âNona, saya baru akan menjelaskan aturan dan beberapa hal yang Tuan inginkan untuk Anda lakukan besok, saya pikir Anda bisa bersabar tapi malah berkeliaran malam-malam.â Pak Wira memberanikan diri mengungkapkan perasaannya saat ini. Meski terdengar sedikit mengeluh, tapi dia membungkuk di samping Shanaya. âMaaf! Apa mungkin aku sudah membuat Pak Wira berada dalam masalah?â Shanaya memberikan respon yang membuat pak Wira merasa gadis itu berbeda dari para wanita penghuni rumah utama lainnya. âAku lapar. Tuan Oriaga memintaku datang untuk makan malam, tapi setelah sampai di sini aku bahkan hanya duduk dan tak lama dia memintaku mengikutinya pergi.â Shanaya bicara dengan nada lemah. Dia memegangi perut hingga pak Wira meminta pelayan memberitahu koki agar mempercepat proses menyiapkan hidangan. Entah dari mana datangnya keberanian mengeluhnya ini, yang pasti Shanaya merasa senang. âNgomong-ngomong, kenapa Anda memanggil suami Anda sendiri dengan sebutan Tuan?â Shanaya menoleh pak
"Apa sudah kenyang?""Anda belum tidur?" Shanaya menutup pintu dengan sangat pelan. Dia mendekati Oriaga yang duduk di tepi ranjang. Pikirannya mulai menerka-nerka, akankah Oriaga meminta pelayanan seks lagi darinya."Tuan, besok saya berniat pulang untuk mengambil baju dan melihat keadaan ayah di rumah sakit." Shanaya memberanikan diri meminta izin, meskipun tangannya yang berada di depan badan sedikit gemetaran."Apa kamu tidak melihat koper yang ada di dekat lemari kosong di dalam kamar ganti? Isinya baju untukmu."Shanaya terkesiap, merasa Oriaga seolah menghalanginya bertemu dengan Nugroho. "Tapi .... ""Lihat dan baca dulu apa yang tertulis di amplop itu, jangan berani-beraninya kamu tidur sebelum memahami isinya!" Titah Oriaga. Dia memandang dingin Shanaya lalu menunjuk amplop di meja menggunakan dagu. Shanaya jelas tak berani membantah, dia meraih amplop itu lantas menoleh Oriaga. Pria itu ternyata memerhatikan dirinya, tapi tak lama naik ke atas ranjang dan berbaring membe
Setelah sarapan, Shanaya mengantar Oriaga yang hendak berangkat kerja sampai ke halaman depan. Ia hanya bisa diam tanpa berani menanyakan apa yang akan Oriaga lakukan dengan kontrak yang sudah dia beri tanda tangan. "Hari ini kamu tidak boleh pergi ke mana-mana, pak Wira akan memberitahu tugasmu dan kamu juga harus belajar darinya soal kebiasaanku, apa yang aku suka dan tidak suka," ucap Oriaga.Shanaya mengangguk. Bingung harus bertingkah bagaimana di depan orang lain saat Oriaga bicara padanya.Oriaga tak bicara lagi, dia masuk ke dalam mobil dan menyuruh sang sopir segera berangkat. Shanaya sendiri hanya diam di posisinya sampai sedan mewah yang membawa Oriaga keluar dari halaman. Dia masih mematung, meskipun gerbang rumah setinggi empat meter berwarna cokelat tua itu sudah menutup kembali. Hingga pak Wira perlahan mendekat dan berkata," Nona sebaiknya Anda mandi."Shanaya menoleh pak Wira lalu menunduk memandang penampilannya yang masih sama seperti kemarin. "Ah ... aku terlal
âApa kalian dengar yang gadis itu katakan tadi? Dia ingin memberikan sumbangan ke panti asuhan sebagai ganti pesta pernikahan.â Masayu tertawa mencibir, pundaknya mengedik, membuang muka menahan rasa kesal yang bercokol di dada. Kirana hanya diam mendengar ucapan sang mama, tatapan matanya yang kosong membuat gadis itu seperti sedang mengamati lantai marmer yang mempermewah ruang keluarga. âPasti ada alasan kenapa kakak menikahinya, kamu tahu sendiri kemampuan kak Oriaga dalam menilai orang.â Berbeda dari sang kakak, Arumi terlihat santai. Dari pada membahas Shanaya, dia lebih tertarik untuk mengetahui apa yang ada di pikiran Kirana saat ini. Arumi merasa sikap keponakannya itu berubah sejak makan malam kemarin. âApa mungkin Shanaya itu sainganmu di kampus?â Tebak Arumi. Terang saja kalimatnya itu membuat Masayu mengerutkan alis, begitu juga Kirana yang langsung menoleh kaget. âApa yang tante bicarakan? Aku? Bersaing dengannya? Apa Tante tidak bisa melihat kalau kami ini tidak se
Pak Wira menoleh Rini. Meminta pelayan itu untuk meninggalkannya berdua bersama Shanaya sebelum menjawab."Kamu bisa ke bawah dulu, jangan lupa saat kembali bawakan minum dan buah untuk Nona!" Rini membungkuk dan hendak berpaling, tapi Shanaya berdiri dan menawarkan sesuatu padanya."Ayo aku antar menggunakan lift!" Rini tentu saja kaget, dia memandang Shanaya lantas pak Wira sambil menggelengkan kepala."Tidak perlu Nona. Seperti apa yang tadi pak Wira sampaikan, kami sudah biasa naik turun anak tangga."Rini buru-buru pergi meninggalkan tempat itu, sedangkan Shanaya sendiri merasa sedih karena kebaikan hatinya terganjal aturan yang dibuat oleh Oriaga. Shanaya pun tak langsung duduk kembali, dia menjulurkan kepala seolah memastikan Rini menuruni anak tangga dengan aman, sebelum pak Wira memintanya duduk."Nona, bukankah Anda tadi ingin tahu soal Tuan?" Shanaya mengangguk, mendaratkan pantatnya kembali ke sofa dan mulai mendengarkan dengan seksama cerita pak Wira."Sebelum Anda dat
Shanaya menelan ludah susah payah. Ia diam tak bergerak saat Oriaga menyentuhkan bibir mereka dengan sangat lembut.Oriaga melumat bergantian bibir bawah dan atas Shanaya tanpa sedikitpun menuntut."Apakah aku harus belajar memuaskannya agar tidak dibuang begitu saja?" Shanaya memejamkan mata. Menikmati permainan bibir dan lidah Oriaga yang tanpa dia sadari membuat bagian bawah tubuhnya mulai basah.Oriaga melepas kaitan bibir mereka, tanpa sadar mengingkari ucapannya sendiri yang mengatakan tidak akan pernah menunduk di depan siapa pun. Nyatanya sekarang Oriaga menundukkan kepala untuk mencium bibir ranum Shanaya.Oriaga melepas jasnya sendiri, menarik Shanaya menuju meja belajar lantas melepaskan handuk Shanaya dan membuang sembarangan. Seperti tak mengeluarkan tenaga, Oriaga mengangkat tubuh Shanaya dengan mudah lantas mendudukkan gadis itu di atas meja belajar.Apa yang Oriaga lakukan tentu saja membuat Shanaya merasa sangat malu, refleks dia menutup dada menggunakan tangan kiri d
"Benar 'kan dugaan Mama, Shanaya mengaku ke pak Wira baru mengenal pamanmu selama dua bulan."Masayu dan Kirana membicarakan Shanaya lagi setelah makan malam. Mereka semakin mencemaskan kemungkinan bahwa Oriaga memang menikahi Shanaya hanya untuk mendapatkan penerus setelah mendapat bocoran informasi dari Rini."Aku tidak boleh diam saja, aku harus mendekati Shanaya. Lebih baik aku mendapat kepercayaannya." Kirana malah bergumam di hati dan tak mendengarkan Masayu dengan baik. Dia tampak kaget saat sang Mama menghardiknya."Kenapa kamu malah diam saja? Apa kamu tidak cemas? Bagaimana kalau kita akan hidup seperti ini selamanya? Apa kamu mau? Wasiat kakekmu benar-benar sulit dipercaya," gerutu Masayu.Sama seperti sang mama, Kirana juga menganggap wasiat kakeknya tidak adil, semua harta Pradipta diwariskan atas nama Oriaga sehingga membuat mereka tidak bisa berkutik."Mama sebaiknya mulai menyelidiki, jangan-jangan Mama dan tante Arumi hanya anak pungut kakek."Masayu tak percaya mende
Pagi itu Shanaya terlihat sudah rapi. Dia benar-benar mematuhi perintah Oriaga untuk mandi sebelum pria itu bangun. Bahkan, Shanaya rela bangun jauh lebih pagi, karena takut Oriaga bangun lebih dulu.Seperti kemarin, Shanaya melayani suaminya dengan baik, ia membantu mengancingkan kemeja dan mengikatkan dasi ke leher Oriaga. Namun, meskipun ini bukan kali pertama, tapi Shanaya masih saja grogi. Apalagi saat wajahnya dan Oriaga begitu dekat. Shanaya beberapa kali membuat bagian dasi yang sudah dia lipat terlepas karena gemetaran. Menyadari tingkah menggemaskan Shanaya, Oriaga pun tersenyum tipis. Dia sendiri tidak mengerti kenapa begitu senang membuat istri kecilnya gemetaran. âHuh ⌠sudahlah kalau tidak bisa biar aku sendiri!âOriaga membuang napas berpura-pura frustasi. Dia sengaja memegang dasi yang ada di depan dada, tapi Shanaya lebih dulu menggeleng sambil menatapnya. âTidak âŚ. Tu âShanaya menjeda lisan. Nyaris saja mulutnya menyebut kata tuan lagi. Gadis itu menelan ludah su