Mila menatap tajam ayahnya. Ternyata ia selama ini diawasi termasuk kemana pun ia pergi. Tetapi Mila tak punya waktu lagi untuk berfikir. Saat ini ia sedang ditembak langsung oleh keluarga Rian. Di sana ada orang tua Rian serta kakak kakak Rian. Rian memiliki 1 kakak tiri dan satu kakak kandung semuanya laki-laki. Semuanya telah menikah tetapi saat ini para istri mereka tak ikut."Mila, apa kamu ingin menikah dengan Rian?" tanya Pak Seno membuyarkan lamunan Mila."Hah? Langsung menikah?" celetuk Mila. Ia berlaku seperti anak remaja yang belum menikah saja. Wajahnya juga imut membuat keluarga Rian menilai kalau Mila terlihat belum menikah."Bu Mila, maaf kalau membuat Bu Mila terkejut. Tetapi saya ingin menunjukkan keseriusan saya. Ayah Bu Mila tadi juga menyampaikan kalau saya tak siap menikahi Bu Mila saya harus pergi meninggalkan Bu Mila. Kalau saya siap malam ini juga saya harus kemari membawa keluarga saya. Dan ancamannya kalau sampai menyakiti hati Bu Mila kepala saya akan dipeng
Mila masih merasa mimpi. Entah kenapa tiba-tiba perasaannya makin tak karuan. Setelah itu acara pun dilanjutkan makan malam bersama dua keluarga besar. Sementara Mila dan Rian masih duduk diam berdua di ruang tamu. "Bu Mila?" panggil Rian memecah keheningan mereka berdua.Mila hanya berdehem. Seakan ia masih bingung saja dengan apa yang terjadi malam ini."Tiba-tiba kita menikah saya," celetuk Rian.Mila masih saja bungkam. Ia terlihat begitu syok. Lalu Rian memberatkan diri untuk menggenggam tangan Mila. Mila hanya diam saja saat tangan itu untuk pertama kalinya menyentuh dirinya. Mila pernah bersalaman dengan Rian saat Rian bergabung menjadi manajer utama. Selain itu tak pernah ada kontak fisik di antara keduanya.Mila bergetar hebat. Rasanya asa listrik yang menempel pada dirinya. Perasaan sayang dan bingung campur jadi satu. Mereka masih saja saling diam. Hanya genggaman tangan mereka saja yang menyatu.Setelah cukup lama akhirnya Rian mengajak Mila untuk ikut bergabung makan ber
Pagi harinya ternyata Rian lebih dahulu terbangun. Ia melihat masih pukul 4 pagi. Ia menyadari ketika Mila ternyata menjadikannya guling. Mila memeluk erat dirinya bahkan kakinya juga berada di atas paha Rian.Sebagai lelaki biasa tentu dirinya merasa ada getaran yang tak biasa. Tetapi ia tak bisa langsung melakukan sebelum Mila benar-benar siap. Rian hanya memberanikan diri mengecup kening Mila. Kemudian Mila membuka matanya dan Mila langsung bangkit. Ia lupa kalau saat ini ia telah menjadi istri Rian. Ia mengira kalau tadi ia memeluk guling ternyata tidak."Kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Rian."Aku-aku nggak tahu tadi," sahut Mila masih berusaha mengumpulkan nyawanya."Sayang, aku senang deh kamu peluk begitu tadi. Boleh nggak kita melakukan sekarang?" tanya Rian. Ia sudah tak bisa lagi menahan gejolak dirinya. Terutama mulai saat ia sadar dipeluk oleh Mila.Pipi Mila merona. Ia sangat malu saat ini."Aku nggak memaksa kok. Kalau begitu aku mau mandi dulu, ya?" lanjut Rian kemudi
"Rian, besok kamu bekerja seperti biasa. Posisi mu di kantor masih sama. Begitu juga dengan kamu, Mila," ucap Pak Seno.Mila baru ingat kalau dirinya telah menyuruh Sera untuk menyelidiki tentang keluarga kepala gudang. "Iya, Ayah. Oh ya di gudang ada masalah.""Ayah sudah tahu itu, Mila. Dia sudah kembali bekerja seperti biasa. Ayah sudah tangani hal itu," sahut Pak Seno."Ayah, ternyata Ayah tetap mengcover semuanya, ya? Ayah memang hebat. Dan aku nggak ada apa-apanya," balas Mila."Ya, kamu anak Ayah. Ayah tak mau seperti yang sudah lalu. Memang ayah sempat kecolongan. Tetapi begitu ayah tahu tentang Adam, Ayah sangat geram," jelas Pak Seno.Suasana makan kembali normal. Hari ini Mila hanya berada di rumah bersama Rian sebagai pengantin baru. Tetapi siang hari Mila mengajak Rian untuk ke butik. Rian pun mengiyakan dengan senang hati. Sebenarnya uang mahar kemarin adalah tabungan Rian selama ini untuk bisa membeli rumah. Tetapi ternyata jodoh sudah lebih dahulu datang. Sehingga ia
"Jadi kamu benar pemilik butik ini, Yan?" tanya Mila mencairkan keheningan. "Iya, Mila. Aku sudah membuka butik ini sudah sekitar lima tahun. Dan aku bersyukur lebih baik terus," jawab Yana."Kamu sudah menikah, Yan?" "Sudah. Aku memiliki seorang anak perempuan. Sekarang sudah duduk di taman kanak-kanak," jawab Yana. "Ngomong-ngomong yang tadi itu bagaimana?" Yana dan Mila saat masih duduk di bangku kuliah memang tak begitu dekat. Hanya bertegur sapa ketika bertemu dan selebihnya tidak pernah. Yana juga dulu dikenal cukup tertutup."Iya, ini suamiku. Baru kemarin kami menikah. Aku dengan suamiku yang dulu sudah bercerai," jawab Mila. Ia tak ingin menjelaskan secara detail tentang kehidupan nya."Oh, begitu, ya? Berarti ini pengantin baru, ya?" goda Yana."Yah, begitu lah, Yan," sahut Mila. "Oh ya, kenapa kamu bisa berubah begini sih? Saat pertama kali aku lihat kamu aku sama sekali tak mengenal kamu loh tadi," tanyanya.Yana melemparkan senyum. "Yah, sejak mengenal suamiku aku mula
Mila segera membalas pesan dari Sera. [Semoga Sean bisa segera sembuh.]Sepulang bekerja, Mila mengajak Rian untuk menjenguk Sean di rumah sakit. Melihat Sera sedang duduk di samping Sera, Mila kemudian masuk ke dalam ruang rawat tersebut. "Sera," panggil Mila.Sera kemudian menoleh. "Bu Mila.'' Ia kemudian bangkit. "Mohon maaf saya hari ini tak bisa masuk. Dan saya belum mengucapkan selamat atas pernikahan Bu Mila dan Pak Rian. Saya tak menyangka bisa secepat ini."Mila tersenyum kemudian memegang tangan Sera. "Sudah lah. Nggak apa-apa. Yang penting anakmu sembuh. Untuk pernikahan ku dengan Rian memang begitu cepat. Ini sudah disiapkan semuanya sama ayahku. Jadi aku juga menyetujui saja," jawabnya."Memang kalau jodoh tak akan kemana ya, Bu? Sekali lagi selamat. Semoga menjadi keluarga yang bahagia dan bisa segera diberikan momongan," ucap Sera kemudian mengusap perut Mila. Ada keraguan memang di hati Mila. Karena dirinya pernah dikatain sebagai wanita mandul. Tetapi ia mengamini s
"Tapi aku khawatir kalau kamu nggak periksa. Apa aku minta dokter ke sini untuk memeriksa kamu?" usul Rian. "Nggak usah lah," tolak Mila. Kemudian perutnya seperti diaduk-aduk. Ia segera bangkit dan muntah di kamar mandi. "Aduh, aku kenapa, ya? Kenapa pusing dan mual sekali? Apa aku masuk angin," gumamnya. Rian langsung menggotong tubuh istrinya untuk dibawa ke tempat tidur lagi. "Tuh, kamu makin parah saja. Sudah, aku panggil kan dokter dulu, ya?" Saat Rian hendak menelpon dokter, Bu Yuni mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam kamar Mila dan Rian. "Tadi ibu mendengar Mila muntah-muntah, iya?" tanyanya."Iya, Bu. Katanya nggak enak badan, pusing dan tadi muntah-muntah. Badan Mila lemas sekali," jawab Rian dengan wajah cukup khawatir.Berbeda dengan Bu Yuni. "Wah, bisa jadi nih. Mila, ayo kamu tes urin sekarang juga!" perintah Bu Yuni."Ibu ini kenapa sih? Aku kan sakit cuma pusing dan muntah kenapa malah disuruh tes urin," protes Mila kemudian mual-mual lagi dan berlari menuju
Di rumah.Rian melihat Mila sedang berbaring di atas tempat tidur. Ia melihat mata Mila terpejam. "Masa dia sudah tidur? Padahal baru saja aku telepon dia?" gumamnya. Ternyata Mila tak tidur, ia mendengar ucapan Rian. "Kenapa? Aku Cuma memejamkan mata. Dan nggak tidur."Rian melepaskan pakaiannya. ''Maaf, Sayang aku hanya mengira saja kamu sudah tidur. Setelah ini kita ke rumah sakit, ya? Kita periksakan anak kita,'' ajaknya. Mila memang hanya memejamkan mata. Ia cukup lelah seharian ini harus bolak balik kamar mandi dan tak bisa makan sama sekali. Ia bahkan sudah makan beberapa kali tetapi tak ada sedikit pun yang masuk badannya terasa cukup lemah. Sehingga ia hanya ingin memejamkan mata untuk sebentar saja. Tetapi mendengar ucapan Rian yang seakan mencibirnya membuat dirinya kesal.Saat Rian keluar dari kamar mandi, Mila masih memasang wajah kesal. "Sayang, kamu kenapa?" tanyanya.''Nggak apa-apa," jawab Mila. Ia malas menjelaskan. ''Pasti kenapa-kenapa. Aku hanya tak mau kamu me