“Revanno, menurutmu lebih bagus pakai gaun yang mana?” Starla bertanya seraya membawa dua gaun berwarna hitam dan juga biru navy.
“Nggak dua-duanya,” jawab Revanno cepat.Saat ini jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Revanno sudah selesai bersiap-siap sekitar setengah jam yang lalu. Sementara Starla sampai detik ini masih terlihat bingung memilih gaun mana yang ingin wanita itu kenakan untuk datang ke rumah William—Kakek Revanno.“Kalau ini bagaimana?” Starla kembali bertanya. Kali ini ia mengeluarkan gaun berwarna merah dari dalam lemari.Revanno memelotot. “Nggak! Jangan pakai yang itu.”Starla mendengus. “Sejak tadi kenapa kamu bilang nggak terus, sih? Lalu kamu ingin aku pakai yang mana?!” Starla mulai jengkel.Revanno hanya bisa mendesah. Mana mungkin Revanno bilang iya, sedangkan sejak tadi Starla terus memilih gaun seksi yang ada di dalam lemarinya. Apalagi gaun merah itu. Gaun yang terbuka di bagian bahu d“Revanno ...,”Revanno menatap pada pria tua yang baru saja memanggil namanya. “Kakek,” sahutnya pelan.William tersenyum. “Apa kabar, Revanno? Lama tidak bertemu?”Revanno terdiam. Rasanya sosok Kakek yang selama ini ia kenal telah menghilang entah kemana. Sosok William yang biasanya tegas, suka memerintah dan menyebalkan itu kali ini tidak terlihat. Malam ini yang Revanno lihat hanya William yang berupa sosok pria tua yang sudah renta, berdiri seraya tersenyum ke arahnya. Senyum itu yang dulunya sering kali Revanno lihat ketika ia masih kecil dan tinggal di rumah Kakeknya.Senyum penuh kasih sayang dari seorang Kakek kepada cucunya.Revanno mengerjap. Menghalau air mata yang hendak turun dari kedua matanya. Bukankah tidak keren jika tiba-tiba Revanno mengeluarkan air mata di hadapan William, Marcus maupun Starla? Bisa-bisa turun harga diri Revanno.“Baik, Kek. Aku selalu baik,” jawab Revanno.Lagi-lagi William tersenyum. “Kemarilah,” ujarnya menyuruh Revanno mendekat ke arahnya.Rev
“Bagaimana keadaannya, Dok?” Sonia—Mami Cheryl bertanya ketika Dokter tengah memeriksa keadaan putrinya.“Kondisinya sudah cukup membaik,” jawab sang Dokter seraya memberikan alat-alat yang baru saja ia gunakan untuk memeriksa Cheryl ke perawat yang menemaninya. “Apa akhir-akhir kamu masih mengalami pusing?” Dokter kemudian bertanya pada Cheryl.Cheryl terdiam. “Terkadang pusing. Tapi terkadang juga nggak, Dok. Saya juga bingung. Apa itu berpengaruh dengan kondisi kesehatan saya?”Dokter tersenyum ke arah Cheryl. “Tidak apa-apa. Selama kamu tidak mengalami pusing yang sangat hebat semuanya akan baik-baik saja.”Cheryl mengangguk-angguk. “Lalu kapan saya boleh pulang, Dok? Saya rasa, keadaan saya sudah cukup baik. Tapi kenapa saya nggak kunjung boleh pulang dari rumah sakit ini?”Ramos dan Sonia tampak terkejut dengan pertanyaan putrinya. Mungkin Cheryl berpikir kondisinya memang baik-baik saja. Tapi wanita itu tidak tahu bahwa saat ini ia masih sangat membutuhkan perawatan dari Dokter
Pertemuan di rumah William di lanjut dengan acara makan bersama. Berbagai hidangan sudah tersedia lengkap di atas meja makan. Termasuk makanan kesukaan Revanno.Revanno tersenyum ketika melihat makanan favoritnya itu ada di atas meja makan. “Kakek masih ingat rupanya,” ujar Revanno seraya mengambil semur daging. Satu-satunya masakan rumahan favorit Revanno.“Tentu saja. Kakek masih ingat betapa lahapnya kamu dulu jika Kakek menyediakan menu itu untukmu,” sahut William sambil tersenyum.Starla yang tengah duduk di samping Revanno benar-benar turut merasa bahagia atas kedekatan Revanno dengan Kakeknya. Starla bisa melihat sorot kebahagiaan yang di pancarkan dari kedua mata kekasihnya. Hal yang baru pertama kali Starla lihat ketika Revanno bertemu dengan William. Sebab, seingat Starla terakhir kali mereka bertemu pun suasananya tidak sehangat ini. “Jangan lupa makan sayur juga, Revanno.” Kata Starla mengingatkan.“Reva
“Kamu pikir aku sudi membantumu kali ini?”Suasana menjadi hening sesaat setelah William mengatakan kalimat tersebut. Dan barulah beberapa detik kemudian terdengar suara helaan napas dari seberang telepon.“Wil, cucuku Cheryl. Dia sekarang sedang sakit, dia kehilangan ingatan, dan hanya Revanno satu-satunya orang yang bisa membantunya.” Harry kembali menjelaskan.“Kamu pikir Revanno itu Dokter?”“Tidak. Tapi aku yakin, hanya dia satu-satunya yang bisa membantu proses kesembuhan Cheryl.”William berdecak. “Daripada kamu yakin dengan cucuku. Lebih baik kamu cari saja Dokter terbaik. Dan yakinlah pada Dokter tersebut.”“Wil, kali ini aku mohon bantuanmu. Tolonglah cucuku, Wil.” Harry memohon di seberang telepon.Lagi-lagi William berdecak. Kali ini ia sudah tidak ingin berurusan dengan keluarga Harry. William tidak peduli meski hal itu bisa memutus tali persahabatannya sekaligus. Saat ini yang terpenting bagi
“Starla ...,”Revanno menoleh pada Starla. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil. Perjalanan pulang ke apartemen mereka. Acara kumpul bersama di rumah William tadi harus berakhir karena hari yang bertambah semakin larut. William tentu tidak ingin egois menahan Revanno di rumahnya, mengingat kalau cucu semata wayangnya itu masih harus bekerja di esok harinya.“Kenapa?” Starla menatap Revanno seraya tersenyum.“Soal pembicaraan Kakek tadi. Bagaimana menurutmu?” Tanya Revanno.“Pembicaraan yang mana? Kakek tadi membicarakan banyak hal,” ujar Starla polos.Revanno menghela napas. “Soal rencana lamaran,” balasnya seraya mengurangi kecepatan mobilnya.Sepertinya akan lebih baik mengendarai mobil dengan kecepatan rendah seraya membicarakan soal lamaran bersama Starla.“Aku sih terserah kamu,” sahut Starla asal.“Aku serius, Starla. Kamu juga harus menjawab dengan serius.” Revanno menoleh pada Starla yang sedang meringis.“Aku juga serius, kok.”“Bohong.”Starla terkekeh. “Ya, lalu k
Starla mengerjap ketika mendengar suara bell di apartemen Revanno berbunyi. Ia segera melirik jam yang ternyata masih menunjuk di angka lima pagi.Starla mengernyit. Siapa yang datang ke apartemen Revanno sepagi ini? Pikirnya penasaran.Bell kembali berbunyi dan kali ini di sertai dengan suara dering dari ponsel Revanno.“Siapa, sih?” Gumam Starla. Wanita itu berbalik, menatap Revanno yang tengah memeluknya dari belakang. Diam-diam Starla tersenyum. “Kalau sedang tidur seperti ini rasanya tenang sekali melihatmu, Revanno. Berbeda lagi kalau sedang terbangun.” Starla kembali bergumam seraya mengusap rambut Revanno yang jatuh menutupi wajah pria itu.Lagi-lagi untuk yang kesekian kalinya bell dan ponsel Revanno kembali berbunyi.“Sial! Sebenarnya siapa, sih?!” Starla segera menyingkirkan tangan Revanno dengan hati-hati. Setelah itu ia melangkah turun dari tempat tidur. Tidak lupa Starla juga men
Starla hanya bisa diam ketika tangan Revanno terus saja mengusap-usap pahanya. Sialnya, saat ini ia hanya mengenakan dress pendek. Jadi hal itu bisa semakin mempermudah tangan Revanno bergerak di sana.Revanno memang berengsek! Starla kembali mengumpat dalam hati. Apa sih maksud pria itu? Bisa-bisanya Revanno menggodanya di saat mereka tengah di depan teman-temannya. Bagaimana kalau Daniel, Nathan atau kedua wanita yang ada di depan Starla itu tahu apa yang saat ini sedang di lakukan tangan Revanno di bawah meja? Starla pasti akan sangat malu. Tidak bukan hanya malu. Daniel dan Nathan pasti akan mengoloknya habis-habisan.Sialan!“Ehm!” Starla berdehem singkat, berusaha menutupi gugupnya ketika merasakan seluruh tubuhnya mulai terbawa permainan Revanno.Starla menyudahi makannya secara paksa. Kedua tangannya bertumpu erat pada sisi kursi seolah mampu menyalurkan rasa gugupnya disana. Ia menggigit keras bibir bawahny
“Apa?! Revanno ingin melamarmu secara resmi?!”Saga terkejut ketika mendengar kabar tersebut. Pasalnya tiba-tiba saja Starla menghubunginya hanya untuk mengatakan soal lamaran. Pria yang berstatus sebagai Kakak Starla itu memijat pangkal hidungnya pelan. “Kamu kok kaget seperti itu sih, Kak?” Starla bertanya di seberang telepon.“Lalu aku harus apa?” Saga mendesah pelan.“Bahagialah. Kan adikmu ingin menikah.” Starla menjawab sambil terkekeh.Saga menghela napas. “Kalau menikahnya dengan orang lain mungkin aku akan bahagia,” sahutnya tanpa merasa berdosa.Starla langsung marah di seberang sana. “Apa?! Kak Saga bilang apa?! Enak saja. Memangnya kenapa kalau aku menikah dengan Revanno? Dia pria pilihanku. Jadi kalau aku senang, kamu harusnya juga ikut merasa senang, Kak. Bukanya bilang seperti itu. Menyebalkan sekali!”Saga terkekeh tanpa suara. “Maaf ...,”“Maaf apanya?! Ck! Apa jangan-jangan Kak Saga nggak suka kalau aku menikah lebih dulu?” Tuduh Starla.“Siapa bilang? Aku nggak mas