“Jadi Adriana yang Papa ceritakan itu Adri ya Pa? Pantasan Papa dan Adri begitu akrab.” Noni tanyakan itu dengan nada kecewa.“Ya Non.. begitu Adriana ketemu nenek, Papa sudah tahu kalau Adri yang dimaksud nenek adalah Adriana.” Jawabku.Adriana merasa aneh dengan pertanyaan Noni, “Emang kamu belum tahu kalau Adri yang dibilang nenek itu aku, Non?”Noni kasih alasan kalau dia belum buktikan tanda yang dipunggung Adri, setelah dia tahu tidak ada tanda dipunggung Adri barulah dia sadar kalau Adri adalah Adriana gadis yang biasa aku kencani.“Kamu tidak usah persoalkan itu Non, toh kamu sudah bertemu dengan Adri sahabat dan sepupu kamu. Itulah kenyataan yang ada dihadapan kamu.”“Ya Pa.. aku sih maklum, cuma saja kok dunia begitu sempitnya ya?”Aku minta pada Noni dan Adriana tidak usaha mempersoalkan itu lagi, karena kita tidak pernah tahu seperti apa rencana Tuhan dalam mempertemukan Noni dan Adriana, juga dengan aku sendiri. Aku katakan juga pada Noni, bahwa aku sendiri tidak pernah b
Aku jelaskan kronologis perkenalanku dengan nenek dan Noni, hanya saja terhadap nenek aku tidak ceritakan seluruhnya. Nenek tanyakan padaku kenapa aku tidak cerita kalau pernah ketemu Adriana. Aku jelaskan pada nenek, aku tidak tahu kalau Adri yang dimaksudkan nenek adalah Adriana.“Noni kasih tahu saya kalau Adri mempunyai tanda lahir di bahu kanannya, sementara Adriana yang saya kenal tidak ada tanda itu nek. Jadi saya tidak menganggap kalau Adriana adalah Adri yang nenek maksudkan.” Jelasku pada nenek.“Tapi, masak sih Papa tidak punya dugaan kalau Adriana adalah Adri?” Tanya Noni.“Noni.. yang namanya Adri itu pastinya banyak, tidak mungkin Papa akan langsung mengira kalau Adriana adalah Adri.”Nenek akhirnya memaklumi penjelasanku, “Ya sudahlah.. yang penting Adri yang nenek cari sudah ketemu. Kebetulan saja kenal sama Danu, udah toh? Jangan dijadikan masalah.”Noni yang sudah tahu banyak ceritaku tentang Adriana, seakan sulit menerima kenyataan itu. Di hadapan nenek dia seolah-o
Sampai menjelang siang, Noni akhirnya memutuskan untuk tidak masuk kerja. Noni menghubungi pak Supriatna dan minta izin tidak masuk kerja. Noni jelaskan pada pak Supriatna kalau dia bangun kesiangan. Aku dan Noni berbicara tentang banyak hal, seperti biasanya dia tetap manja meskipun dihadapan nenek. Yang nenek tahu aku adalah ayah kandung Noni, sehingga nenek menganggap kedekatan ku dengan Noni adalah sesuatu yang wajar.Noni menceritakan hubungannya dengan Supriatna yang semakin intensif, mereka sering jalan berdua hanya sekadar ngobrol.“Aku belum bisa cerita pada Pak Supriatna, Pa.. tentang masa laluku. Biarlah nanti kalau dia tahu baru aku cerita.” Ujar NoniHal itu diceritakan Noni saat kami hanya berdua ngobrol di ruang tamu. Nenek menyibukkan diri di dapur. Aku serahkan sepenuhnya persoalan itu pada Noni,“Papa sih terserah kamu aja mana baiknya, Papa gak bisa memaksa kamu untuk menceritakan hal itu pada Supriatna.”Ada kekhawatiran Noni setelah menikah, dia khawatir tetap te
Selepas makan siang aku keluar rumah dengan alasan untuk bertemu dengan Ningsih. Namun, sesungguhnya aku hanya ingin menghindar dari Noni yang minta temani tidur siang. Aku tidak ingin lagi Noni selalu terobsesi berhubungan denganku, yang berakibat buruk nantinya pada hubungannya dengan Supriatna.Kepada nenek juga sudah aku jelaskan kalau aku ada urusan dengan Ningsih. Aku tahu kalau Noni sangat keberatan aku meninggalkannya sendiri di rumah. Tapi, aku harus lakukan itu demi kebaikannya. Kalau sekadar menuruti hawa nafsu, jelas aku lebih memilih untuk kencan dengan Noni. Tapi, yang jelas itu bukanlah lagi pilihan yang terbaik.Aku menuju ke sebuah mall untuk sekadar cuci mata, namun iseng-iseng aku telepon Clara, kebetulan dia mengangkatnya.“Hai Clara.. kamu lagi di Bandung atau di Jakarta?” tanyaku saat dalam perjalanan ke maal.“Aku lagi di kosan om.. Om Danu di mana?” Clara balik bertanya.Aku jelaskan pada Clara kalau aku lagi di Bandung, besok akan pulang ke Jakarta. Clara sang
Pulang dari kosan Clara aku langsung ke rumah nenek. Saat aku sampai di rumah Noni belum pulang kerja, aku ngobrol tentang banyak hal dengan nenek. Nenek minta tolong padaku agar bisa menasehati Adriana. Nenek keberatan kalau Adriana berhubungan dengan suami orang. “Danu.. mungkin gak kamu menasehati Adri agar dia tidak berhubungan dengan pak Anggoro? Nenek tidak ingin dia mengganggu rumah tangga orang lain.” Nenek katakan itu padaku. Namun, aku menyarankan agar nenek sendiri mengatakan itu pada Adriana. “Kalau saya rasanya gak mungkin nek menasehati Adri, bisa saja Adri mau dengar omongan saya. Tapi, pak Anggoro pasti keberatan.” Jawabku “Menurut kamu sebaiknya gimana? Nenek gak mau terjadi sesuatu pada Adri.”“Menurut saya, sebaiknya saat nenek nginap di Jakarta, nenek katakan itu pada Adri.”Nenek mempertimbangkan apa yang aku sarankan, beliau menganggap itu momen yang tepat untuk mengatakannya pada Adriana. Tapi, aku juga berpikir sebelum nenek bertemu Adriana, aku harus kemuka
Setelah makan malam, aku dan Noni masih ngobrol di ruang tamu. Dia menceritakan hubungannya dengan Supriatna yang semakin intens, hanya saja dia merasa tidak menemukan kenyamanan dalam hubungan tersebut. Noni mengakui kalau Supriatna adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Aku sangat merasakan apa yang dirasakan Noni, meskipun dia tidak mengatakannya. Aku merasa iba dengan Noni, tapi aku tidak ingin larut dalam perasaan itu. Biar bagaimanapun aku harus memberikan ruang untuk Noni berpikir dalam menghadapi masalahnya. “Kamu kalau punya masalah, katakan saja sama Papa kamu. Siapa tahu Papa kamu bisa kasih jalan keluarnya. Masalah jangan kamu pendam Non.” Nenek menasehati Noni. “Iya nek.. aku akan ceritakan sama Papa, tapi tidak semuanya bisa aku ungkapkan sekarang.” Cetus Noni. Nenek memberikan gambaran sebuah pernikahan, di mana posisi seorang isteri saat mendampingi suami. Semua yang dilakukan seorang isteri sebaiknya diketahui suami. Dan nenek minta pada Noni, saat memutus
“Aku biasa diperlakukan Papa dengan penuh kasih sayang, sulit rasanya aku menerima perlakuan seorang calon suami seperti itu..” Ucap Noni dengan lirih. Noni katakan itu dengan tetap memandang langit-langit kamar. Aku biarkan Noni menumpahkan segala keluh kesahnya, aku hanya mendengarkannya. Aku membalikkan badanku kearah Noni, aku tatap matanya yang penuh butiran airmata. Aku peluk Noni, aku katakan padanya, “Non.. apa yang kamu hadapi sekarang ini adalah sebuah proses, dimana Tuhan ingin menguatkan hati kamu dengan sebuah ujian.”“Iya Pa.. Noni sadar betul dengan semua itu, Noni menjadi dewasa oleh keadaan. Selalu begitu Tuhan menempa Noni.”Aku terus berusaha untuk menguatkan hati Noni, rasanya tidak adil kalau aku membiarkan Noni menghadapi persoalannya sendirian. Dia masih terlalu muda untuk menerima berbagai penderitaan. Baru saja dia berharap akan mereguk kebahagiaan, dan siap mengorbankan cita-citanya. Namun, rupanya dia belum bisa menikmatinya, dia masih harus diuji dengan
Saat menjelang fajar aku terbangun, aku sangat bersyukur tidak ada terjadi sesuatu antara aku dengan Noni. Semua sesuai dengan apa yang aku harapkan. Aku segera bangkit untuk menuju ke kamar mandi. Sambil mandi aku kembali teringat apa yang dialami Noni atas perlakuan Supriatna. Aku harus mencari solusi yang terbaik bagi Noni, juga bagi Supriatna. Biar bagaimanapun Supriatna adalah atasan Noni di kantor. Selesai mandi aku bangunkan Noni sembari aku berkemas untuk pulang ke Jakarta. “Papa pulang ke Jakarta hari ini? Kalau ada waktu, tolong Papa telepon Mama.. kapan Mama pulang ke Indonesia?” Noni hanya tanyakan itu padaku, setelah itu dia bangkit dan menuju ke kamar mandi. “Okey.. nanti Papa usahakan untuk menghubungi Mama ya” Jawabku dengan nada suara sedikit keras, karena Noni sudah masuk ke kamar mandi. Keluar dari kamar Noni, nenek sudah ada di ruang tamu, “Selamat pagi nek.. pagi ini saya pamit pulang ke Jakarta ya.”ucapku sembari menghampiri nenek dan duduk dihadapan nenek.