"Aurora... Mungkinkah kau mencintai Galaksi?"Aurora tidak menjawab tapi justru membenamkan wajahnya pada pundak Galaksi.Galaksi segera paham bahwa diamnya seorang wanita adalah pertanda sebagai jawaban iya. Galaksi segera melepaskan pelukan Aurora. Tampak gadis itu pipinya basah."Seorang gadis seperti Aurora yang senantiasa ceria dan bertingkah absur bisa saja menangis jika menyangkut perkara Galaksi. Sepenting itukah Galaksi bagi Aurora?" "Ra, maafkan aku. Gara-gara aku kau tidak lagi bisa merasakan kasih sayang dari seorang Galaksi."Aurora menggeleng. Arsen tidak tahu bahwa Galaksi selama ini tidak pernah memandang Aurora dengan tatapan cinta. Bagi Galaksi, Aurora hanyalah teman masa kecilnya. Tak lebih daripada itu. Lagipula Galaksi tidak memiliki waktu untuk memikirkan perasaannya. Ia terlalu sibuk diperbudak oleh pamannya sendiri."Menangislah. Tidak apa-apa. Menangis adalah hal yang manusiawi."Cup!Tanpa disangka-sangka Galaksi justru mengecup singkat kening Aurora. Seketi
Galaksi dan rombongannya turun diam-diam dari kapal nelayan. Usai mengucapkan selamat jalan dan terimakasih mereka pun berpisah."Bu Sukma yakin akan ngikutin seluruh rencana Galaksi?" Tanya Belinda yang tampak tidak setuju jika mereka mengikuti Galaksi.Biar bagaimanapun dalam pandangan semua orang Galaksi hanyalah bocah SMA. Memimpin suatu rencana balas dendam besar seperti ini tampaknya meragukan. Akan lebih baik jika semua orang menurut pada Bu Sukma, bukan Galaksi."Tutup mulutmu dan ikuti saja. Jika tidak bersedia ikut dengan rencanaku silahkan pergi. Aku juga tidak butuh seseorang yang selalu memprotes dan meragukan semua hal yang aku lakukan." Sahut Galaksi dengan dingin.Kepala Belinda mulai mengepul. Api amarahnya tersulut."Kau hanya bocah SMA. Aku lebih percaya jika yang memimpin rencana adalah Bu Sukma!"Galaksi tak menggubris. Malam ini mereka diajak Galaksi untuk mendatangi sebuah rumah sederhana berpagar batu bata merah setinggi lima meter yang tak jauh dari dermaga.G
"Tuan Muda bisa membukanya kapan pun jika dia mau." Nenek tua itu menjawab mewakili Galaksi. Ia meletakkan makanan yang dibawanya ke atas meja.Ruangan bawah tanah ini sangat-sangat luas. Ini sih hampir setara lapangan bola.Tok! Tok!"Keras rupanya." Gavin mengetuk dinding bajanya untuk mengetes seberapa kerasnya. Ya, sebenarnya tanpa di tes kita tahu jika baja pasti keras. Tapi dasar Gavin saja gabut, harap maklumi saja tingkahnya.Kembali ke soal ruang bawah tanah ini. Di ujung ruangan ini terdapat dinding kaca yang membatasi ruangan. Di dalamnya terdapat banyak sekali robot-robot yang jumlahnya mencapai ratusan. Ukurannya setinggi dua kali manusia. Desainnya kekar dan kuat.Selain itu ruang ini juga dilengkapi dengan perangkat komputer yang diakses dengan layar monitor tiga dimensi."Ini bukan ruang bawah tanah biasa. Ini adalah bungker yang dibangun keluarga Daneswara generasi pertama. Setidaknya ada satu orang pada setiap generasi yang dipercaya untuk diberikan akses pada bungke
Sesampainya di dalam ruangan itu Aurora tak melihat Galaksi dimanapun. Ruangannya kosong."Om Gala, halo, kemana lo?"Aurora mendengar kecipak air di dalam ruangan yang berbeda. Setelahnya terlihat daun pintu daun yang terbuka menampilkan sosok Galakdi yang tidak mengenakan baju sama sekali. Ia hanya melilitkan handuk disekeliling pinggangnya."KKKKKKKKYYYYYYAAAAAAAAAAAAAA!!!" Aurora menjerit sejadi-jadinya."Galaksi kenapa lo nggak pakai baju?!" Aurora memejamkan matanya rapat-rapat."Kau kenapa masuk ruanganku tanpa mengetuk pintu?" Balas Galaksi.Aurora membisu."Lagipula aku hanya tidak pakai baju, bukan telanjang bulat." Galaksi menyambar kaos putih yang tersedia di dalam lemari. Ia mengenakannya sambil mendekati Aurora.Tuk!Lagi, Galaksi mengetuk jidat gadis itu menggunakan dua jarinya. Aurora mengintip dari celah matanya. Galaksi sudah berada di depannya."Kau saja santai saja mengumbar pahamu di depanku bahkan di depan laki-laki lain. Padahal aku sudah bilang kenakan celana y
Galaksi menjadi orang terakhir yang keluar dari dalam rumah Amung. Laki-laki itu muncul dengan stelan serba hitam dan wajah yang tertutup masker. Sebuah jaket kulit berwarna hitam tersampir di pundaknya."Siap berangkat?" Tanya Galaksi dari balik masker.Bu Sukma sudah siap di atas motor sport bersama Gavin. Sementara Belinda memilih skate board yang sudah dimodifikasi dengan diberi mesin dan beberapa fitur unggul lainnya."Siap, sih, siap. Tapi kenapa harus aku yang dibonceng Bu Sukma sih? Boleh tukeran aja nggak?" Protes Gavin. Sama seperti Galaksi dulu. Ia meremehkan kemampuan Bu Sukma dalam mengendarai motor.Galaksi tersenyum. Ia menepuk bahu Gavin."Jangan meremehkan guru berambut keriting itu. Sebaiknya siapkan jantungmu agar tidak copot dari tempatnya."Bu Sukma menoleh."Gala, aku ingin kau mempertaruhkan kepercayaanmu pada kami dengan keberhasilan misi kali ini," ujar Bu Sukma."Katakan lebih jelas.""Jika misi kami berhasil kau harus mempercayai kami sebagai rekanmu bukan s
Antariksa sama sekali belum tahu keadaan di luar. Gadis itu masih sibuk berendam dalam bathub. Ia menikmati wangi aroma jasmin sembari membalur seluruh tubuhnya dengan busa sabun yang lembut.Tanpa suara apapun Galaksi sudah muncul di belakang Antariksa dengan ujung meriam laser menempel pada kepala gadis tersebut.Antariksa melirik kehadiran Galaksi dengan ekor matanya."Oh, uang delapan triliun gue."Antariksa tersenyum.Galaksi baru saja akan melepaskan peluru untuk meledakkan kepala Antariksa ketika gadis itu tiba-tiba menarik lengannya dan membanting tubuh Galaksi ke dalam bathtub.BBBRRRAAKKKK!!!BBBYYUURRR!!!Antariksa berdiri. Ia menginjak leher Galaksi, menenggelamkan kepalanya ke dasar bathtub. Setelahnya Antariksa segera keluar dari bathup dengan keadaan polos. Ia meraih handuk kimono, memakainya dengan tenang."Jalang sialan!!!" Galaksi melompat keluar bathup. Laki-laki itu basah sekujur tubuhnya.Grep!Antariksa meraih leher Galaksi. Mendorong tubuh kecilnya mepet ke temb
"Gue memang memiliki hubungan dengan Nyonya Jean. Hubungan itu adalah kerja sama untuk membunuh King Arsen. Upah yang ditawarkan adalah IWS.""Oh, jadi Mata Iblis adalah wayang? Dalang sebenernya yang sebenarnya justru Mama? Sial! Apa maksudnya Mama melakukan semua ini?" "Kenapa Nyonya Jean ingin membunuh King Arsen?"Seolah masih tak percaya jika mamanya tega mengkhianati dirinya, terlebih berkhianat pada papanya sendiri, seseorang yang begitu setia mencintai Mrs. Jean Daneswara. Rupanya inilah balasan yang diberikan sang mama tercinta. Arsen mulai jatuh ke dalam lubang luka yang terbentuk pada permukaan hatinya."Kenapa? Gue tidak tau. Kenapa lo tidak tanya langsung padanya?""Sial! Ternyata kamu tidak banyak berguna Antariksa. Ingat, pengampunanku bergantung pada banyaknya informasi yang kamu berikan.""Tidak usah ngancem gue lagi Galaksi. Kalau gue tau gue pasti sudah ngasih tau lo. Nyatanya gue memang nggak tau. Lo pikir seorang Nyonya Daneswara bakal ngumbar seluruh rencananya
Ssslllluuurrrrr!!!Belinda meluncur di atas jalanan sepi. Ia meliuk-liuk di antara lampu-lampu jalan, sedikit beraksi dengan meloncat di udara bersama skateboard-nya, juga menuruni undakan. Aksi gadis itu dengan skateboard-nya benar-benar benar-benar luar biasa.Dua kelompok mafia melakukan pertemuan di sebuah tempat sepi. Dua buah truk kontainer terparkir saling berhadapan dengan mesin masih menyala. Dua orang turun kemudian dari masing-masing truk. Mereka langsung dikawal oleh beberapa anak buah bersenjata api lengkap."Barangnya?" Tanya orang pertama."Tidak mau basa basi dulu?""Basa-basi? Lo pasti pernah mendengar istilah waktu adalah uang? Gue nggak punya waktu untuk ladeni basa-basi lo. Selesaikan segera!"Orang kedua tersenyum. Ia mengatungkan tangan. Anak buahnya datang memberikan koper terbuka yang berisi sabu-sabu."Ini contoh barangnya. Lo bisa ngecek kualitasnya. Sebenarnya formalitas aja. Karena barang dari Mata Iblis tidak perlu diragukan lagi."Orang pertama pun meng