Dini hari, di kota Lyon Prancis, seorang wanita muda berusia dua puluh tiga tahun sedang mengemas semua barang-barangnya, lalu dimasukkan ke dalam koper. Setelah selesai, ia keluar dari dalam kamar sambil menarik kopernya yang terasa berat. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuruni anak tangga.
Elyana terus berjalan menuju pintu keluar dengan mengendap-endap. Matanya penuh waspada menatap kiri dan kanan bagaikan seorang pencuri yang takut tertangkap oleh sang pemilik rumah. Di persimpangan jalan, sudah ada mobil hitam yang menunggunya dengan dua orang—pria dan wanita—di dalamnya.
"Elyana, ayo cepat masuk!" teriak Arani ketika melihat tubuh ramping tersorot oleh lampu jalan berwarna kuning keemasan itu berjalan mendekat sambil menarik koper berwarna merah muda.
Arani segera membuka pintu mobil untuk Elyana, lalu teman prianya membantu memasukkan koper ke dalam bagasi mobil.
"Apa kau sudah siap?" tanya Arani setelah mereka masuk ke dalam mobil.
"Ya, aku sudah siap. Kita bisa berangkat sekarang!" balas Elyana dengan pelan. Ia duduk sendiri di kursi belakang dan menyandarkan punggungnya di sana sambil memejamkan mata.
Ada keraguan yang terlintas di hatinya ketika memutuskan untuk kabur dari rumah demi menghindari perjodohan yang akan dilakukan oleh Yuan Louis—kakeknya—besok siang. Ia tidak punya pilihan lain selain pergi meninggalkan kota ini dan bersembunyi di tempat tinggal sahabatnya—Arani. Karena Elyana benar-benar tidak ingin menikah dengan pria pilihan kakeknya.
Terdengar Daniel berkata sambil mengendarai mobilnya, "Baiklah, kita berangkat sekarang. Setelah tiba di bandara, aku harus segera kembali ke rumah, tidak bisa menemani kalian lagi. Tidak apa, kan?"
"Baiklah, tidak masalah! Kami bisa menunggu jadwal penerbangan, berdua. Iya, kan, El?" tanya Arani sambil menoleh ke belakang. Terlihat Elyana menutup mata sambil melipat kedua tangan di depan.
"Hem, Iya!" Elyana menjawab tanpa membuka matanya. "Jika sudah sampai di Kota Paris, kami akan segera menghubungimu!"
Ya, tujuan mereka saat ini adalah kota Paris. Kota besar di negara Prancis, sekaligus tempat tinggal Arani saat ini.
Karena, sudah dua tahun ini Arani tinggal dan bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran yang ada di pusat Kota Paris. Elyana berencana untuk tinggal di rumah sewaan Arani dan mencari pekerjaan juga di sana. Elyana harus mencari pekerjaan yang aman, yang tidak dapat ditemukan oleh orang suruhan Yuan Louis.
Tapi, pekerjaan apa yang tidak mudah ditemukan oleh orang hebat seperti Yuan Louis? Elyana harus memikirkannya dengan sangat matang.
***
Di pagi hari, seisi rumah dihebohkan dengan kemarahan Yuan Louis setelah mengetahui cucunya pergi dari rumah.
Semua orang berkumpul di ruang keluarga dan menerima perintah dari Yuan Louis, termasuk cucu pertamanya, Rosyana.
"Baik, aku akan mencari Elyana ke rumah teman-temannya! Tapi sekarang, Kakek harus tenang dulu, jangan terlaku emosi. Nanti tekanan darah Kakek naik lagi," ucap Rosyana menenangkan. Ia khawatir dengan kondisi kakeknya yang marah tanpa henti.
Pasalnya, semua orang di rumah ini sudah menerima amarah dari Yuan Louis—dari pagi hingga siang. Tentu, itu akan menguras tenaga dan pikiran pria tua itu.
"Rosyana! Dalam keadaan seperti ini, bisa-bisanya kau mendoakan aku darah tinggi. Apa kau ingin aku segera mati, lalu kau bisa mendapatkan setengah dari hartaku lagi?" tuduh Yuan Louis pada Rosyana, masih dengan emosi.
"Apa setengah dari harta peninggalan ayahmu yang aku berikan kemarin, masih tidak cukup untuk hidupmu?" ucapnya lagi, masih belum puas. "Itulah alasan, mengapa kali ini aku ingin menjodohkan Elyana dengan pria pilihanku. Aku tidak ingin Elyana memilih pria yang salah sepertimu. Hanya demi memenuhi syarat dariku, kau mendapatkan suami dengan asal. Dan akhirnya, kau pun bercerai, kan?"
Rosyana tidak berbicara lagi. Ia tahu, semua yang diucapkan oleh kakeknya itu benar. Dirinya menikah, hanya demi mendapatkan setengah bagian dari harta kekayaan peninggalan ayahnya. Dan sekarang, Rosyana sudah bercerai karena suaminya memiliki wanita idaman lain. Hatinya sangat sakit mengikat tentang hal itu.
Terdengar, Yuan Louis berkata pada semua orang, "Periksa kembali rekaman CCTV yang ada di luar. Ke mana arah perginya Elyana tadi malam?"
"Maaf, Tuan Besar! Dari hasil rekaman CCTV, Nona Kedua pergi menggunakan mobil hitam, dibantu dua orang pria dan wanita. Setelah kami cek nomor mobil tersebut, ternyata itu milik teman Nona Kedua," ucap Judis dengan yakin.
Sebagai asisten pribadi yang sudah mengabdikan dirinya lebih dari dua puluh tahu, Judis tahu betul apa yang harus dilakukannya. Tanpa menunggu perintah dari Yuan Louis. Ia sudah melihat rekaman CCTV dan mencari tahu orang yang membawa Elyana pergi. Bahkan ia sudah memberi perintah pada bawahannya untuk segera membawa orang itu kemari.
Benar saja, tidak lama, Daniel pun datang dibawa oleh dua orang pria yang berpakaian hitam dengan tubuh tinggi dan besar. Daniel dipaksa berlutut di hadapan Yuan Louis dan menjelaskan apa yang terjadi semalam.
"Ke mana kau membawa Elyana pergi?" tanya Yuan Louis dengan sorot mata berapi-api. Kemarahannya sudah memuncak hingga ke ubun-ubun.
Menghilangnya Elyana hari ini akan menghancurkan citranya sebagai orang nomor satu di kota ini. Karena sebelumnya, ia sudah mengumumkan pesta pertunangan Elyana dengan Dimitri Fandes—pengusaha kaya berusia empat puluh tiga tahun—berstatus duda beranak satu.
Jika sampai acara pertunangan itu tiba-tiba dibatalkan karena sang wanita kabur dari rumah ... mau disimpan di mana muka Yuan Lous?
Dimitri dan keluarganya pasti akan marah karena merasa telah dipermainkan oleh Yuan Louis.
Itu sangat memalukan!
Bukan hanya nama Yuan Louis saja yang akan malu, tapi juga seluruh anggota keluarga Louis.
"Cepat katakan!" Yuan Louis tidak sabar melihat Daniel terus bungkam. "Tadi malam ... ke mana kau membawa Elyana pergi? Jika kau masih tidak mau menjawab, aku akan melaporkan ini pada orang tuamu."
Yuan Louis berkata lagi, "Aku ingin tahu, apa reaksi mereka ketika mengetahui anak sulungnya menculik nona kedua keluarga kami? Apa mereka masih ada muka untuk bertahan tinggal di kota Lyon?"
Ancamannya kali ini benar-benar membuat Daniel ketakutan.
Daniel tahu tentang kehebatan dari keluarga Louis yang mampu menyingkirkan satu keluarga hingga menghilang tanpa jejak dari kota Lyon. Ia tidak ingin keluarganya lenyap dan menghilang seperti keluarga yang lain karena menyinggung Tuan Besar Yuan Louis.
Dengan merangkak sambil menyentuh kaki Yuan Louis, Daniel menjawab dengan terbata, "Ta-tadi malam, El-Elyana pergi ke bandara bersama deng-dengan Arani! Me-mereka pergi ke-ke ...."
"Ke mana perginya mereka?" teriak Yuan Louis sambil menghentakkan satu kakinya ke lantai.
"Mereka pergi ke kota Paris!" Akhirnya Daniel mengatakannya.
Walau sejak awal, ia sudah berjanji tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun, tapi saat ini, keluarganya dalam bahaya. Daniel tidak bisa terus diam demi menutupi rahasia Elyana hingga mengabaikan keselamatan keluarganya sendiri. Ia terpaksa memberitahu Yuan Louis demi keselamatan keluarganya.
"Apa? Kota Paris?" Yuan Loius terkejut mendengar jawaban dari Daniel.
"Untuk apa Elyana pergi ke sana?" tanyanya dengan penasaran.
"Saya tidak tahu tentang hal itu, Tuan!" Daniel mengiba. Takut jika Yuan Louis akan memberinya hukuman karena telah membantu Elyana kabur.
"Maafkan saya, Tuan! Saya akan memberitahu Anda alamat tempat tinggal Arani di Paris. Asalkan Anda membebaskan aku!" Daniel terus memohon. Berharap, Tuan Louis membebaskan dirinya.
"Judis!" panggil Yuan Louis dengan suara menggema. "Catat, di mana alamat rumah bocah itu. Segera kau pergi ke sana dan bawa Elyana pulang sebelum acara pertunangan itu dimulai!"
"Baik, Tuan!" Judis segera membawa Daniel ke sebuah ruangan. Dia memaksa Daniel untuk segera mengatakan "Di mana tempat tinggal Arani" secara lengkap. Setelah itu, Daniel dihajar hingga babak belur oleh dua orang yang tadi membawanya ke rumah Yuan Louis. Ia dilempar ke jalan dengan darah dan luka di sekujur tubuhnya. Tidak diantar pulang oleh mereka, Daniel tertatih menghentikan taksi yang lewat. Melihat kondisi Daniel yang menyedihkan, tidak ada satu taksi pun yang mau berhenti dan membawa Daniel pergi. Mereka takut disalahkan karena membawa seorang penumpang yang penuh luka di tubuhnya. Masih untung jika orang itu tidak mati di dalam taksi. Jika mati? Sopir taksilah yang akan disalahkan. *** Di siang hari, Elyana terburu-buru keluar dari dalam rumah Arani sambil menarik kopernya. Ia memegang ponsel dengan tangan bergetar sambil mendengar seseorang berbicara dari seberang telepon. "Sekarang, aku dir
Setelah Felix benar-benar pergi, David kembali turun ke bawah. Ia meminta pelayan untuk menyiapkan banyak makanan untuk Elyana, karena tadi kata Felix "Tidak ada makanan di perut wanita itu." Di malam hari, Elyana sudah mulai tersadar. Ia membuka matanya menatap sekeliling ruangan yang nampak redup. Hanya ada lampu berwarna kuning keemasan—di samping tempat tidur—yang menerangi ruangan itu. Elyana tidak bisa melihat setiap sudut ruangan itu dengan jelas. Namun, ruangan itu nampak asing di matanya. Ketika Elyana mencoba untuk bangun, lalu duduk dan bersandar di kepala tempat tidur, tiba-tiba sekujur tubuhnya terasa sakit dan nyeri. Apalagi kaki ... kakinya terasa ngilu dan juga perih. "Sudah bangun? Apa kau lapar?" tanya seorang pria yang ada di dalam kamar sambil meletakkan majalah di atas meja, lalu ia berdiri. David berjalan menghampiri Elyana. Tiba-tiba Elyana terkejut melihat sosok tinggi dan besar itu berjalan ke a
David dan Felix berjalan bersama menaiki anak tangga menuju lantai dua—kamar David—untuk melihat keadaan Elyana. Di tangan kirinya, Felix memegang sebuah kantong plastik berwarna putih dengan hawa panas yang terasa disekitar plastik itu. Setelah sampai di depan pintu kamar, Felix segera menyerahkan kantor plastik kecil itu pada David. "Tadi di jalan aku membeli ini untuk wanita itu!" Felix mengulurkan tangan, memberikannya pada David. "Apa ini?" David menerimanya. "Bubur!" jawab Felix. "Untuk meredakan rasa sakitnya, wanita itu harus makan obat pereda sakit. Sebelum makan obat, dia harus makan dulu, kan? Jadi, aku membawakan ini, untuknya." Hehe! Ini adalah cara Felix untuk mendapatkan simpati dari David. Ia tidak ingin sahabatnya itu menyulitkan dirinya di kemudian hari karena kelancangannya tadi yang berani memarahi David. Jadi sekarang, Felix berperan sebagai teman yang amat sangat perhatian pada wanita yang David rawat. &nb
'Hah, David? Mengapa dia melakukan hal ini?' Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, membuat Elyana semakin bingung. Tidak ingin membuat pelayan itu kesulitan, Elyana akhirnya mengiyakan. "Baik, aku akan segera turun!" Setelah itu, pelayan pergi meninggalkan Elyana. Ketika Elyana kembali masuk ke dalam kamar, tiba-tiba terdengar dering ponsel dari atas meja rias. Ia segera mengambil ponsel dan melihat nomor asing di layar ponselnya. Elyana sedikit ragu untuk mengangkatnya. "Apa ini Kakek? Tapi, semua nomor orang suruhan Kakek dan Judis sudah aku blokir semua. Tidak mungkin mereka menghubungiku lagi." Terdiam beberapa saat, dering ponsel itu kembali terdengar. Tidak mungkin Elyana terus mengabaikan panggilan itu. Dengan penasaran, ia segera menekan tombol hijau pada layar. "Halo!" sapanya dengan ragu. Terdengar suara wanita paruh baya dari seberang telepon, "Apa benar ini dengan Eli?
Selama satu bulan bekerja di rumah keluarga Isabel, Elyana selalu menahan rasa marahnya atas perlakuan buruk Isabel karena dirinya adalah pelayan d rumah itu. Dan sekarang, Isabel berani merusak ponsel pemberian dari mendiang ibunya. Elyana jelas tidak akan memaafkan Isabel. Masalah pekerjaan, jika sampai dirinya dipecat, itu tidak masalah. Elyana masih bisa mencarinya di tempat lain. "Sekarang, ambil ponselku dari lantai. Cepat!" Elyana memerintah Isabel sambil menunjuk ke bawah. Memaksa Isabel untuk memungut ponselnya yang sudah rusak di lantai. "Hah, Eli, gadis jelek! Kau berani memerintahku? Atas dasar apa kau berani memerintahku mengambil ponsel jelekmu itu?" bantah Isabel dengan segera. Ia tidak terima dengan tingkah pelayannya yang bernai memerintah, bahkan menunjuk-nunjuk dirinya. Kemarin-kemarin, pelayannya ini terlihat sangat jelek dan lugu. Tapi sekarang ... dia bernai membentak Isabel. 'Apa Eli salah minum obat? Obat kesurupan!'
Ada kepanikan di dalam hati Elyana ketika menyadari bahwa pria itu adalah David—pria yang bersamanya satu bulan yang lalu. Waktu itu, Elyana pergi tanpa pamit dari rumah David. Padahal pagi harinya, pria itu melarang Elyana meninggalkan rumah dan berjanji akan mengajaknya makan malam untuk merayakan kesembuhannya. Tapi, Elyana teta pergi dari rumah mewah tersebut. Di siang harinya sebelum Elyana pergi, David mengirim makanan yang sangat lezat untuk dirinya. Dan sekarang .... 'Bagaimana aku menghadapinya?' "Eli, ayo!" bisik Nosy sambil menarik lengan Elyana. Ia sedikit mencubitnya agar menyadarkan wanita itu. "Kau tidak bisa mudur di tengah jalan seperti ini. Uang satu juta dolar sudah kami transfer ke rekeningmu. Jika sekarang berubah pikiran, kau harus membayar tiga kali lipat," ancam Nosy dengan mengeratkan gigi. Ia menarik tangan Elyana, memaksanya untuk berjalan. Mendengar ancaman dari Nosy, Elyana segera tersadar. Ia mel
"Sudah! Tuh, lihatlah!" ucap Felix sambil mengarahkan ponselnya ke wajah Edwin. Jarak dari ponsel ke wajah Edwin sangatlah dekat, hingga pria itu mundur ke belakang untuk menghindar. "Ya, Tuan! Tapi maaf, singkirkan ponselnya dari wajah saya!" Edwin memiringkan tubuhnya ke belakang, menghindari tangan Felix yang semakin lama semakin mendekat. "Aku hanya khawatir, kau tidak bisa melihatnya dengan jelas. Coba, lihat satu kali lagi. Kelihatan atau tidak?" Felix masih mempermainkannya. Membuat Edwin semakin memiringkan tubuhnya ke belakang. "I-iya, Tu-Tuan! Saya sudah melihatnya. Ahhhhh—" Tiba-tiba, terdengar suara gaduh diiringi tubuh Edwin yang terjungkal ke belakang bersama dengan kursi duduknya. Semua orang segera menoleh untuk melihat keributan itu. Edwin berbaring di lantai dengan kaki yang mengacung ke atas, karena kursinya masih diduduki. Ia segera menatap kiri dan kanan, melihat semua orang sedang memperhatikan dirinya.
"Pergi ke mana, Elyana?" tanya David dengan perasaan tidak enak. Ia khawatir akan kehilangan wanita itu lagi. "O, iya! Dari mana kau tahu bahwa Elyana sudah pergi? Jangan-jangan, kau menguntit Elyana di hotel?" tuduh David pada Edwin. Tuduhan itu membuat Edwin tidak enak. "Tuan! Jika sekarang saya tidak mengikuti Nona Elyana, mungkin Anda akan segera membunuh saya. Sekarang, taksi yang ditumpangi Nona Elyana mengarah ke jalan selatan. Saya masih menguntit taksi mereka dari belakang," jawab Edwin dengan berani. Ia tidak ingin dituduh sebagai penguntit oleh majikannya, karena itu terlalu kejam. "Hah? Jalan selatan?" tanya David dengan pelan. Juga merasa lega karena asistennya sedang mengikuti taksi yang ditumpangi oleh Elyana. "Ya, Tuan! Taksi Nona Elyana berjalan menuju jalan selatan." Edwin masih memegang roda kemudi dan menggerakkannya dengan lincah. Walau mata tertuju pada taksi yang ada di depan mobilnya, namun telinga tetap fok