa yakin bahwa pompa bensin ini akan buka kembali pada jam empat? Papan pemberitahuan itu mungkin saja sudah dipasang berbulan-bulan yang lalu dan sudah terlupakan ketika pemilik tempat itu memutuskan untuk menutup usahanya.Ia bisa mati kehausan. Mati seperti itu sebenarnya akan makan waktu lama. Mungkin seseorang sudah datang ke tempat itu sebelumnya. Ia mesti memasang telinga untuk mendengar suara mesin, lalu ia harus menggedorgedor dan berteriak-teriak untuk menarik perhatian.Tapi ia bisa mati karena sesak napas.Namun, tinggi di tembok ada sebuah jendela kecil, persis di bawah langitlangit. Jendela itu terbuka bebe-rapa senti. Udara yang masuk dari situ mungkin panas dan kering, tapi setidaknya banyak.Ia bisa mati karena marah.Kemungkinan itu sangat besar, pikir Azura. Sungguh keterlaluan Rodriguez meninggalkannya di tempat jorok ini. Sambil menyumpahi lelaki itu, Azura mondar-mandir di toilet kecil tersebut. Akhirnya kemarahan yang memicu otaknya untuk bekerja dan membuatnya lebih kreatif. bukankah Rodriguez sendiri mengatakan bahwa ia banyak akal? Iapasti bisa keluar dari toilet ini kalau ia mau mengerahkan otaknya untuk mencari jalan. Ia yakin itu! Tapi bagaimana caranya?Kembali ia menghantam pintu toilet dengan tubuhnya, namun tidak ada hasilnya. Penghalang yang digunakan Rodriguez untuk menahan pintu itu tidak bisa digerakkan, dan Azura cuma membuangbuang tenagadengan berusaha menghantamnya. Tubuhnya basah oleh keringat, juga rambutnya, hingga terasa berat dan panas.Merasa putus asa dan lemah, ia menengadah pasrah ke langit-langit. Dan… itu dia… jawaban untuk masalah yang sedang dihadapinya. Jendela itu! Kalau saja ia bisa…Ada sebuah tong logam di dalam satu sudut toilet, sepertinya tempat sampah. Sambil menguatkan diri untuk tidak membayangkan isi tong yang bau itu, Azura berusaha membalikkan benda tersebut. berat sekali, tapi akhirnya ia berhasil membalikkan bagian bawah tong menghadap ke atas.Lalu ia mendorong tong tersebut kebawah jendela. Dengan berdiri di atas tong itu ia bisa meraih bagian bawah tepi jendela. Selama beberapa menit ia berusahamenarik tubuhnya dengan kekuatan lengannya semata-mata, sambil mencaricari pijakan kaki di tembok beton itu.Akhirnya ia bisa mengangkat dirinya ke atas tepi jendela. Ia melongok dari jendela yang terbuka, menarik napas dalamdalam, dan menyambut gembira angin selama beberapa menit dan mengistirahatkan lengannyayang gemetar kelelahan. Kemudian dengan bahunya ia mengangkat jendela itu setinggi mungkin. bukaannya sempit, tapi kalauberuntung ia pasti bisa meloloskan diri melewatinya. Ia mengangkat satu lututnya dan menekankannya ke tepi jendela, lalu berusaha memutar tubuhnya supaya bisamengeluarkan kakinya lebih dulu dari jendela.Saat mengangkat lutut satunya ke tepi jendela, ia kehilangan keseimbangan. Dicondongkannya tubuhnya ke arah luar, dan ia berhasil keluar dari jendela yangterbuka. Saat meluncur ke bawah, satu lengannya tersangkut paku di tepi jendela, menimbulkan goresan dalam mulai dari pergelangan tangan hingga ke ketiak.Ajaibnya ia bisa mendarat dengan kakinya, tapi tanah di bawah sana tidak rata. Sambil mencengkeram lengannya dengan kesakitan, ia terdorong ke belakang dan tergulingguling di tanah yang melandai turun, sampaikepalanya membentur batu di bawah.Selama beberapa detik ia menengadah ke bulatan matahari yang terik, yang seolah mengejeknya. Setelah itu segalanya gelap.Rodriguez ingin cepatcepat kembali. Matanya yang tajam melayang dan menyimpan denah keseluruhan wilayah itu. Ia tahu bahwa ia tinggal menempuh beberapa kilometer lagi. Paling banyak lima kilo meter. Ditekannya pedal gas mobil tersebut. Untunglah kendaraan itu bereaksi. Mobil itu bisaberfungsi kembali dengan baik. Tidak sukar mengganti slangslangnya. Yang sulit adalah berlari sepanjang jalan untuk mencapai mobil itu tadi, dengan membawa peralatan berat di saku, berikut segalon air untuk menggantikan yang merembes keluar. Rodriguez sudah biasaberlari, bahkan dalam udara terik pertengahan musim panas sekalipun. Tapi membawa tambahan beban berat memang merupakan tantangan.Rodriguez bersukur mendapat kesempatan untuk berpikir, sementara mobilnya melaju. Angin panas menerpa pipi dan rambutnya. Ia lebih suka menikmati angin pada pasir dari jendela mobil yang dibuka, daripada kesejukan buatan dari AC. Hanya karena adaperempuan itu ia mau menutup kaca jendela mobil.Perempuan itu…Ia me
Setelah terpotong, dilemparkannya kemeja itu kembali pada Azura.”Kenakan itu. Kita sudah cukup banyak buang-buang waktu di sini.” Ia keluar dan memutar ke kursi pengemudi.Dalam diam Azura memandangi bagian belakang kepala lelaki itu. Sementara mobil melaju di jalanan yang tidak rata, Azura berusaha memikirkan berbagai cara untukmengalahkan lelaki itu. Tapi semua cara yang terpikir olehnya dicoretnya dari rencananya. Ia terpikir untuk membuat tali jerat dari salah satu lengan kemejanya, untuk mencekik lelaki itu dari belakang. Tapi lalu bagaimana dengan nasibnya sendiri? Ia akan seorang diridi tengah tempat terpencil ini, tanpa peta ataupun air. bensin di mobil itu lamakelamaan pasti akan habis. Kalaupun ia berhasil melumpuhkan Rodriguez, kesempatannya sendiri untuk bisa bertahan di belantara inisangat tipis.Jadi, Azura terus berdiam diri, sampai rasa lelah merayapinya dan sekali lagi ia jatuh tertidur. Ia terbangun ketika mobil itu berhenti perlahanlahan. Dengan susah payah i
”benarkan dia penjara tiga tahun karena perbuatan kriminal yang sebenarnya tidak dia lakukan?””Ya,” sahut Alice.”Satu-satunya kesalahan Rodriguezadalah karena dia mengorganisir demonstrasi di tangga gedung pengadilan di Phoenix. Dia sudah melalui semua jalur yang resmi. Dia sudah mendapat izin untuk berdemo. Dan mestinya demo itu tidak berubah menjadi kekerasan.””Apa yang terjadi?””beberapa peserta demo yang lebih keras daripada Rodriguez membuat keributan. Sebelum Rodriguez bisa mengendalikan situasi, berbagai fasilitas umum sudah dirusak,dan timbul perkelahian yang berkembang menjadi keributan besar. beberapa orang, termasuk polisi, terluka.””Parah?””Ya. Karena sudah mendapat reputasi sebagai pengacau, Rodriguezlah yang pertama-tama ditangkap.””Kenapa dia tidak mengatakan bahwa dia mencoba menghentikan kekerasan itu?””Dia menolak menyebutkan nama orang-orang yang bertanggung jawab atas kekerasan itu. Dia mewakili dirinya sendiri pada pengadilan atas dirinya, dan tidak
Azura tahu ucapan lelaki itu benar, jadi ia tidakmengatakan apa-apa.“Aku masuk fakultas hukum. Aku sangat ingin buka praktik, untuk membantu masyarakat Indian yang dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan pertambangan dan semacamnya. Dan aku berhasil memenangkan beberapa kasus, tapi tidak cukup banyak. Aku mulai tidak percaya dengan sistem hukum yang ternyata sama politisnya dengan segala hal lain di dunia. Tapi keadilan itu sendiri tidak buta.“ Maka aku juga mulai bermain keras. Aku jadi jauh lebih berani berbicara dengan bersikap kritis.Aku mengorganisir para pemrotes dari kalangan Indian, supaya suara mereka lebih didengar. Aku menyusun demonstrasi damai. Tapi segala kegiatan itu malah membuatku di-cap sebagai pembuat masalah yang perlu diawasi. Ketika ada kesempatan untuk menangkap dan memenjarakankuuntuk waktu lama, mereka pun melakukannya.”Rodriguez kembali bersandar di kursinya dan memandangi Azura dengan kaku.“Nah, sudah puas sekarang?Sudah tahu apa yang ingin kauketa
Lolongan binatang itu keluar langsung dari a jiwanya, tumpahan kesedihan, putus asa, dan rasa frustrasinya. begitu menyedihkan suara itu, hingga merobek-robek hati Azura yang mendengarnya. Airmata membasahi pipi Azura. Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh lelaki itu, tapi Rodriguez berdiri agak jauh darinya dan tidak melihat uluran tangannya.Azura tidak tahu mengapa ia tidak merasa jijikmendengar ekspresi kesedihan lelaki itu. Dalam keluarganya, cara seperti itu dilarang. Perasaan sedih, marah, bahkan gembira, mesti ditunjukkan dengan sepantasnyadan terkendali. Untuk mengekspresikan diri pun ada peraturannya. Segala jenis perasaan mesti dikendalikan.Ia hanya tahu bahwa kesedihan yangdirasakan lelaki ini takkan bisa dihiburkan. Ia terasing dan kesepian. Perlahanlahan Azura menghampirinya dan menyentuh bahunya. Lelaki itu bereaksi seperti seekor binatang yang terluka. Kepalanya menoleh cepat dan iamengeluarkan suara menggeram. Matanya dingin, tak ada air mata, namun bola matanya
“Letakkan tangan di atas kepala, Rodriguez,” sebuah suara mengaum keras lewat corong pengeras suara.Rodriguez menuruti dengan patuh, meski dengan tangan di atas kepala ia jadi lebih sulit menuruni sisi pegunungan itu. Dengan putus asa Azura mengawasi dari atas. Sebuah ambulans menderu ke depan pintu rumah. Tak lama kemudian jenazah Joseph Rodriguez yang tertutup selimut diangkut dengan tandu. Alice, yang bersandar pada lengan Gene Dexter, mengikuti dari belakang.Dua orang polisi mendaki ke arah Rodriguez. Sampai di dekatnya, mereka menyambar lengan lelaki itu dan menelikungnya dengan kasar. Salah seorang polisi memakaikan borgol padanya sebelum mereka kembali turun. Rodriguez berjalan tegak dengan ekspresi angkuh. Ia tampak tak peduli akan apa yang berlangsung di sekitarnya. Ketika melihat pintupintu ambulans menutup menghalangi pandangannya akan tubuh kakeknya yangdiangkut di dalam, Azura melihat bahu lelaki itu menegang sedikit. Alice lari menghampiri anaknya dan memeluk pinggan
“Sebab itu bertentangan dengan peraturan,” sahut Dixon dengan tenang.“Persetan dengan peraturan,” kata Rodriguez dengan marah.“Itu peraturan konyol. Apa orang-orang yangmengelola tempat ini tidak menyadari betapa berartinya perlakuan baik bagi seorang napi? Perlakuan yang bisa mengembalikan sedikit harga dirinya?” Sekarang Rodriguez mencondongkan tubuh di depan meja, sikapnya penuh ancaman.“Duduk, Mr. Rodriguez,” kata Dixon dengan tegas.agar si napi tahu bahwa sikapnya sudah keterlaluan. Setelah beradu pandang beberapa saat dengan sangkepala penjara, Rodriguez kembali duduk. Wajah tampannya masam.“Kau seorang pengacara,” kata Dixon.“Kurasa kau menyadari betapa ringan tambahan hukuman yang kauperoleh kali ini.” Setelah mengenakan kacamata bacanya yang keperakan, Dixon membaca laporan yangterletak di mejanya.“Ada seorang wanita muda. Miss Azura.” Ia menatap Rodriguez dari atas tepi kacamatanya.Kalimatnya mengandung tanda tanya.Rodriguez tidak menjawab, cuma balas menatapDi
Saat diantar ke pintu depan, Rodriguez terpesona melihat gerakan ekor kuda Azura yang bergoyang-goyang. Apakah rambut itu masih sehalus yang diingat-nya? Apakah warna pirang pucat itu, yang merupakan cap yang sangat jelas akan darah kulit putih wanita ini, benar-benar pernah merasakan belaian tangan Indiannya? Dan bibir itu bibir yang sekarang tersenyum kepadanya benarkah bahwa dulu bibir itu pernah merasakan belaian lidah Rodriguez di dalamnya?“Sampai jumpa, Rodriguez. Kuharap segalanya berlangsung baik untukmu.” Azura mengulurkan tangan.“Terima kasih.” Rodriguez menggenggam tangan Azura. Mata mereka bertemu. Lama.Lalu suara itu terdengar. Asalnya dari bagian belakang rumah. begitu tak terduga, hingga mulanya Rodriguez mengira ia salah dengar. Tapi kemudia n suara itu terdengar lagi. Rodriguez dugaan kearah tersebut dengan alis berkerut.“Itu seperti suara…”Azura menyentakkan tangan dari genggaman Rodriguez Dengan kaget Rodriguez menoleh. begitu melihat wajah Azura, tahulah ia ba