Bab 29Sebuah cincin berlian sudah ada di tangan Elang. Benda berharga itu sebagai hadiah yang sudah dijanjikan oleh Elang untuk Kayla.Elang berjalan dengan semangat menuju rumah setelah memarkirkan mobilnya. Ia menyembunyikan kotak beludru itu di dalam sakunya sebelum memberikannya untuk Kayla."Dari mana, El?" tanya Bu Laras. Ia yang sedang duduk di ruangan tengah menyapa sang putra.Langkah kaki Elang terhenti. Ia menatap wajah sang ibu lekat-lekat, kemudian berjalan mendekat dan meraih tangannya untuk bersalaman."Habis keluar, Ma. Kayla mana?" jawab Elang usai melepas tautan tangannya dengan sang ibu. Tak berniat untuk duduk, Elang berdiri di depan sofa yang diduduki oleh Bu Laras."Ada di kamarnya," jawab Bu Laras dengan tatapan penuh tanya."Ada masalah? Tadi Mama lihat kamu buru-buru perginya?""Enggak, Ma. Ada masalah sedikit sama Sabrina, tapi selesai kok.""Baguslah." Bu Laras mengangguk cepat."Ya sudah Elang masuk dulu ya, Ma."Bu Laras mengangguk, lalu ia menatap tubuh
Bab 30Elang masuk ke kamar ketika Kayla baru saja terlelap dalam tidurnya. Ia duduk di tepi ranjang bersandar head board yang dilapisi bantal, lalu meluruskan kaki sebelum menutupnya dengan selimut yang sama dengan Kayla.Mata Elang membingkai wajah Kayla yang sedang terbuai mimpi itu. Senyum miris pun terkembang dari bibirnya yang berwarna kemerahan dengan tatapan tak lepas dari wajah sang istri.Tangan kekar Elang terulur mengusap dahi Kayla yang terdapat anakan rambut. Berulang kali tangan kekar itu melakukan gerakan searah seolah ia sedang menimang sang istri agar kian larut dalam tidurnya.Usai mengusap dahi Kayla, Elang meraih ponsel yang ada di dalam sakunya. Sejak kembali dari luar kota, ia jarang sekali membiarkan ponselnya tergeletak di dalam kamar. Benda pintar itu lebih sering ada di dalam sakunya.Terbersit rasa khawatir jika membiarkan benda pintar itu tergeletak begitu saja di sembarang tempat, meskipun masih di dalam kamar.Malam yang hening ditemani bintang-bintang g
Bab 31Kayla menghentikan langkahnya. Ia menutup mulutnya yang menganga karena tak percaya dengan foto dalam layar tersebut. Hati Kayla bak ditikam belati tajam. Laki-laki yang ia cintai dengan sepenuh hati tega menduakannya dengan sedemikian rupa. Meskipun hanya foto, tapi itu sukses membuat Kayla terluka."Kenapa Kay?" Bu Laras menghentikan langkahnya. Ia mengamati wajah Kayla yang sedang diliputi kesedihan.Kayla membalas tatapan Bu Laras, lalu mengangkat ponselnya sebagai isyarat bahwa ia telah mendapatkan sesuatu yang mengejutkan di benda itu.Bu Laras meraih ponsel tersebut. Ia melihat foto yang baru saja dipandangi oleh Kayla, kemudian menghela napas panjang."Siapa yang mengirim gambar ini?" tanya Bu Laras setelah ia berhasil mengatasi keterkejutan di wajahnya."Ngga tau, Ma. Aku dapat pesan dari nomor yang gak dikenal." "Abaikan saja," ucap Bu Laras seraya mengulurkan ponsel kembali ke tangan Kayla."Tapi, Ma. Ini ngga bisa dibiarkan!" sergah Kayla tak terima. Meskipun begi
Bab 32Kayla tersentak begitu mendengar ucapan Bu Laras. Ia tak menyangka jika Bu Laras bisa sedemikian membela perempuan itu."Kalau pun marah, apa aku salah?" sahut Kayla cepat. "Mama juga perempuan kan? Harusnya Mama juga tahu bagaimana perasaanku saat ini. Sakit, Ma." Suara Kayla mulai terdengar sengau. Sekuat tenaga ia menahan perih dalam dadanya tapi ia kalah. Mendung yang sejak tadi bergelayut dalam kelopak matanya kini berubah juga jadi hujan deras yang membasahi wajahnya."Tidak ada yang salah. Yang ada itu kita harus saling memahami. Selama ini kami diam, tapi nyatanya kamu tak kunjung memberi kami cucu. Sekarang Elang yang berbuat seperti ini, ya apa salahnya sekalian saja kita jadikan ini jalan keluar dari apa yang kalian alami." Bu Laras mencoba tegar. Ia berusaha menepis rasa iba dalam hatinya demi keutuhan keluarga dan perusahaan yang dirintis oleh sang suami."Menjadikan janin tumbuh dalam rahim itu bukan kapasitasku, Ma. Mengapa Mama memaksaku memahami semua ini tanp
Bab 33Elang melirik jam di pergelangan tangannya. Ia menimbang-nimbang hendak kemana siang ini. Ingin pulang ke rumah, tapi Kayla sedang tidak ada di rumah."Ke tempat Sabrina aja lah," gumam Elang. Ia memutar arah laju mobilnya menuju sebuah rumah makan yang menjadi langganan keluarganya.Beberapa saat menunggu pesanan, Elang kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Sabrina. Ia bersyukur bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa berjumpa dengan istri kedua disela-sela kesibukannya.Sebuah kotak beludru yang disimpan di dalam dashboard tak lupa dibawa oleh Elang. Hadiah yang beberapa waktu lalu diberikan untuk Kayla, ia juga membelinya untuk Sabrina.Punya dua istri membuat Elang berusaha adik satu sama lainnya."Mas Elang?" pekik Sabrina senang saat melihat Elang di depan pintu. Tanpa peduli dimana mereka berada, ia langsung menghambur ke pelukan Elang.Tangan Sabrina melingkar dengan erat di punggung laki-laki yang baru datang itu. Ia senang sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk
Bab 34Elang berjalan dengan setengah berlari menuju kamar Kayla. Ia sudah mencoba menghubungi istrinya itu tapi belum juga direspon hingga dirinya sampai di rumah."Kayla mana, Pa?" tanya Elang saat baru saja masuk dan melihat papanya di ruang tamu. Ia berhenti tanpa ada keinginan untuk duduk atau bersalaman."Ada di kamarnya. Sejak tadi dia mengurung diri."Mendengar kabar yang disampaikan papanya, Elang bergegas pergi. Ia harus bertemu Kayla secepatnya. Gak peduli dengan ekspresi papanya yang sedang geleng-geleng kepala."Sayang," panggil Elang setelah ia membuka pintu kamar. Didapatinya sang istri sedang bergulung dengan selimut. Enggan merespon, Kayla makin menenggelamkan diri di dalamnya, untuk menghindari Elang.Elang tak mau dia saja. Langkahnya terus maju untuk mendekati Kayla. Ia membiarkan selimut itu membalut badan istrinya yang sedang terluka. Tanpa permisi, Elang merebahkan dirinya di samping Kayla lalu memeluknya dari luar selimut."Sayang, maafkan aku." Elang mulai ber
Bab 35"Besok aja ya? Mas capek hari ini," elak Elang. Ia belum siap melihat reaksi dua istrinya jika bertemu dalam satu waktu."Tapi Mas mau kan ajak aku ketemu sama dia?"Elang mengangguk lemah. Ia tak punya pilihan lain selain menerima permintaan Kayla ini, tapi tidak hari ini. Minimal Sabrina harus diberi tahu lebih dulu.Sebagai suami yang baik, Elang mencoba untuk belajar menjadi adil. Ia tak mau berat sebelah dan membuat salah satu istrinya tersakiti. "Tenang, jangan berpikir aku akan marah pada perempuan itu. Aku hanya ingin berkenalan lalu melihat bagaimana wajah wanita yang menjadi maduku, ibu dari calon anak ku." Kayla meraih tangan Elang untuk digenggamnya. "Lumrah memang jika kamu marah, tapi semua itu tidak lepas untuk kebaikan kita sendiri nantinya. Misalnya Sabrina lebih dulu hamil, anak itu bisa jadi pancingan buat kamu agar bisa cepat hamil," balas Elang sambil terus mengamati tiap perubahan dalam wajah Kayla.Wajah Kayla masih tampak belum legowo dengan semua ini
Bab 36Dalam perjalanan ke kantor, Elang masih terus memikirkan bagaimana jika kedua istrinya bertemu. Luka di mata Kayla membuat Elang makin merasa gelisah. Bagaimana jika setelah pertemuan itu luka di hati Kayla makin lebar? Bagaimana jika Kayla tak dapat menerima kehadiran Sabrina dan memilih mengakhiri pernikahan mereka? Atau yang paling parah bagaimana jika di sana Kayla memporak-porandakan rumah Sabrina?Tak mau tenggelam dalam rasa gelisah, Elang mengambil ponselnya. Ia harus berbicara dengan Sabrina."Assalamualaikum, Mas." Sabrina berujar setelah menggeser tombol gagang warna hijau dalam layar. Ia bersemangat sekali ketika melihat nama sang suami tertera dalam layar. "Waalaikum salam, Sayang. Kamu lagi apa?" tanya Elang basa basi, sekaligus mengulur waktu untuk menyiapkan hatinya mengutarakan apa yang sedang mengganjal dalam benaknya."Aku lagi santai aja, baru bangun juga. Mas tumben pagi-pagi telepon? Udah di kantor ya?" Sabrina mengubah posisi duduknya. Ia menyandarkan pu