“Untung Kakak sudah pulang, aku mau menunjukkan sesuatu.” Mikaila terlihat begitu antusias, ia hendak meraih ponselnya dari tangan Zidan tapi dihalau oleh pria itu.
“Kamu baru pulang?” Reaksi Zidan tidak sesuai dengan perkiraan Mikaila, membuat gadis itu terlihat takut menatap mata kakaknya yang sedikit berbeda.
“Iya, Kak,” sahutnya. “Tapi aku datang untuk menunjukkan sesuatu, Kakak harus melihatnya!” Mikaila begitu antusias ingin memperlihatkan apa yang ada di ponselnya.
Namun, sayang seribu sayang, bukannya bisa memperlihatkan apa yang dimiliki, Mikaila malah mendapat sebuah tamparan dari Zidan hingga membuat Ana juga Mikaila sendiri begitu terkejut.
“Kak!” teriak Mikaila yang terkejut, ia memegangi sisi wajahnya yang terkena tamparan.
“Baru sekarang kamu pulang, hah! Ke mana saja kamu? Saat ayah tidak ada, kenapa kamu malah menghilang, hah!” sembur Zidan yang terlampau emosi karena kelakuan adikn
Pagi itu Zidan mengantar Ana berangkat ke tempat istrinya bekerja, bagi Zidan sekarang adalah bagaimana cara menyenangkan dan membuat bahagia istrinya itu."Apa sore nanti mau aku jemput?" tanya Zidan ketika mobil sudah sampai di depan gedung studio musik."Kalau nggak sibuk, nggak apa-apa. Nanti aku kabarin kalau udah pulang," jawab Ana mencoba melegakan hati suaminya.Zidan mengulas senyumnya, akhirnya Ana tidak menolak tawarannya untuk menjemput, ia pun meraih kepala Ana dan mendaratkan sebuah kecupan di kening sang istri. "Baiklah, aku tunggu kabar darimu."Ana mengangguk, ia lantas turun dan melambaikan tangan ketika mobil Zidan melaju meninggalkan area studio musik. Ana pun berjalan masuk ke studio musik, bersiap untuk kembali bekerja.Ana sudah masuk ke lift, hingga ketika pintu akan tertutup, tangan seseorang menahan pintu lift agar tidak tertutup sempurna dan pada akhirn
Arga menautkan jemari pada jemari Ana, terus menatap wajah Ana yang duduk di sampingnya, membuat Ana benar-benar merasa canggung dibuatnya."Ga, sampai kapan kamu mau menautkan jari seperti ini?" tanya Ana seraya mengangkat tangan mereka yang bertautan."Selamanya," jawab Arga yang membuat Ana memukul lengan pria itu."Ish ... jangan mengada-ada. Sudah waktunya aku bekerja," ucap Ana yang berusaha mengurai jemarinya."Tunggu! Aku masih rindu." Arga malah mempererat genggamannya.Ana menatap Arga yang terus mengulas senyum, mengingatkan dirinya akan masa lalu di mana Arga akan bertingkah seperti itu jika seharian tidak bertemu dengan Ana."Aku harus kerja, bagaimana kalau aku kena pecat jika tidak ada di mejaku saat jam kerja?" tanya Ana seraya menaikkan satu sudut alisnya."Aku akan menampungmu, mencukupi kebutuhan dan segala keperluanmu,
Lanie melajukan mobilnya menuju rumah Arga, ia harus memastikan hubungan Arga dengan Ana, karena bagaimanapun Arga sekarang adalah seorang publik figur, tidak mungkin baginya menjalin hubungan dengan sembarang orang karena akan banyak paparazi yang mengincar berita darinya dari hal yang baik ataupun buruk.Lanie mengingat tentang perbincangannya dengan salah satu teman Arga."Sebelum kalian bertemu denganku, apakah Arga pernah dekat dengan seorang gadis?" tanya Lanie yang langsung pada intinya."Gadis ya?" Drummer di kelompok Arga itu tampak berpikir, ia mencoba mengingat, hingga ingat akan satu nama. "Iya, sebelum masuk dapur rekaman, Arga memang menjalin hubungan dengan seseorang sejak SMA. Namun sayangnya cinta mereka kandas karena gadis itu dipaksa menikah dengan pria lain oleh orangtuanya.""Siapa namanya?" tanya Lanie penasaran."Ana, Anarita. Dia gadis yang baik, ramah, dan juga sangat perhatian. Kami sendiri tidak menyangka jika akhirnya mereka
Zidan mengajak Ana ke sebuah restoran. Zidan merasa senang karena akhirnya dirinya bisa mengajak istrinya itu keluar berdua."Mas, aku ke kamar kecil sebentar," pamit Ana yang sudah berdiri.Zidan mengangguk. Ana pun langsung berjalan menuju ke kamar kecil.Ketika sang istri pergi ke kamar kecil, ponsel Ana yang berada di dalam tas terus berbunyi, membuat Zidan akhirnya berinisiatif menjawab karena takut jika itu panggilan penting.Zidan mengernyitkan dahi ketika melihat nama yang terpampang di layar ponsel Ana."Arga?"Zidan pun menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu. "Halo."Arga yang berada di seberang panggilan pun terdiam sejenak, tidak menyangka jika Zidan yang menjawab. Namun, jika dirinya langsung memutus panggilan itu, tentu saja akan membuat Zidan curiga, akhirnya Arga pun bicara kepada Zidan.&nb
Siang itu Ana tengah fokus dengan pekerjaannya, hingga suara benda pipih yang tergeletak di atas meja membuyarkan konsentrasinya. Ana menatap ke layar benda pipihnya itu dan melihat jika nama sang suami terpampang di sana. Ana pun menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan sebelum akhirnya ia menjawab panggilan itu."Halo Mas!""An, aku ada di depan studio. Kamu bisa nggak turun sebentar!" pinta Zidan dari seberang panggilan.Ana terkejut karena Zidan ada di lingkungan tempatnya bekerja, berpikir apa ada sesuatu yang penting hingga suaminya itu datang."Iya Mas, tunggu sebentar," ucap Ana.Ana pun mengakhiri panggilan, ia bergegas turun untuk menemui Zidan. Dalam hatinya berdoa semoga kedatangan Zidan tidak karena curiga kepadanya.Ana melihat Zidan yang berdiri di samping mobil, ia pun langsung menghampiri suaminya itu."Ada apa, Mas? Kok tumben
Tak ada penolakan dari Ana, Ia malah memejamkan mata dan mengikuti ritme bibir Arga.Keduanya terbuai, bahkan Ana seolah dibuat terbang ke angkasa. Ia membiarkan Arga mengangkat tubuhnya, Ana bahkan dengan refleks melingkarkan lengannya ke leher pria itu, sementara kakinya sudah mengait sempurna ke pinggang Arga.Arga membawa Ana masuk ke dalam kamar, masih dengan bibir yang saling bertautan."Ga--" lirih Ana dengan mata yang sudah sayu.Arga menatap Ana yang sudah di bawah kungkungannya, menyematkan helaian rambut yang sedikit menutupi wajah sang kekasih."Ada apa?" tanya Arga dengan tatapan penuh kasih sayang."Sepertinya ini salah," jawabnya dengan kedua telapak tangan yang menahan dada Arga."Apanya? Bukankah kita setuju, menjalin hubungan ini?" Arga meyakinkan Ana untuk tidak menolak dirinya.
Ana pulang ke rumah setelah bekerja pada hari berikutnya, ia memang tidak pulang di pagi hari karena takut jika Alisya curiga, terlebih karena semalam ia berkata kalau menginap di rumah temannya kepada gadis itu.Ana berjalan masuk seraya mengusap tengkuknya, wanita itu melihat Alisya yang sedang menonton acara musik, ia pun menghampiri dan langsung duduk di samping adik iparnya itu."Eh, Kak! Baru pulang?" Alisya langsung menoleh pada Ana yang sudah di sampingnya."Iya, pulang awal." Wanita itu mengambil makanan ringan dari tangan Alisya, lantas memasukkan ke mulut dengan tatapan tertuju ke layar televisi."Kak Zidan pulang kapan?" tanya Alisya yang ikut menikmati makanan ringannya dengan tatapan yang ikut mengarah pada acara televisi."Katanya sih besok, kalau belum selesai mungkin lusa," jawab Ana.Alisya membentuk huruf 'O' dengan bibirnya, ia pun kembali menikmati makanannya. Ana teringat sesuatu, ia merogoh tas lantas mengeluarkan sesuatu da
Ana baru saja mengambil beberapa dokumen, wanita itu mengecek dokumen itu sambil berjalan, hingga seseorang menarik lengan dan mengajaknya masuk ke pintu darurat. Ana begitu terkejut hingga akhirnya sedikit lega ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya."Ga, kamu ini ngagetin saja!" Ana menghela napas pelan, ia memeluk dokumen yang dibawa."Kenapa tidak menjawab panggilan telponku?" tanya Arga menatap curiga pada Ana.Ana terkesiap mendengar pertanyaan Arga, ia pun mencari ponselnya di kantong kemeja dan tidak mendapatinya."Sepertinya tertinggal di meja," jawab Ana dengan senyum kecil karena merasa bersalah.Arga mencebik kesal, sempat berpikir kalau Ana mengabaikannya. Hingga akhirnya Arga berkata, "Ya sudah, nanti makan siang bersama! Aku sudah menyiapkan makan siang untuk kita, di ruangan seperti biasanya.""Ah, oke!" Ana mengangguk.