Share

Kejadian Naas

Elang meletakkan ponselnya di atas kursi. Ia lantas berjalan menghampiri wanita yang belum lama ia nikahi.

"Kamu belum tidur?" tanya Elang pada Sabrina yang sedang berdiri di ambang pintu.

"Yang telepon itu istri Mas?" Sabrina bertanya sambil memaku pandangan pada Elang.

Suami Sabrina itu mengangguk, lalu mengajak Sabrina masuk ke kamarnya.

"Tidurlah, kamu lelah," titah Elang saat Sabrina hanya mematung.

"Aku ngga bisa tidur," lirih Sabrina. Duka masih menyelimuti hati dan jiwanya.

"Biar Mas temani," ucap Elang. Ia menggandeng tangan istrinya menuju ranjang.

"Tidurlah dengan tenang, ada aku yang akan menemanimu."

Sabrina menurut. Ia berbaring di sisi ranjang sedang Elang duduk di sampingnya. Perempuan yang baru saja kehilangan orang tua itu memiringkan badannya, merangkul guling dan berharap matanya segera terpejam.

Perlahan mata Sabrina memejam, akan tetapi pikirannya malah kembali pada kejadian saat di gedung kemarin.

"Jangan berteriak, Sayang. Diam dan rasakan sentuhan kami. Kamu akan terbuai nanti," ujar seorang pemuda yang memakai celana jeans. Tatapan penuh nafsu terlontar untuk Sabrina yang sedang ketakutan.

"Aku tidak butuh sentuhanmu! Pergi dari sini dan bebaskan aku dari kalian!" hardik Sabrina lantang.

Ekor mata pemuda itu menatap pemuda yang lainnya. Ia mengisyaratkan agar melangkah ke samping untuk menghalau langkah Sabrina yang sedang mereka incar agar tidak kabur.

"Toloooong!" teriak Sabrina itu kencang. Tak terbayang bagaimana lagi ia akan meronta sebab satu meter lagi ia sudah mencapai sudut bangunan. Gadis yang bekerja di pabrik garmen itu tak lagi bisa lari dari tempatnya sebab dua pemuda telah menghalangi jalan.

"Jangan berteriak atau kamu akan aku perlakukan dengan kasar!" ancam pemuda yang ada di samping. Ia memberikan tatapan tajam untuk gadis di depannya.

"Aku tidak peduli! Pergi kalian dari sini! Apa yang kamu inginkan dariku?!! Hah?" Sabrina berteriak frustasi.

"Tentu saja tubuhmu. Apalagi memang?" Seringai senyum dengan tatapan bak singa lapar terbit dari sorot mata lelaki yang ada di samping wanita yang ketakutan itu.

Niat Sabrina hanya mencari lemburan agar ia bisa menutup sebagian hutang keluarganya, akan tetapi siapa sangka jika nasib sial malah menghampirinya ketika pulang kerja.

Langkah dua pemuda itu kian dekat. Akan tetapi Sabrina masih mencoba mempertahankan dirinya dengan meletakkan tas di depan tubuhnya. Dadanya bertalu, bayangan bahwa dirinya akan menjadi korban pemerkosaan sudah berkelindan dalam kepalanya.

Sabrina berada di titik terendah dalam hidupnya. Antara marah dan nelangsa. Hutang yang membelit keluarganya membuatnya berada dalam kondisi yang menyakitkan ini.

"Ambil saja tasku! Jangan sentuh aku!" teriak Sabrina frustasi sambil melempar tas itu ke arah laki-laki yang ada di depan. Harapannya setelah melempar tasnya, dua pemuda itu akan pergi. Air matanya sudah menganak sungai. Ia tak tahu lagi harus bagaimana untuk mempertahankan kesuciannya.

Sayangnya, harapan hanya tinggal harapan.

"Jangan menawariku uang sebab aku tak butuh. Aku hanya butuh badanmu yang molek itu untuk kunikmati," sahut pemuda yang ada di sisi kiri Sabrina setelah membiarkan tas itu terjatuh di lantai yang penuh debu.

Mata Sabrina terpejam, pasrah atas apa yang ada di depannya. Masa depan yang suram, tangis orang tua serta aib yang besar sudah berjejalan dalam kepalanya. Ia hanya bisa menangis.

Langkah kaki satu diantara dua laki-laki itu terdengar mendekat. Suara derap kakinya semakin dekat pada badan Sabrina yang sudah menempel di dinding lembab nan kotor. Tidak hanya itu, sesekali bau tak sedap menyapa hidung Sabrina.

"Tolong," rintih Sabrina masih berusaha. Hatinya tak henti berdoa agar ada keajaiban yang terjadi disaat yang sedang terjepit ini.

Tangan pemuda itu telah sampai pada badan Sabrina. Tangan itu langsung mencengkeram lengan Sabrina ketika ia berusaha meronta.

Sekuat tenaga Sabrina berontak. Ia berusaha menepis bahkan menendang kaki pemuda itu, tetapi sia-sia. Dua lawan satu dengan kekuatan yang jauh berbeda dengan Sabrina membuat sebesar apapun usahanya akan tetap kalah melawan mereka.

Akhirnya, Sabrina pasrah. Matanya memejam pasrah dengan tangis yang pilu. Badannya tak bisa bergerak karena kedua tangan telah diikat oleh pemuda yang ada di depannya. Tenaga Sabrina sudah habis untuk lari dan menghalau pegangan tangan dua lelaki itu sejak awal mereka mengejar.

Sementara dua pemuda itu bak Elang menemukan mangsa. Matanya berbinar saat mendapati Sabrina tak lagi berontak.

Sabrina terduduk di atas lantai. Matanya memejam sambil menahan tangis. Kakinya berusaha menendang mereka, akan tetapi pemuda itu telah mengikatnya juga.

Lengan mulus Sabrina menjadi sasaran dua pemuda itu. Kulit yang putih dan halus menjadikan dua pemuda kian bersemangat untuk bermain-main dengan tubuh yang sudah teronggok lemah itu.

"Badanmu mulus sekali, pasti sangat nikmat kalau aku mencobanya," ujar satu pemuda yang telah menyentuh lengan Sabrina. Ia membuka kancing baju itu dengan perlahan.

"Gantian ya? Aku duluan." Pemuda yang lainnya menyahut. Sebuah benda telah diarahkan di depan badan Sabrina yang bagian atasnya sudah terbuka.

Berhasil. Seringai licik terbit dari bibir pemuda yang ada di samping Sabrina. Otak yang penuh nafsu membuatnya sengaja mengabadikan badan mulus itu.

"Enak saja!" Pemuda yang ada di depan Sabrina menyahut. Ia menepis tangan temannya untuk lebih dulu menikmati badan langsing itu.

"Lepaskan!" pekik Sabrina saat satu tangan lelaki itu mulai menyentuh kulitnya. Tangan yang terikat itu ia gerakkan agar pemuda itu urung melakukan aksinya.

Pakaian Sabrina yang merupakan sebuah kemeja membuat tubuh bagian depannya mudah dibuka, sehingga tak susah bagi pemuda itu untuk membuka bagian depan baju yang melekat di badannya.

Semakin berontak, dua pemuda itu makin kasar terhadap Sabrina.

"Jangan berontak!" hardik salah satu pemuda itu.

Namun Sabrina tak peduli. Ia masih berusaha keras menghalau tangan pemuda yang mulai meraba-raba.

"Tolong," lirih Sabrina lagi. Harapannya sudah sangat tipis untuk bisa lari dari tempat itu. Meskipun begitu, ia tak membiarkan tangan pemuda itu menyentuhnya begitu saja.

"Tolong," lirih Sabrina cemas dalam tidurnya. Kepalanya menggeleng dengan keringat yang mulai membasahi dahinya. Rupanya kejadian yang menimpanya di gedung tua itu membuat Sabrina tak bisa tidur dengan tenang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status