Malini kalap malam itu. Kekesalannya terhadap Noura kian menjadi. Kenapa setiap pria yang dekat dengannya mesti tergila-gila pada Noura?Dibandingkan dengan dirinya yang merupakan seorang publik figure, Malini merasa jauh lebih bagus dari segi hal apapun jika dibandingkan dengan Noura."Buang jauh mayatnya, jangan sampai ada yang menemukannya!" Malini memberikan perintah pada tiga orang pengawal yang dia bawa."Baik, Nona." Ketiga pria itu menggotong tubuh George yang telah menjadi mayat."Kamu terlalu gegabah," kata Sukaesih yang masih kesal terhadap ulah Malini. Dikarenakan itu, dia juga kehilangan selera untuk mengeksekusi Noura malam itu. "Kalau begini jadinya, aku lebih baik tidak ikut-ikutan," lanjutnya. "Dasar penakut, pecundang kalian semua!" Malini mengejek wanita paruh baya itu. "Terserah kamu mau seperti apa, pergi saja jika ingin mundur!" Atas saran dari suaminya, Sukesih awalnya sudah berniat untuk berhenti mengusik Noura. Sempat ketakutan dengan ancaman Nader membuat w
Setelah terjadi kesepakatan, Nader segera melepaskan seluruh ikatan Noura. "Apa aku datang terlalu lama?" tanyanya.Noura hanya menanggapinya dengan senyum seadanya, tapi dalam hati kecilnya, dia merasa lega setelah mendapat pertolongan. Melihat luka pukulan di kening istrinya, Nader merasa bersalah. "Lukamu harus segera ditangani, aku akan lebih dulu membawamu berobat.""Hmmmm ...!" Noura hanya mengeluarkan deheman kecil sebagai tanggapan. Hubungan mereka tidak tidak terlalu bagus untuk saling menumpahkan perasaan, bukan? Bagaimana dia harus bermanja-manja pada pria yang merupakan suaminya itu?Meski Nader telah memberikan pertolongan padanya, tapi Noura tidak berterima kasih untuk itu. Dia justru masih terlihat geram akibat penawaran Nader pada Malini. "Apa kamu marah?" Nader bertanya dan dia berharap Noura menjawab iya, karena itu tandanya wanita itu masih memiliki rasa cinta untuknya.Saat berhadapan dengan Nader, Noura memilih mengunci rapat mulutnya. Apa yang harus dia katakan
Efek obat yang dikonsumsinya, Noura tertidur di dalam mobil. Hal itu pun memudahkan Nader untuk membawanya ke dalam apartment.Derrtz. Ponsel Nader bergetar.Nader membuka pesan di ponselnya. Pesan itu dikirimkan oleh Omar. [Tuan, Ronald sudah bicara sedikit dan mengatakan jika nyonya Heba berniat membunuh Noura dan juga anak yang dilahirkannya. Untuk alasannya, aku belum bisa bertanya, Ronald masih belum bisa banyak berbicara.]"Apa lagi ini?" Nader mencengkram ponsel di tangannya. Permasalahannya mulai mendapat titik terang, tapi dia tak habis pikir dengan perbuatan ibu sambungnya. "Kenapa ibu tega ingin membunuh Ronald hanya karena dia ingin menghalangimu, Bu?" Nader ingin melampiaskan amarahnya, tapi tersadar jika ibu dan ayahnya sedang berada di luar negeri. "Apa selama ini ibu juga hanya mengarang cerita tentang Noura agar aku semakin membencinya?" Nader merasa buruk memikirkan semuanya. Dia terlalu jahat pada Noura hingga wanita itu mendapat penderitaan bertubi-tubi.Dengan
Paham dengan apa yang dirasakan Noura saat ini, Nader hanya bisa pasrah. Dia diam dan membiarkan Noura meninggalkan apartment tersebut."Aku minta maaf, Noura," Nader bergumam pelan sambil menatap kepergian Noura. "Bahkan aku terlalu buruk untuk mendapatkan maaf darimu," Nader mengucapkannya dengan suara yang pelan. "Apa aku harus mundur dan membiarkanmu bahagia dengan memilih jalan hidupmu sendiri?"Rasa sakit dan penderitaan yang dialami Noura selama ini tentu tidak sebanding dengan rasa sakit Nader akibat penolakan Noura saat ini.*Kebahagiaan Reghab tidak terbendung lagi. Senyum dan tawa bahagia itu selalu terpancar di wajah yang sudah mulai menua itu. "Jadi Noura yang kutemui tadi malam adalah anak kandungku?" Reghab kembali memandangi sebuah foto dalam ponsel Gibran. Setelah mendengarkan penjelasan mantan tukang kebunnya itu, dia meminta foto Noura untuk membuktikan rasa penasarannya."Tuan sudah bertemu dengannya?" Gibran tidak menyangka jika pria di depannya sudah lebih dul
"Tahanan 201 ...!" Sipir penjara memanggil penghuni rutan dengan lantang. Seorang gadis bernama Noura Sarah buru-buru mengangkat tubuh dari pembaringannya. Dengan semangat yang masih membara, dia segera berdiri menghampiri petugas. Sambil berpegangan pada jeruji besi penghalang mereka, dia bertanya dengan tergesa-gesa, "Siapa yang berkunjung hari ini?" "Seorang wanita, aku rasa dia adalah ibumu," sang sipir menjawab dengan acuh. Noura langsung tertunduk lesu. Api semangat yang menggebu-gebu itu sirna seketika. Dia sedikit kecewa, karena yang ditunggu-tunggu tidak sesuai harapan. Bukan menolak kehadiran ibu angkatnya, tapi dia sudah lama menunggu kehadiran Nader, sang kekasih yang diharapkan sebagai penyelamatnya dari segala tuduhan. "Kenapa?" petugas itu mencibir melihat diamnya Noura. "Apa kamu berubah pikiran dan tidak ingin menemui ibumu?" "Tidak, aku tidak berubah pikiran, aku akan menemuinya." Sudah hampir satu bulan lamanya mendekam di dalam penjara, tidak mungkin Noura m
Pada saat makan malam, Noura sudah merasakan mual sebelum menghabiskan makanannya. Dia segera berlari ke arah wastafel di ujung ruangan. Di sana, dia memuntahkan seluruh isi dalam perutnya. "Hweeek ... hweeek ...!" Suara muntahan Noura sontak membuat tahanan lainnya merasa jijik. Seorang wanita yang paling disegani lebih dulu mendekati Noura.Wanita itu bernama Rachel. Dia berdiri di samping Noura. "Hei ... tidak bisakah kau muntah di tempat lain saja? Apa kau tidak punya mata, apa kau tidak melihat kita semua sedang makan?"Ketika pandangan Noura menyapu orang-orang di sekitarnya, dia terdiam. Sambil memegang perutnya, Noura pun berusaha menahan mual di perutnya. Hampir semua orang menatap Noura dengan pandangan yang sama, jijik dan juga marah."Maaf, aku tidak sengaja," ucap Noura lesu, kemudian meninggalkan semua orang.Akan tetapi, baru beberapa langkah saja, tangan Noura telah ditarik paksa dari belakang. Dia terpaksa menoleh pada Rachel yang tengah didampingi oleh empat wanita
Mengetahui sang kekasih telah bersedia mengunjunginya, Noura tidak bisa membendung rasa sukacitanya. Aura positif, keceriaan terlihat kembali menghiasi wajahnya yang semakin tirus. Kesedihan, kebencian dan kecurigaan yang pernah terlintas juga seketika menghilang."Nader datang padaku?" Noura memastikan. Dia tidak sabar untuk memberitahu keadaannya saat ini."Cepat keluar, tidak usah banyak drama!" seru sipir dengan suara yang keras.Sembari berjalan mengikuti sipir tahanan, Noura mengelus perutnya yang rata. 'Dia pasti bahagia mengetahui kehamilanku. Dia pasti akan membantuku,' pikirnya."Nader ...!" panggil Noura setelah tiba di ruang kunjungan. Dia segera duduk dengan bersemangat.Noura hanya melihat punggung Nader yang tengah berbicara dengan seorang pria lainnya. Namun dia yakin jika pria itu akan segera membebaskannya dari segala tuduhan.'Kenapa dia tidak langsung melihatku?' pikir Noura dan dia mulai bimbang. 'Apa dia tidak merindukanku? Apa dia tidak menginginkanku lagi?''Ah
Setelah sadar dari pingsannya, Noura kembali bertemu dengan Mike, sang dokter yang telah memeriksa kesehatannya untuk kedua kalinya."Berapa lama aku pingsan?" Noura bertanya acuh. Dari sorot matanya tampak jika dia sudah tidak peduli dengan apapun. Dunia seperti sudah hancur baginya. Mike duduk tepat di sebelah Noura, lalu menjawab. "Kurang lebih lima jam, dan kabar baiknya kamu bisa melewati pendarahan dengan baik. Calon anakmu masih bisa diselamatkan," kata Mike dengan jujur.Noura tidak memberi tanggapan apapun tentang bayinya. Apa yang harus dibanggakan dengan itu? Bukan hanya sekedar menyadari kebodohannya yang sudah terperdaya oleh bujuk rayu Nader, kini dia juga menaruh dendam pada pria itu."Lima jam ya...?" Noura justru tertawa hambar, meledek dirinya sendiri. Dia jijik membayangkan kondisi fisiknya yang sekarang, melemah akibat memikirkan Nader, akan tetapi pria itu tidak peduli sama sekali. Dia telah membuang-buang waktu, tenaga, dan pikiran untuk pria yang tidak bertangg