Share

Dalam Pelukannya

"Sa," panggil Elang lirih. Ia yang sedikit terpejam terpaksa kembali membuka matanya sebab suara Sabrina yang mengusik ketenangannya.

"Kamu kenapa?" Tangan Elang menepuk pipi Sabrina agar kembali terjaga.

"Mas, pemuda itu, Mas!" lirih Sabrina ketakutan. Ia kembali duduk lalu memeluk Elang dengan eratnya.

"Tenanglah, kamu cuma mimpi."

"Aku takut mereka akan datang lagi," balas Sabrina. Ia menenggelamkan kepalanya dalam dada bidang milik laki-laki yang sedang ia peluk.

"Tidak akan. Mas akan membawamu ke kota setelah tujuh hari kematian ibumu. Kita akan tinggal di apartemen," ucap Elang yakin. Sebab ia tak mungkin membawa Sabrina tinggal dalam satu rumah bersama keluarganya.

"Benar kah, Mas?" Sabrina masih belum percaya.

"Iya. Aku tidak mungkin meninggalkanmu di sini," ucap Elang seraya mengusap punggung Sabrina.

Gadis yang baru saja melepas masa lajang itu merasa senang karena tiba-tiba bisa menikah dengan laki-laki yang tampan dan mapan. Tak pernah terbersit sedikitpun dalam benaknya akan dinikahi pria kaya, terlebih dengan cara yang menurutnya mudah.

Dalam pelukan Elang, Sabrina kembali terbayang kejadian setelah keduanya keluar dari gedung.

"Jangan sedih. Kamu aman sekarang," ucap Elang saat mendapati wajah Sabrina yang masih diliputi rasa trauma pasca kejadian mengerikan itu.

"Permisi ya? Aku bantu kamu untuk pindah dari tempat ini. Disini lembab dan bau," ucap laki-laki itu. Elang Hastanta namanya. Anak seorang pemilik perusahaan yang sekarang ini mengambil alih tanggung jawab orang tuanya.

Sabrina diam saja. Ia tak memiliki pilihan lain selain menuruti ucapan Elang, sebab dirinya yang lemah tak sanggup bila berjalan sendiri.

Sabrina menurut. Badannya berada dalam dekapan Elang menuju mobilnya terparkir. Tidak ada tetangga atau kampung di daerah itu karena merupakan kawasan industri. Beruntung Elang mendengar suara teriakan Sabrina dan berinisiatif mencari sumber suara itu.

Sabrina menatap Elang dari samping. Wajah yang tampan dan bersih menjadikannya daya tarik tersendiri.

Ah tidak, bukan itu. Perlakuan Elang yang sopan dan melindungi membuat Sabrina merasa aman berada dalam dekapannya. Rasa nyaman pun akhirnya merasuk ke dalam dada Sabrina.

"Duduk di sini ya?" ujar Elang setelah meletakkan badan Sabrina ke dalam mobil.

Sebuah botol air mineral diberikan Elang ke arah Sabrina yang mulai terlihat tenang. Tatapan yang semula kosong kini mulai kembali terisi.

"Makasih, Mas. Aku ngga tau lagi kalau Mas ngga datang. Semuanya pasti hancur," ucap Sabrina dengan pandangan nanar, kemudian ia menempelkan ujung botol itu ke bibirnya untuk meneguk sedikit isinya.

"Kamu aman sekarang. Daerah ini memang rawan, sebaiknya jangan berkendara sendirian, apalagi malam hari begini."

"Biasanya enggak tapi hari ini aku ambil lembur jadi yang lainnya sudah pada pulang duluan." Helaan napas panjang keluar dari bibir Sabrina. Terbersit rasa sesal karena terlalu mengejar sesuatu hingga membuat dirinya dalam bahaya.

"Baiklah, kamu sudah baikan sekarang? Mau aku antar pulang? Motormu taruh di situ saja. Ngga baik kalau dalam kondisi seperti ini kamu mengendarai motor sendirian." Elang menunjuk bangunan yang menjadi tempat kejadian malam ini.

Sabrina tercengang akan ucapan Elang. Tak cukup hanya menolong, kini laki-laki di depannya ini menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Sabrina pun tersanjung.

"Gimana?" tanya Elang lagi saat Sabrina tak kunjung memberi jawaban.

"Apa ngga apa-apa motorku taruh di situ?" kata Sabrina sambil melirik bangunan itu.

"Ngga apa-apa kalau cuma semalam. Semoga aman."

Sabrina terpaksa mengangguk. Ia juga merasa bahwa dirinya masih lemah dan tak bisa mengendarai motornya dalam kondisi seperti ini.

Elang kembali turun dari mobilnya. Ia membawa motor matic Sabrina menuju sebuah ruangan di dalam gedung. Ia harus memastikan bahwa motor Sabrina aman dan tidak hilang.

Mata Sabrina tak lepas dari badan tegap nan gagah yang sedang berjalan kembali ke mobil. Ada rasa kagum dan perasaan beruntung saat ia memandang wajah tampan itu. Rasa syukur pun tak luput dari dadanya atas keberadaan laki-laki penyelamat itu.

Tak terbayangkan jika Elang tidak datang tepat pada waktunya. Tangis ibu, masa depan yang hancur, rasa malu serta gunjingan tetangga sudah pasti Sabrina dapatkan.

"Kamu sudah baikan? Apa kita makan dulu biar kamu tenang dan tidak menjadi pertanyaan orang tuamu atas kondisimu yang seperti ini?" tanya Elang setelah ia masuk dan duduk di depan kemudi. Ia mendapati wajah Sabrina tengah melamun. Mata yang dihiasi bulu lentik dan tebal dengan wajah yang bersih dan putih membuat Elang terpaku untuk sejenak. Gadis yang cantik.

"Makan?" jawab Sabrina setelah mendaratkan pandangannya pada laki-laki di sebelahnya.

Elang mengerjapkan matanya. Paku yang sedari tadi membuat pandangannya tak lepas dari wajah itu akhirnya buyar seketika.

"Iya. Kamu kelihatan pucat. Kalau langsung pulang pasti orang tuamu tanya." Elang menatap wajah Sabrina yang masih terbengong.

"Apa kamu mau orang tuamu khawatir atas apa yang menimpa kamu?" sambung Elang lagi.

"Kenalin, aku Elang," ucap Elang seraya mengulurkan tangannya. "Aku bukan orang jahat kok. Elang Hastanta."

"Sabrina." Tangannya terulur untuk bersalaman dengan Elang. "Aku tahu. Kalau Mas jahat, ngga mungkin mau nolongin aku di dalam gedung itu."

"Iya. Aku ngga sengaja dengar suara kamu pas lagi cek ban. Ngga taunya memang benar lagi butuh pertolongan. Gimana? Kita cari makan? Kebetulan aku juga lapar banget, sekalian obati ini," ucap Elang sambil menunjuk pelipisnya yang terasa perih.

Tangan Sabrina menyentuh pelipis Elang. Luka yang laki-laki itu dapatkan karena menyelamatkan dirinya.

Dua pasang bola mata itu saling bersitatap. Seketika ada yang bergejolak dalam dada Sabrina yang sudah lama kosong.

Dering ponsel mengusik sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang terpanah asmara. Getar yang timbul di dalam saku kemeja Elang membuatnya merubah pandangan. Tangan kekar itu merogoh sakunya dan mendapati nama yang tak asing berada dalam layar panggilan itu.

"Halo, Sayang? Kenapa?" jawab Elang setelah menggeser tombol pada layar.

"Kok belum pulang? Mas El lagi dimana?"

Elang terdiam sejenak, ekor matanya melirik Sabrina yang sedang terdiam di sebelahnya.

"Mas?" panggil seseorang itu lagi.

"Aku masih ada di deket kantor, lagi ada trouble sedikit. Kamu makan duluan ya? Jangan nunggu aku, nanti keburu lapar." Elang berusaha menghilangkan rasa gugupnya.

"Ck, aku sendirian dong? Ya sudah deh, ngga apa-apa. Mas hati-hati ya? Jaga diri baik-baik."

"Iya, siap." Elang segera menutup panggilannya.

Sabrina melihat wajah di sampingnya. Pandangan keduanya bersambut, lalu Elang mengakhirinya dengan seulas senyuman kecil dan memulai menjalankan kendaraan roda empatnya.

Ada yang retak di dalam dada Sabrina, tapi bukan kaca. Ada yang layu sebelum berkembang, tapi bukan kembang. Sabrina pun menghela napas panjang, menutup semua celah-celah kecil yang sempat membuat pikirannya terusik.

"Kamu mau makan?" tawar Elang saat keduanya sudah berada di sebuah rumah makan sederhana tak jauh dari kawasan industri tempat keduanya bekerja.

Sabrina menggeleng. "Aku air jeruk hangat saja."

Elang mengangguk, lalu pergi menemui pelayan untuk menyiapkan makanan untuknya.

Sebuah plester sudah berada di tangan Elang. Ada juga semangkuk kecil es batu serta handuk kecil yang baru saja ia ambil dari dalam saku celananya.

Dahi Sabrina mengerut. Ia tak paham dengan apa yang akan dilakukan oleh Elang.

"Es batu buat apa, Mas?" tanya Sabrina. Tangannya yang sejak tadi bersidekap kini terulur menunjuk es batu dalam mangkuk berbahan plastik itu.

"Ini untuk mengompres luka." Elang menjawab sambil tangannya memindah es batu ke dalam sapu tangannya. Bungkusan berisi es batu itu lantas diletakkan di pelipisnya yang terluka.

Wajah Elang sedikit berjingkat kesakitan saat benda dingin itu menempel di dahinya. Berulang kali, hingga Sabrina tergerak untuk mengambil alih benda itu dari tangan Elang.

"Biar aku bantu," ujar Sabrina seraya mengulurkan tangannya. Kedua pasang bola mata itu bersitatap.

Perlahan bibir Sabrina tersungging penuh rasa bahagia, meskipun tengah berada dalam pelukan lelaki beristri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status