Pertemuan di rumah William di lanjut dengan acara makan bersama. Berbagai hidangan sudah tersedia lengkap di atas meja makan. Termasuk makanan kesukaan Revanno.Revanno tersenyum ketika melihat makanan favoritnya itu ada di atas meja makan. “Kakek masih ingat rupanya,” ujar Revanno seraya mengambil semur daging. Satu-satunya masakan rumahan favorit Revanno.“Tentu saja. Kakek masih ingat betapa lahapnya kamu dulu jika Kakek menyediakan menu itu untukmu,” sahut William sambil tersenyum.Starla yang tengah duduk di samping Revanno benar-benar turut merasa bahagia atas kedekatan Revanno dengan Kakeknya. Starla bisa melihat sorot kebahagiaan yang di pancarkan dari kedua mata kekasihnya. Hal yang baru pertama kali Starla lihat ketika Revanno bertemu dengan William. Sebab, seingat Starla terakhir kali mereka bertemu pun suasananya tidak sehangat ini. “Jangan lupa makan sayur juga, Revanno.” Kata Starla mengingatkan.“Reva
“Kamu pikir aku sudi membantumu kali ini?”Suasana menjadi hening sesaat setelah William mengatakan kalimat tersebut. Dan barulah beberapa detik kemudian terdengar suara helaan napas dari seberang telepon.“Wil, cucuku Cheryl. Dia sekarang sedang sakit, dia kehilangan ingatan, dan hanya Revanno satu-satunya orang yang bisa membantunya.” Harry kembali menjelaskan.“Kamu pikir Revanno itu Dokter?”“Tidak. Tapi aku yakin, hanya dia satu-satunya yang bisa membantu proses kesembuhan Cheryl.”William berdecak. “Daripada kamu yakin dengan cucuku. Lebih baik kamu cari saja Dokter terbaik. Dan yakinlah pada Dokter tersebut.”“Wil, kali ini aku mohon bantuanmu. Tolonglah cucuku, Wil.” Harry memohon di seberang telepon.Lagi-lagi William berdecak. Kali ini ia sudah tidak ingin berurusan dengan keluarga Harry. William tidak peduli meski hal itu bisa memutus tali persahabatannya sekaligus. Saat ini yang terpenting bagi
“Starla ...,”Revanno menoleh pada Starla. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil. Perjalanan pulang ke apartemen mereka. Acara kumpul bersama di rumah William tadi harus berakhir karena hari yang bertambah semakin larut. William tentu tidak ingin egois menahan Revanno di rumahnya, mengingat kalau cucu semata wayangnya itu masih harus bekerja di esok harinya.“Kenapa?” Starla menatap Revanno seraya tersenyum.“Soal pembicaraan Kakek tadi. Bagaimana menurutmu?” Tanya Revanno.“Pembicaraan yang mana? Kakek tadi membicarakan banyak hal,” ujar Starla polos.Revanno menghela napas. “Soal rencana lamaran,” balasnya seraya mengurangi kecepatan mobilnya.Sepertinya akan lebih baik mengendarai mobil dengan kecepatan rendah seraya membicarakan soal lamaran bersama Starla.“Aku sih terserah kamu,” sahut Starla asal.“Aku serius, Starla. Kamu juga harus menjawab dengan serius.” Revanno menoleh pada Starla yang sedang meringis.“Aku juga serius, kok.”“Bohong.”Starla terkekeh. “Ya, lalu k
Starla mengerjap ketika mendengar suara bell di apartemen Revanno berbunyi. Ia segera melirik jam yang ternyata masih menunjuk di angka lima pagi.Starla mengernyit. Siapa yang datang ke apartemen Revanno sepagi ini? Pikirnya penasaran.Bell kembali berbunyi dan kali ini di sertai dengan suara dering dari ponsel Revanno.“Siapa, sih?” Gumam Starla. Wanita itu berbalik, menatap Revanno yang tengah memeluknya dari belakang. Diam-diam Starla tersenyum. “Kalau sedang tidur seperti ini rasanya tenang sekali melihatmu, Revanno. Berbeda lagi kalau sedang terbangun.” Starla kembali bergumam seraya mengusap rambut Revanno yang jatuh menutupi wajah pria itu.Lagi-lagi untuk yang kesekian kalinya bell dan ponsel Revanno kembali berbunyi.“Sial! Sebenarnya siapa, sih?!” Starla segera menyingkirkan tangan Revanno dengan hati-hati. Setelah itu ia melangkah turun dari tempat tidur. Tidak lupa Starla juga men
Starla hanya bisa diam ketika tangan Revanno terus saja mengusap-usap pahanya. Sialnya, saat ini ia hanya mengenakan dress pendek. Jadi hal itu bisa semakin mempermudah tangan Revanno bergerak di sana.Revanno memang berengsek! Starla kembali mengumpat dalam hati. Apa sih maksud pria itu? Bisa-bisanya Revanno menggodanya di saat mereka tengah di depan teman-temannya. Bagaimana kalau Daniel, Nathan atau kedua wanita yang ada di depan Starla itu tahu apa yang saat ini sedang di lakukan tangan Revanno di bawah meja? Starla pasti akan sangat malu. Tidak bukan hanya malu. Daniel dan Nathan pasti akan mengoloknya habis-habisan.Sialan!“Ehm!” Starla berdehem singkat, berusaha menutupi gugupnya ketika merasakan seluruh tubuhnya mulai terbawa permainan Revanno.Starla menyudahi makannya secara paksa. Kedua tangannya bertumpu erat pada sisi kursi seolah mampu menyalurkan rasa gugupnya disana. Ia menggigit keras bibir bawahny
“Apa?! Revanno ingin melamarmu secara resmi?!”Saga terkejut ketika mendengar kabar tersebut. Pasalnya tiba-tiba saja Starla menghubunginya hanya untuk mengatakan soal lamaran. Pria yang berstatus sebagai Kakak Starla itu memijat pangkal hidungnya pelan. “Kamu kok kaget seperti itu sih, Kak?” Starla bertanya di seberang telepon.“Lalu aku harus apa?” Saga mendesah pelan.“Bahagialah. Kan adikmu ingin menikah.” Starla menjawab sambil terkekeh.Saga menghela napas. “Kalau menikahnya dengan orang lain mungkin aku akan bahagia,” sahutnya tanpa merasa berdosa.Starla langsung marah di seberang sana. “Apa?! Kak Saga bilang apa?! Enak saja. Memangnya kenapa kalau aku menikah dengan Revanno? Dia pria pilihanku. Jadi kalau aku senang, kamu harusnya juga ikut merasa senang, Kak. Bukanya bilang seperti itu. Menyebalkan sekali!”Saga terkekeh tanpa suara. “Maaf ...,”“Maaf apanya?! Ck! Apa jangan-jangan Kak Saga nggak suka kalau aku menikah lebih dulu?” Tuduh Starla.“Siapa bilang? Aku nggak mas
Saga segera kembali masuk ke dalam kamar setelah puas berdiri di balkon rumahnya. Rasanya ia tidak bisa diam saja setelah mendapat kabar yang baru saja di sampaikan oleh Starla tadi. Ia mencoba menghubungi nomor Andra—Papanya, tapi sampai saat ini masih tak kunjung di angkat juga. “Apa mungkin Papa sedang sibuk, ya?” Gumam Saga seraya menggenggam ponselnya.Pria itu langsung menggeleng. Ia harus segera melakukan sesuatu. Saga memilih untuk mengantongi ponselnya, lalu mengeluarkan koper kecil yang ada di dalam lemarinya. Ia tidak akan bisa menunggu sampai Papanya menjawab panggilannya. Kabar tentang rencana lamaran Starla ini sangat penting. Jadi Papanya harus segera mengetahuinya.“Lebih baik aku pulang sekarang. Aku rasa, jauh lebib baik membicarakan hal ini dengan Papa secara langsung, daripada hanya mengabarinya lewat telepon,” ujar Saga seraya menata beberapa pakaiannya ke dalam koper.Saga sengaja tidak membawa banyak baju karena ia masih memiliki banyak baju yang tertinggal di
Andra seketika tersenyum begitu lebar, begitu Saga memberitahunya soal kabar bahagia tersebut. Putrinya—Starla akhirnya telah membuat keputusan yang tepat. Sejak awal, sejak Andra bertemu dengan Revanno, ia percaya kalau Revanno adalah pria yang baik untuk Starla. Pria itu bisa mencintai putrinya melebihi cinta yang Andra miliki selama ini.“Papa benar-benar senang mendengar kabar ini, Saga,” ujar Andra seraya merangkul bahu putranya.“Ya, meski aku benci untuk mengakuinya. Tapi memang kenyataannya aku juga turut senang mendengar kabar ini kemarin,” sahut Saga datar.Andra kemudian menatap Saga. “Lalu kapan rencana acara lamarannya?”Saga diam sejenak. Ia berharap Papanya tidak akan terkejut setelah mendengar jawabannya. “Hari ini, Pa.”“Apa?! Hari ini?!” Saga hanya bisa meringis. Ternyata Andra memang benar-benar terkejut mendengarnya. “Kamu sedang tidak membohongi Papa kan, Saga?” Andra menatap Saga serius.Saga menggeleng. “Mana mungkin aku berbohong, Pa. Lagipula Revanno dan Sta