Mila langsung bangkit. Ia baru tahu kalau yang dikirimkan kepada Rian adalah sebuah mobil. Ia kemudian keluar menemui ayahnya yang ternyata sedang berada di ruang tengah bersama ibunya."Ayah, kata Rian yang dikirimkan ke rumahnya adalah mobil. Kan aku tadi minta sebuah motor," ucap Mila."Iya, Mila. Ayah sengaja memberikan dia sebuah mobil. Nyawamu telah diselamatkan olehnya. Itu juga karena kamu. Apa salahnya kalau ayah memberikan mobil," sahut Pak Seno santai. Bu Yuni pun ikut tersenyum."Oh, jadi memang sengaja, ya? Tapi kata Rian nggak mau menerima mobil itu. Ini dia hubungi aku katanya nggak bisa menerimanya," balas Mila."Mila, sini duduk!" titah Pak Seno. Mila kemudian duduk di samping ayahnya. "Kamu kan punya kedudukan, kenapa harus takut? Agar ia menerima pemberian kita kamu ancam saja dengan posisi kamu.""Maksud ayah?" Mila tak mengerti dengan ucapan ayahnya.Pak Seno kemudian memberikan petunjuk kepada Mila. Mila pun hanya manggut-manggut saja.Mila kemudian kembali ke ka
"Kamu nggak perlu minta maaf, Mila! Karena kamu nggak bersalah. Mama yang minta maaf! Kamu sudah makan? Ayo kita makan!" ajak Bu Ningtia. "Terima kasih, Tante. Tapi saya harus kembali ke kantor. Saya ke sini hanya ingin minta maaf," sahut Mila."Baik lah. Nanti kamu sering-sering main ke sini, ya? Mama ingin hubungan kita tetap baik-baik saja!" balas Bu Ningtia.Mila pun meninggalkan rumah Bu Ningtia. Lega ternyata mantan calon ibu mertuanya nggak marah dan memutuskan hubungan. Ia hanya merasa tak nyaman jika harus seperti itu. Apalagi tadi Bu Ningtia masih menyebutkan dirinya Mama di hadapan Mila. Memang selama ini Bu Ningtia telah menganggap Mila sebagai anaknya. Meskipun belum menikah dengan anaknya. Apalagi kini anaknya telah meninggal dan tak akan pernah kembali.Mila kembali ke kantor. Ia melihat Sera masih berkutat dengan pekerjaan barunya. "Sera, bagaimana pekerjaan barunya?" tanyanya."Saya masih berusaha melakukan yang terbaik, Bu. Ini masih saya pelajari. Nanti kalau saya
"Saya tak memiliki keluarga, Bu. Saya hanyalah dari anak panti asuhan. Setelah saya lulus SMA Saya memutuskan untuk keluar dari panti karena ingin hidup mandiri. Kemudian saya kerja sambil kuliah kebetulan saya dapat beasiswa. Setelah saya lulus kuliah langsung bertemu dengan suami saya ini. Tetapi ya begitu kerjanya pelayaran dan jarang pulang," jelas Sera.Mila tertegun mendengar cerita Sera tersebut. Ia berkali-kali lipat harus bersyukur memiliki keluarga yang lengkap dan punya banyak segalanya. "Kamu wanita hebat, Sera," pujinya."Bu Mila jauh lebih hebat. Bu Mila bisa jadi seorang direktur utama," balas Sera."Yah karena pemilik perusahaan itu adalah ayah saya sendiri. Bagaimana kalau kita berteman? Aku merasa kesepian. Aku mau punya teman yang bisa aku ajak ngobrol jalan-jalan dan sebagainya. Aku bosan dengan kehidupan yang selama ini aku jalani," usul Mila."Bu Mila tidak boleh begitu! Banyak sekali orang di luar sana yang membutuhkan pekerjaan. Sedangkan Bu Mila bisa bekerja d
Mila menunduk. Sebenarnya ia jua malu menceritakan itu kepada bawahannya. Tetapi ia merasa memang butuh teman untuk sekedar mengungkapkan uneg-unegnya. "Yah, tapi saya minta kalian jangan sampaikan kepada siapa-siapa ya?" ucapnya. Kemudian cairan bening dari ujung netranya pun luruh tak terbendung. Entah ia mengingat sesuatu yang memilukan yang mana dalam hidupnya. Sera pun mengusap punggung Mila. Sedangkan Rian hanya diam mematung. "Sabar, Bu. Saya yakin setelah ini Bu Mila bisa menemukan kebahagiaan," ucap Sera.Mila masih saja terisak. Rian memberikan sapu tangan kepada Mila. Mila pun meraih nya dan mengusap air matanya dengan sapu tangan pemberian Rian. "Terima kasih, Sera. Hari ini jujur saya justru merasa senang. Karena saya bisa menangis. Karena selama ini Mila merasa tak bisa bercerita selain kepada orang tuaku."Rian tak tega melihat Mila menangis. Segera ia memberikan air mineral kepada Mila agar sedikit tenang. "Ini, Bu," ucapnya.Mila lagi lagi meraih pemberian Rian. Men
Keesokan harinya, Mila ke kantor seperti biasa. Tak diduga ternyata ia berjalan bersisi dengan Rian. Ia masih mengingat ucapan Rian kemarin tentang arti sebuah pernikahan."Pagi, Bu Mila," sapa Rian."Pagi," balas Mila.Mereka berjalan berisi sampai lantai atas dan terpisah oleh ruang kerja. Di depan ruang kerja Mila sudah ada Sera yang duduk. "Selamat pagi, Bu," sapa Sera. "Pagi, oh ya tolong berikan laporan minggu ini, ya!" pinta Mila lalu beranjak menuju ruang kerjanya.Tak lama kemudian Sera masuk dan menyerahkan laporan yang diminta oleh Mila. Mila mempelajari. Seperti biasa ia selalu meneliti setiap kalimat yang ada. Karena ia tak mau sampai kecolongan lagi.Dari divisi keuangan aman. Karena paling penting memang adalah divisi keuangan. Rupanya Rian memang pandai mengurus keuangan.Mil kembali mengecek ke laporan yang lain. Perusahaan yang berjalan di bidang garmen itu memang sudah sangat lama. Bahan yang dipakai memang yang terbaik. Dan sebagai bahan mentah dibawa dari luar n
"Lalu? Harus merugikan perusahaan? Itu artinya perusahaan telah memberikan kepercayaan kepada orang yang salah, ya? Seperti yang Anda lakukan itu? Lalu saya harus bagaimana?" tanya Mila. Ia ingin tahu respon dari Pak Niko. Ia kemudian meminta kepada Sera untuk masuk dan mencari tahu lebih lanjut tentang keluarga Pak Niko dengan berbisik."Saya memilih untuk dipecat saja, Bu! Saya sudah bersalah. Tidak layak saya dipercaya lagi oleh perusahaan ini," jawab Pak Niko dengan raut wajah begitu sedih."Sekarang Anda silakan kembali ke tempat Anda bekerja! Saya akan memikirkan masa depan Anda di perusahaan ini," titah Mila. Pak Niko kemudian meninggalkan ruang kerja Mila.Mila menghela nafas kasar. Ada saja masalah di perusahaan. Dari masalah kecil sampai masalah besar. Tak mudah memang menjadi pemimpin. Tetapi kenapa banyak orang berebut menjadi pemimpin. Apalagi seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hari kelak saat ia memimpin di dunia.Tak terasa sudah jam makan siang. OB ka
Rian menghela nafas panjang. "Saya memang tak pandai merayu perempuan. Sehingga tak ada perempuan yang pernah saya rayu sampai saat ini. Tetapi itu bukanlah tujuan saya."Mila makin kagum saja sama Rian. "Bu Mila kenapa ingin tahu tentang cerita saya kemarin?" tanya Rian.Mila menyandarkan punggung di kursi. Ia ingin menyampaikan jawaban yang baik dan tidak membuat malu saja. "Nggak apa-apa. Aku hanya ingin tahu saja.""Bu Mila, laki-laki yang seperti apa yang bisa menjadi pilihan Bu Mila sebagai suami?" tanya Rian.Kenapa Rian bertanya seperti itu. Mila jadi salah tingkah. "Oh, sebenarnya saya tidak muluk-muluk. Saya pernah menikah dan gagal. Tetapi utama dalam pernikahan adakah kesetiaan, kejujuran dan saling terbuka. Kalau dulu saya menginginkan laki-laki yang mapan dan tampan. Tetapi semua itu tak berlaku lagi ketika saya pernah gagal dalam pernikahan."Rian menunduk. Ia memang tak banyak memandang Mila saat berbicara atau mengalihkan pandangan kepada Mila saat berbicara. "Sifat
''Rian, tahu kah kamu kalau saya dicap mandul oleh almarhum ibu mertua saya? Saya bahkan belum bisa memiliki anak di usia pernikahan saya yang waktu itu sudah menginjak lima tahun," balas Mila.Rian kini menatap wajah Mila. "Bu, masalah anak adalah prerogatif Tuhan. Kita hanya bisa berusaha. Tapi yang saya tahu Mila telah memeriksakan diri dan dinyatakan sehat oleh dokter. Bukan jadi masalah juga hal itu. Kalau pun Bu Mila tidak bisa memiliki anak itu bukan masalah. Karena pernikahan bukan melulu soal anak. Tetapi ibadah."Mila menunduk. Ia memang sampai saat ini belum tahu apakah anak dari Hana memang lah anak Adam atau bukan. Karena Adam juga tak pernah bercerita. "Sepertinya ini sudah cukup larut. Bu Mila sebaiknya pulang saja! Saya akan mengikuti Bu Mila dari belakang sampai rumah. Yah, hitung-hitung agar saya tahu saja rumah Bu Mila," usul Rian.Mila kemudian mendongak melihat sinar mentari pun hanya menyisakan warna merah di langit dan makin lama makin hilang. Sejak tadi ia han