Mata Leta perlahan terbuka, ia menatap langit-langit kamar itu dengan samar. Beberapa kali wanita itu mengerjapkan matanya, setelah nyawanya benar-benar terkumpul dia langsung terduduk."Aku di mana?" lirih wanita itu. Ya, dia sudah sadar kalau ini bukanlah tempat tidurnya.Leta mengingat kejadian tadi malam secara perlahan-lahan, tak lama setelah itu dia menutupi mulutnya menggunakan kedua tangannya. Leta langsung menoleh ke samping tempat tidurnya, dan benar saja ada seorang pria yang sedang tidur begitu pulasnya.Leta menggosok-gosok badannya karena merasa kedinginan, detik kemudian matanya membulat sempurna karena tak ada satu pun pakaian yang melekat pada tubuhnya."Astaga! Apa yang kami lakukan semalam. Kenapa aku harus melakukan kesalahan lagi," ucap Leta pelan."Kamu bisa diam nggak sih. Aku lagi tidur, bisakan nggak usah berisik?" omel pria itu dengan mata masih terpejam."Maaf.""Aish! Lebih baik kamu pulang saja," usirnya kemudian."Iya, tapi ... bolehkah aku meminjam bajum
"Nggak ada.""Bohong.""Bener, Bu. Aku nggak ada sembunyiin apa-apa dari Ibu."Tika menghela napas berat. "Ibu tahu kalau kamu lagi bohong."Leta terdiam cukup lama, berpikir jawaban apa yang tepat untuk ibunya."Sebenarnya aku lagi bingung, Bu. Aku sama Langit pacaran udah cukup lama, tapi hubungan kami masih stuck di situ-situ aja," bohong Leta."Apa Langit sama sekali belum pernah membahas untuk ke jenjang yang lebih serius, Let?" tanya Tika penasaran."Dulu sudah, tapi aku yang selalu mengulur waktu. Ditambah lagi dengan keadaan papanya sekarang, pasti itu yang membuatnya terpukul. Aku nggak mau tanya-tanya soal itu, Bu. Saat ini dia lagi fokus pada kesembuhan papanya. Kita doakan saja semoga papanya segera pulih seperti sedia kala." Lagi dan lagi Leta membohongi ibunya.Entah sampai kapan dia akan seperti ini, setidaknya biarkan saja dulu. Suatu saat ia berjanji akan memberitahukan semuanya pada ibunya secara pelan-pelan."Amin. Nanti biar Ibu aja yang bilang ke Langit tentang hu
Usai mendengar perkataan Langit yang begitu kejam, Leta langsung membelakangi pria itu. Menatap ke bawah, melihat pakaiannya berserakan di dekat kakinya.Mata wanita itu berkaca-kaca, sekali mengedipkan mata saja pasti air matanya akan keluar. Namun, sekuat tenaga ia tahan.Buru-buru dia memunguti pakaiannya itu dengan tangan gemetar.Sudah sering kali dia dipermalukan oleh Langit, tapi untuk kali ini ucapan Langit menurutnya sangat menyakitkan."Siapa yang menyuruhmu memunguti pakaian itu?""Kamu sendiri yang bilang kalau tubuhku ini terlalu murah untuk orang sepertimu," sahut Leta dengan suara gemetar."Aku memang bicara seperti itu, tapi aku tidak menyuruhmu untuk memakai pakaianmu," tandas Langit.Leta menghela napas berat. "Sebenarnya mau kamu itu apa, Langit?""Menghukum kamu," ucap pria itu gamblang."Perlakuanmu saja sudah sangat menghukumku, apalagi yang kamu inginkan dariku?""Membuatmu menderita, itulah yang aku inginkan. Seperti itulah aku menderita karena dirimu. Aku tida
"Cepat woi, kalau lama nanti aku tinggal nih," ancam Sisi dari ujung sana."Iya, iya. Sabar dulu, aku lagi siap-siap nih. Jangan bikin aku gugup dong, nanti aku lupa apa-apa aja yang mau dibawa," sahut Leta sambil memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. "Duh, apalagi ya yang aku bawa.""Nggak usah bawa banyak-banyak kali, Let. Kita cuma mau liburan bukan pindah," peringat Sisi."Aish! Apa salahnya kalau aku ingin menikmati masa liburanku, Si. Udah ya, aku mau otw ini. Sampai ketemu nanti." Leta langsung mematikan sambungan teleponnya.Leta tersenyum puas ketika melihat barang-barangnya sudah siap. Dia pun langsung merapikan dirinya lalu keluar dari kamarnya.Wanita itu terkejut ketika membuka pintu, ibunya berdiri tepat di depan pintunya."Ibu kenapa berdiri di sini? Ngagetin aja," ucap Leta seraya mengusap dada."Kamu jadi pergi?" Bukannya menjawab, Tika malah balik bertanya.Leta mengangguk. "Jadi, ini udah siap-siap tinggal berangkat. Kenapa, Bu?"Tika tampak terlihat resah dengan
"Hai."Tanpa Leta sadari, dia menjatuhkan ponselnya dari samping telinganya, dia memundurkan langkahnya tatkala melihat Langit berjalan mendekatinya."Ke-kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Leta gugup, dia terus saja memundurkan langkahnya hingga terpojok di tembok.'Ah! Sial! Kenapa bisa ada tembok di belakangku?' keluh wanita itu dalam hati."Kenapa? Hak aku dong mau ke mana pun," sahut Langit santai. "Kenapa kau menghindar dariku, apa kamu takut? Santai dong, aku nggak bakal gigit kamu kok." Langit menutup pintu itu diselingi seringai tajam."Jangan macam-macam, aku akan teriak!" ancam Leta.Langit mengedikkan bahunya acuh. "Teriak saja, memangnya aku takut?""Sekali lagi aku tanya, ngapain kamu ke sini?" tanya Leta, dia berusaha mengalihkan perhatian agar Langit tak berbuat macam-macam padanya."Sekarang aku yang tanya. Kenapa kamu pergi sejauh ini tanpa sepengetahuanku? Pasti kamu ingin menghindariku, kan?" Langit balik bertanya."Aku mau ke mana pun itu bukan urusanmu, apa hak
Tok ... tok ... tok."Siapa sih?" keluh Langit.Mata Leta pun ikut terbuka, matanya melotot ketika dia menyadari sesuatu."Astaga! Aku melakukannya lagi?" Wanita itu menjambak rambutnya frustrasi.Dia melihat pakaiannya dengan pakaian Langit berserakan di lantai."Leta! Buka pintunya. Kamu lagi ngapain sih? Kenapa betah banget di dalam kamar, emangnya kamu nggak lapar, hah?!" teriak Sisi dari pintu kamar itu."Ya Tuhan, itu Sisi."Ketika Leta mau bangun dari tempat tidur, Langit mencegahnya."Biarkan saja.""Dia temanku," bantah Leta."Ya sudah, silakan saja buka pintunya kalau kamu ingin dia melihat kita berdua dalam keadaan seperti ini," ujar Langit masa bodo.Leta pun mengurungkan niatnya untuk membukakan pintu."Leta! Ya Tuhan anak ini. Cantik-cantik kenapa telinganya tuli sih," keluh Sisi dari luar. "Let! Leta! Aleta!" teriak Sisi lagi.Leta masih bergeming di tempat. Dia jadi serba salah. Kalau dia terus saja diam, pasti Sisi tidak akan berhenti berteriak, sedangkan kalau dia me
"Udah pesan kenapa masih pesan lagi?" tanya Sisi sambil mengerutkan kening."Buat jaga-jaga siapa tahu nanti lapar lagi. Kalau mager aku memang males keluar, makanya ini buat persiapan.""Nggak mau ikut aku keluar jalan-jalan? Bentar lagi kita mau pulang loh, nggak mau mengabadikan momen gitu?" tawar Sisi.Leta menggeleng patah-patah, kentara sekali kalau ia ragu menjawabnya. Sebenarnya dia ingin, tapi apalah daya.Sisi menghela napas berat. "Ya udah, terserah kamu aja. Aku pergi. Eh satu lagi, aku cuma mau ngingetin jangan sampe nyesel ya, di sini itu pemandangannya indah banget. Bye."Leta tersenyum tipis ketika melihat Sisi pergi meninggalkannya, tak lama kemudian mengedikkan bahunya acuh. Dia pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kamar.Sesampainya di kamar, Leta langsung bergegas menemui Langit, meskipun pria itu sangat jahat padanya, tapi Leta masih punya hati, dia rela memesankan makanan untuk pria itu."Langit, aku tahu kamu belum makan, makanya aku bawakan kamu ...." Le
"Pak, ada kabar terbaru untuk Anda," ujar David, asisten Langit dari ujung sana."Hem, katakan," perintah pria itu dengan mata terpejam. Usai melakukan hubungan intim dengan Leta, Langit terlelap tidur dan tanpa sadar saat ini pria itu memeluk pinggang Leta begitu erat. Wanita itu pun sama sekali tak menolak."Papa Anda sudah sadar dari komanya."Ucapan David sukses membuat kelopak mata Langit terbuka lebar dan langsung bangun dari tidurnya, gerakan tersebut sukses membuat Leta ikut terbangun."Sial!" umpat pria itu. "Ketika dia sadar, dia selalu mencari Anda dan ...." Terdengar dari sana kalau David menghela napas berat. "Istrinya.""Berengsek! Kenapa tidak mati saja dia!" Lagi-lagi terdengar umpatan dari Langit.Leta bergidik ngeri ketika mendengarnya, ia ingin bertanya mengapa Langit bisa semurka itu, akan tetapi dia urungkan. Toh sama sekali tak ada urusannya dengannya."Apa yang harus saya lakukan, Pak? Apa--""Tidak usah, aku akan segera menemuinya sekarang juga!""Baik, Pak."