Berdiri dari duduk. Ellio balikan tubuh beriringan dengan terbukanya pintu. Manik mata Ellio bertemu dengan manik mata Iliana. Iliana melangkah masuk dengan wajah terlihat tidak baik-baik saja. Menghentikan langkah kak sedikit jauh dari Ellio. "Apa kabar?" tanya Iliana."Baik. Kamu sendiri?""Baik. Akhirnya kita bertemu setelah beberapa kali menolak ajakan aku bertemu.""Karena Kalian sudah saling bertemu seperti ini ada baiknya pergi untuk mengobrol," ucap Lusi yang masih duduk di kursi-nya."Gak, Lu. Lio pasti sibuk." Sembari menatap Lusi."Kak Lily!" Lusi terlihat tidak suka dengan sikap penyabar Iliana. Seharusnya bukan seperti itu sikap yang seharusnya Iliana atau bisa kita sebut Lily itu setelah beberapa tahun tidak bertemu dengan laki-laki yang masih ia cinta. Lelaki yang selama ini mengabaikannya."Kita bisa pergi bersama," ujar Ellio.Riehla sedang berjalan santai di dekat Lobi dengan salah satu tangan yang memegang sebuah kertas dan retina matanya menangkap suatu pemandangan
Bukannya tidak percaya akan cinta yang diberikan Ellio selama ini. Tatapan tulus penuh cinta dan perhatian itu terlihat jelas terpancar di sana. Hanya saja kenapa Ellio harus menyembunyikannya dari Riehla? Memangnya kenapa jika menceritakannya? Menceritakan masa lalu bukan sesuatu yang buruk. Riehla tidak mengerti dengan apa yang berada di kepala Ellio.Seorang lelaki yang sedang mengemudikan mobil-nya, terus berusaha menghubungi sang kekasih yang sejak siang tadi tidak juga mengangkat teleponnya. Ini kali pertama Riehla mengabaikannya. Seingat Ellio sesibuk-sibuknya Riehla, perempuan itu masih sempat mengirim pesan. Tentu Ellio khawatir. Pikirannya sedetik pun tidak bisa lepas dari Riehla.Menghentikan mobil di depan Kantor Lily. Keluar dari dalam, menghentikan langkah kaki di depan pintu yang sudah ditutup. Mencoba melihat ke dalam yang sudah gelap. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang satpam."Apa semua karyawan sudah pulang?""Iya. Saya baru saja mengeceknya.""Gitu yaa." Mel
Ellio sandarkan kepala ke sandaran kursi, lalu melipat kedua tangan di depan dada. Tidak sepatah kata pun berhasil lolos dari mulut-nya. Yura yang melihat itu pun tahu apa yang sedang terjadi. "Mau kapan kalian seperti ini?" tanya Yura."Kamu sendiri sudah coba tanya Riehla?"Yura menggelengkan kepala. "Beberapa hari ini aku sibuk, jadi belum ada waktu bicara sama Riehla.""Kak Ellio gak tahu harus seperti apa.""Satu hal yang aku tahu, kalau jangan terlalu lama memberinya waktu. Bisa-bisa keadaan semakin buruk dan Kak Ellio kehilangan Riehla."Iliana melangkah masuk ke dalam Ruang Kerja sang Adik. Menarik kursi, mendudukkan diri. "Kakak dengar kamu gak kasih izin Riehla libur.""Kenapa? Bukannya itu bagus? Jadi mereka gak akan berdua menikmati indahnya liburan."Iliana menghela nafas, mulai frustrasi. "Harus sampai bertindak seperti ini?""Kalau Riehla lebih banyak waktu sama Kak Lio, kesempatan Kakak buat kembali akan semakin kecil.""Itu masalah Kakak, Lusi! Kamu gak ada hubunganny
Menikmati sejuknya udara Pantai siang itu yang sedikit berawan. Membiarkan kaki tanpa alas tersapu dinginnya air. Menatap lurus ke depan dengan kedua tangan yang berada di belakang badan. Pantai adalah pilihan terbaik saat ingin melepas stres. Walau beban tidak hilang sepenuhnya setidaknya ada detik di mana terasa sedikit ringan."Tante penasaran kenapa tiba-tiba kamu memutuskan ikut." Sembari menghentikan langkah kaki di samping Riehla."Mmm. Mendadak ingin ke Bali?" Lalu, menoleh ke arah Laras. Tersenyum lembut."Sebelumnya bersikeras menolak karena katanya banyak kerjaan. Apa saat ini kamu lagi lari dari tanggung jawab?" canda Laras.Membuat wajah seperti berpikir. "Sepertinya."Dari jarak yang cukup jauh, terdapat seorang lelaki tinggi, tampan dengan kulit putih pucat, dengan kacamata hitam yang dipakainya, berdiri dengan sorot mata terus melihat ke arah Riehla. Ya, lelaki itu Ellio. Pergi setelah membatalkan semua jadwal pekerjaan.Ellio menyetujui ucapan Yura jika ia sebaiknya t
Ellio gapai salah satu tangan Riehla yang hendak pergi dari hadapannya. Riehla menoleh ke arah Ellio dengan tatapan kecewa dan Ellio melepas tangan Riehla. "Saya gak bermaksud menyakiti kamu.""Sebaiknya kita bicarakan di Kamar kamu," ujar Riehla.Ellio ajak masuk Riehla ke dalam Kamar yang ditempatinya. Ellio berdiri di belakang Riehla dengan sedikit jauh. Riehla balikan tubuhnya. "Aku tahu kalau mungkin kamu gak suka bahas masa lalu. Mengingatnya. Aku tahu yang paling penting masa kini. Tapi ... aku perlu tahu tentang masa lalu kamu. Kalau kamu cerita senggaknya sedikit, kesalahpahaman ini gak mungkin ada.""Maaf.""Sebenarnya aku ini penting gak sih buat kamu?""Kamu sangat penting buat saya.""Kenapa gak cerita soal Bu Iliana? Apa karena masih ada perasaan? Dan kalau kamu mengingatnya kamu seperti akan siap berlari ke arahnya?"Ellio menggelengkan kepala dengan wajah sedih. Ia sedih harus melihat betapa kecewanya Riehla. "Saat memutuskan memulai hubungan sama kamu, saya sudah lupa
Mengganti beberapa hari mereka yang dilewati secara masing-masing, hari ini Riehla tidak bersama Tante-nya, perempuan itu lebih meluangkan waktu untuk sang kekasih. Riehla tidak bisa terus membuat Ellio merasa kesepian. Di bawah langit yang cerah siang itu, Riehla sedang mengendarai sepeda bersama Ellio yang mengendarai sepeda juga, di belakang Riehla.Kedua orang itu terlihat menikmati kegiatan bermain sepeda. Ellio sedikit mempercepat laju sepedanya sampai berada di samping Riehla. Sesekali menoleh ke arah Riehla yang sibuk memperhatikan sekeliling. Senyum Riehla. Senyum yang terlihat bahagia. Ellio tidak ingin membuatnya menghilang."Gimana kalau habis ini kita ganti sepeda?" tanya Ellio sembari sesekali menatap Riehla."Untuk apa? Sepeda yang aku pakai sudah nyaman." Lalu, menoleh ke arah Ellio."Satu sepeda saja. Kamu tinggal duduk di belakang, biar saya yang mengendarainya."Mengikuti keinginan Ellio agar pria-nya itu happy, Riehla duduk di belakang. Tidak lupa berpegangan yang
"Welcome back!" ucap Intan dengan wajah sesenang itu menyambut kembalinya Riehla.Riehla yang melihat itu senang. Tersenyum hangat pada Kepala Editor yang ia rindukan. Bukan hanya Ellio yang siap menerimanya kapan saja, dan Riehla bersyukur akan hal itu.Intan rentangkan kedua tangan, mengisyaratkan bahwa Riehla boleh memeluknya. Riehla peluk Intan yang membalas pelukan Riehla."Saya kira kamu gak akan kembali," ucap Intan setelah pelukan berakhir."Habisnya cuma di sini tempat yang paling nyaman.""Kamu tenang saja. Tempat kamu tetap menjadi tempat kamu." Lalu, menarik Riehla ke meja kerja di mana masih seperti saat itu.Setelah kembali rasanya benar-benar seperti Rumah. "Selamat datang kembali," ucap Editor perempuan yang mejanya berada di samping Riehla. Sembari tersenyum. Editor perempuan yang masih sama.Adakah tempat kerja yang senyaman ini? Riehla terharu. Tidak salah pilih. Keputusannya benar. "Kalau gitu saya tinggal," ucap Intan. Riehla hanya membalas dengan senyuman.Alih-a
Bukan hanya Intan yang terlihat menunggu jawaban Ellio, karyawan perempuan lain pun nampak menunggunya. Hampir semua karyawan perempuan dalam hati berharap jika mereka masih memiliki kesempatan 'memikat hati Ellio'. Riehla teguk sedikit minuman bersodanya dalam gelas. Perempuan itu sedang gugup. Sedikit gelisah. Apakah Riehla akan memberitahu semuanya?"Iya." Sembari menatap Intan.Nampak wajah-wajah lesu. "Siapa?" tanya Intan yang tidak bisa berhenti. Ia merasa perlu lanjut ke putaran kedua.Semua orang kembali menunggu termasuk Riehla yang kali ini lebih menunggu. Semakin gelisah. Bagaimana jika Ellio mengungkapkannya? Riehla belum siap orang lain tahu. Saking gelisahnya yang dilakukan Riehla memegangi gelas yang ada di meja dengan kedua tangan, dan menatapnya.Ellio bisa melihatnya. Wajah tegang Riehla. "Saya rasa kalian gak perlu tahu." Lalu, meneguk minuman bersoda miliknya.Intan dan mereka yang menyukai Ellio merasa kurang puas dengan jawaban itu. Mereka ingin sekali tahu pere