"Mobil saya di bengkel, Om. Kebetulan kemarin ditabrak orang dari belakang," jawab Bram dengan santai.Tak lama kemudian Mila pun datang dengan pakaian biasa dan sepertinya sudah mandi juga. Tercium bau wangi dari sabun. "Memangnya separah apa kok bisa sampai ringsek begitu, Bram?" telisik Pak Seno."Iya, Om. Aku juga nggak tahu sih. Kejadian nya di lampu merah dan pengendara motor itu langsung menancap gas. Wajahnya juga nggak terlihat. Dan yang semakin heran lagi ada sebuah kertas yang menempel di bamper belakang itu," jelas Bram.Pak Seno mengerutkan keningnya."Iya, Yah. Aku juga begitu. Tadi aku nggak sengaja nabrak orang nggak sampai jatuh sih orang itu terus kabur dan menempelkan kertas yang isinya "Jangan Menikah!" sahut Mila.Pak Seno menghela napas. "Sepertinya kalian sedang diteror. Tetapi siapa yang berani meneror kalian seperti ini? gumamnya. Bram pun mencoba memikirkan apakah dia memiliki musuh atau tidak. Ia pun merasa tak memiliki musuh. "Mila, kenapa kamu tadi tiba
Satu minggu sudah Mila mengawasi Pak Arman dan Santi. Baginya sudah cukup bukti untuk menyeret mereka ke penjara. Karena ternyata ada keterlibatan Santi saat memanipulasi data. Apalagi saat Mila tak berada di tempat ternyata melalui komputer yang Santi pegang mengambil data tanpa sepengetahuan Mila. Hari ini Mila memang sengaja sok baik kepada Pak Arman dan Santi. Ia masih pura-pura tak tahu jika sebenarnya hari ini Mila akan melihat kedua orang itu diseret ke penjara dengan dilihat seluruh orang kantor. Mila mengajak Pak Arman dan Santi makan bersama di ruangannya. Ekspresi wajah Santi juga terlihat biasa saja. Padahal kalau sedang berdua di ruangan Pak Arman bisa mesra sekali."Terima kasih atas jamuan makannya, Bu Mila. Ini sangat berarti sekali," ucap Pak Arman setelah selesai menikmati hidangan makan yang disediakan oleh Mila. Sedangkan Santi hanya diam saja dan masih menikmati makanan yang ada di depannya."Oh, ya. Ngomong-ngomong kalau besok kita dapat proyek apakah Pak Arman
"Tapi saya merasa belum siap, Bu. Itu adalah posisi yang cukup krusial," bantah Rian.Mila menghela napas. "Lalu, menurut kamu saya harus bagaimana? Bukankah resiko pekerjaan kamu bisa dinaik turunkan posisinya?""Maaf, Bu. Tetapi menurut saya apakah tidak mencari orang lain saja? Di divisi saya cukup banyak orang yang kompeten," sahut Rian.Mila makin penasaran. Kenapa ayahnya meminta Rian yang jadi manajer keuangan sedangkan Rian ini merasa tak sanggup. Memang menjadi manajer keuangan tidak lah mudah. Apalagi kalau menyangkut tentang uang. Contoh nya saja Pak Arman. Kinerja bagus saking bagusnya tak terendus uang digelapkan sampai milyaran. Memang tak membuat rugi perusahaan tetapi profit yang seharusnya tinggi sekali hanya menjadi tinggi saja. "Iya, Bu. Memang risikonya begitu. Tetapi apakah Bu Mila memang memberikan kesempatan untuk saya mencoba saya akan berusaha sebaik mungkin," sahut Rian."Rian, dengarkan saya! Pekerjaan ini bukan ajang untuk coba-coba, ya! Ini menyangkut kes
"Ya, Pak," sahut Mila.Polisi pun memberikan beberapa pertanyaan kepada Mila dan Pak Seno sebagai pelapor. Mila dan Pak Seno memberikan keterangan sejelas-jelasnya karena semua bukti sudah diberikan kepada pihak kepolisian. Tak lama kemudian Pak Seno dan Mila dihadirkan di sana juga."Pak Seno tolong jelaskan kenapa saya harus dibawa ke penjara? Saya sudah membantu perusahaan Pak Seno puluhan tahun. Apakah tak ada rasa empati kepada saya?" tanya Pak Arman langsung menjurus kepada Pak Seno. "Harusnya Anda yang tahu diri dong! Saya sudah percaya sepenuhnya kepada Anda lalu dengan seenaknya Anda mencuri uang perusahaan," sahut Pak Seno santai tetapi tegas."Oh, jadi perhitungan. Itu sudah bisa dibilang sebagai hak saya karena saya telah membesarkan nama perusahaan Anda," sahut Pak Arman. Entah seperti tak ada rasa malu telah jelas-jelas mencuri yang bukan haknya.Pak Seno berdesis. Jadi maksud Anda itu hak Anda karena telah membantu di perusahaan saya? Anda kira saya tak pernah menggali
Mila tak sempat menjawab. Ia hanya sempat membaca sekilas kemudian terlelap dalam tidur. Keesokan harinya, Mila baru ingat pesan dari Bram. Dan menyampaikan kepada ayahnya perihal usulan Bram."Sebaiknya kamu ambil cuti dulu, Mila? Tinggal satu minggu lagi kamu menikah dan kamu hanya memikirkan pekerjaan," tutur Bu Yuni."Nggak bisa, Bu. Di kantor cukup sibuk sampai aku juga nggak sempat istirahat. Kan semuanya sudah diurus sama ibu 'kan? Nanti juga nggak banyak acara hanya akad saja. Aku kira semuanya bisa berjalan cepat," sahut Mila seraya menikmati sandwich yang tersedia."Tapi, Mila. Kamu juga butuh istirahat! Jangan nanti kamu sudah hari H kamu terlihat lesu dan tak fresh. Kamu juga harus perawatan tubuh lah minimal," balas Bu Yuni. Ia juga tak mau kalau putrinya terlihat tak seperti putri yang sangat cantik di hari pernikahan nya."Hmm, iya. Nanti akhir pekan aku akan libur, Bu. Tapi untuk satu minggu ini juga nggak bisa. Lagipula setelah masalah Pak Arman kemarin Ayah menunjuk
"Iya,bukannya kamu dapat jatah makan di ruangan mu?" tanya Mila. Karena memang pimpinan perusahaan memiliki jatah makan yang diantar ke ruangan termasuk juga Rian dan Mila."Iya sih, Bu. Cuma saya lebih nyaman beli di sini saja. Sudah terbiasa juga. Juga bisa berkumpul sama teman-teman. Karena kalau di ruangan sendiri kesepian," jawab Rian dengan tersenyum tipis."Iya juga sih. Ya sudah kamu pesan makanan lalu duduk di sini! Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan," ucap Mila. Rian pun mengangguk kemudian menuju ke pemesanan makanan. Tak lama kemudian Rian pun menyusul ke meja Mila berada. "Bu Mila mau tanya apa?" tanyanya."Oh iya. Kamu tahu kalau menu andalan di sini rawon?" tanyanya. Entah kenapa Mila ingin berbasa basi dengan Rian."Iya, Saya tahu kok, Bu. Hanya saja saya nggak terlalu suka rawon jadi saya jarang pesan rawon. Katanya sih memang enak dan sesuai dengan lidah para karyawan di sini," jelas Rian sembari menikmati makanan yang telah ia pesan.Mila hanya melihat Rian
Setelah sampai di rumah ibu tadi, Mila dan Bram juga disuguhkan air serta makanan ringan."Merepotkan sekali saya, Bu," ucap Mila."Nggak apa-apa. Saya juga jarang kedatangan tamu kok. Oh ya perkenalkan saya Luluk. Jadi hubungan kalian dengan keluarga Bu Retno apa ya?" tanya Bu Luluk."Saya adalah mantan istri Adam, Bu. Sekitar satu tahun yang lalu kami bercerai. Dan kedatangan kami ke sini untuk memberitahukan kepada Bu Retno dan Adam untuk pernikahan saya yang satu minggu lagi akan digelar. Tetapi saya juga bingung kenapa rumahnya kok sepi dan ditumbuhi banyak rumput liar seperti itu," jelas Mila. Bu Luluk hanya manggut-manggut saja. "Oh, jadi begitu ya? Tak mengira saya. Sebenarnya satu tahun yang lalu setelah Adam pindah ke sini mereka di rumah itu sering sekali cekcok. Menantu Bu Retno alias istri Adam itu sering sekali juga ribut. Suasana di sini jadi agak nggak nyaman karena setiap hari di rumah itu selalu saja ribut. Nggak ada hari tanpa ribut."Bu Luluk menghela nafas. Seper
Mila menuju ke mobil Bram. Ia juga menyempatkan untuk berdoa agar diberikan ketenangan kepada Bu Retno, Hana dan calon anaknya. Walau bagaimana pun mereka pernah tinggal bersama. Setelah itu Mila pun bergegas pulang. Ia kembali memikirkan tentang Adam yang sedang buron. Apakah yang menerornya selama ini adalah Adam? Lalu kenapa harus meneror. "Bram, kita harus hati-hati! Sebaiknya kamu tak keluar malam. Aku hanya takut kamu akan dicelakai oleh orang yang selama ini meneror kita," ucap Mila."Iya, Mila. Aku juga berhati-hati. Yang paling aku khawatir kan adalah kamu karena kamu adalah calon istriku," sahut Bram.Mila hanya tersenyum. Ia tak bisa menunjukkan rasa sayang berlebih kepada Bram karena sampai saat ini ia masih belajar untuk mencintai Bram.Tak lama kemudian Bram pun telah sampai di rumah Mila. Pak Seno rupanya menunggu kedatangan mereka berdua di teras rumah."Kalian dari mana saja? Kok baru pulang. Ayah telepon kalian nggak ada yang nyambung," tanya Pak Seno dengan raut w