"Kinan, dengar dulu penjelasanku!" Terdengar seorang pria berteriak pada seorang gadis.
Kinanti mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia berusaha menahan air matanya mati-matian. Langkahnya setengah berlari keluar dari sebuah cafe, dikejar oleh seorang pria tampan berkemeja merah marun. Apa yang dilihatnya beberapa saat lalu bagai sebilah pisau yang menghujam tepat di jantungnya. Dia melihat Doni pacarnya sedang bermesraan dengan seorang wanita. "Kinan, tunggu!" Doni meraih lengan Kinan, memaksa gadis itu untuk berhenti. "Aku bisa jelasin!" "Apa yang mesti dijelasin, Don? Sudah jelas-jelas kamu mengkhianati aku!" Suara Kinan bergetar karena menahan tangis. "Dia cuma teman, Kinan. Sumpah!" "Teman? Teman tapi pake acara ciuman? Begitu caramu memperlakukan seorang teman, Don?" Kinan tidak percaya jika Doni masih berusaha mengelak. Padahal, dia jelas-jelas memergoki Doni dan wanita itu tadi sedang melakukan adegan mesra. Doni yang frustasi mengacak rambutnya dengan kasar. "Okay, okay ... aku ngaku, Sayang. Aku khilaf. Aku minta maaf. Maafkan aku ya?"Kinan menggeleng. Ini bukan pertama kalinya ia memergoki Doni bermesraan dengan wanita lain. Dan selama ini Kinan selalu memaafkannya. Namun untuk kali ini, dia sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan. "Aku nggak bisa, Don. Aku capek.""Terus kamu maunya gimana? Aku bersujud di kaki kamu, gitu?""Aku mau kita putus!" Sepasang mata Doni tampak membesar. Dia mendekatkan wajahnya ke arah Kinan. "Kamu jangan bercanda, Kinan? Aku sayang banget sama kamu." Kinan kembali menggeleng. Tekadnya sudah bulat. Kali ini, dia akan mengakhiri hubungannya dengan Doni. "Kinan, please," bujuk Doni. Wajah tampannya memelas. Namun Kinan tidak akan goyah lagi. Meskipun hatinya seperti tersayat-sayat sembilu. Keputusan ini adalah yang terbaik. Dia tidak sanggup jika terus-terusan disakiti seperti ini.Doni tersenyum sinis. "Okay, kalau itu mau kamu." Dia mengibaskan tangan dengan kesal. "Kamu tahu, Kinan. Semua ini salahmu!"Kinan terperangah, tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. "Salahku?" Kinan bertanya, sambil menghapus air mata di pipinya dengan kasar."Iya, salahmu. Kamu sok suci. Aku lelaki normal, Kinan. Tiga tahun kita pacaran, kamu selalu menolak tidur denganku. Aku juga butuh sentuhan perempuan. Dan aku nggak pernah bisa dapat itu dari kamu!"Kembali Kinan terperangah. Lagi-lagi ucapan Doni membuatnya terkejut, dia tidak percaya. Selama berhubungan dengan Doni, ia memang memiliki prinsip untuk menyerahkan mahkotanya yang paling berharga hanya saat mereka sudah menikah nanti. Dia berpikir Doni sangat menghormati prinsipnya itu. Rupanya, justru itulah yang dijadikan alasan Doni untuk lari ke pelukan wanita lain.Kinan berusaha menenangkan diri. Hancur, sakit dan terpuruk rasanya dengan semua ini. Ia mantap memutar langkah meninggalkan Doni, lelaki yang pernah sangat ia cintai itu. Lalu meninggalkan semua kenangan yang pernah ada diantara mereka. Kinan masuk ke dalam kamar kos sempit yang sudah tiga tahun ia sewa. Rasanya, masalah datang bertubi-tubi menghampirinya. Seminggu lalu, dia terkena pengurangan karyawan di panti jompo tempatnya bekerja. Sekarang, ia malah kehilangan kekasihnya.Tetapi, hidup harus terus berjalan.Saat sedang meratapi nasib sialnya, ponsel di saku Kinan bergetar. Ada notifikasi pesan surat elektronik dari alamat sebuah agen penyalur kerja.Rupanya Tuhan masih berbelas kasihan padanya. Di dalam surat itu Kinan membaca, bahwa dirinya diterima kerja di rumah seorang wanita tua kaya bernama Rose Adiwiguna. Kinan tersenyum gembira. Di kota ini, siapa yang tidak tahu keluarga Adiwiguna. Keluarga konglomerat yang memiliki kerajaan bisnis di seluruh penjuru negeri. Meskipun Kinan masih muda dan pernah putus Pendis, tapi pengalamannya bekerja di panti jompo, sepertinya menjadi pertimbangan agen penyalur kerja untuk memberi Kinan pekerjaan dengan gaji yang cukup besar ituDan pada akhir, Kinan menjalani langkah-langkahnya dengan mantap sebelum memasuki rumah keluarga Adi Wiguna.Setelah satu minggu melakukan pelatihan, tibalah saatnya Kinan membereskan semua barang-barangnya dari kos dan pindah ke rumah mewah yang berada di kawasan elite itu.Nyonya Rose adalah wanita yang sangat baik dan ramah. Umurnya hampir sembilan puluh tahun, namun tampak masih segar meskipun sehari-hari ia harus duduk kursi roda. Wanita lanjut usia itu menderita penyakit jantung koroner dan juga diabetes. Tugas Kinan adalah merawat dan mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Nyonya Rose. Rumah keluarga Adiwiguna begitu besar dan berhalaman depan serta belakang yang luas. Bagi Kinan, ini adalah pertama kalinya ia tinggal di rumah sebesar itu, meskipun untuk bekerja. Ia merasa senang, apalagi dua orang asisten rumah tangga, Bi Imah dan Atun, menyambutnya dengan ramah."Mbak Kinan belum ketemu sama Tuan Muda, ya?" Atun menyeletuk, pada jam istirahat siang, saat Kinan ingin mengisi perut di dapur."Tuan Muda?" tanya Kinan heran. Ia tidak tahu ada anggota keluarga lain selain Nyonya Rose yang tinggal di rumah ini. Yang ia tahu, putri dan menantu wanita itu tinggal di luar negeri."Tuan Muda Shaka. Cucunya Nyonya. Kan tinggal di sini juga. Pulang hari ini dari luar kota.""Oh, iya belum." Atun memperhatikan Kinan sejenak, kemudian berbisik, "Umurnya sudah dewasa, tapi belum juga menikah. Mungkin karena dia playboy dan kebanyakan pacar, jadi dia bingung mau nikahi yang mana. Hati-hati, Mbak Kinan kan cantik. Pasti digodain nanti."Kinan tertawa renyah. "Bisa aja kamu, Tun. Nggak mungkinlah, aku bukan levelnya pasti.""Ih, lihat saja nanti.""Memangnya kamu pernah digodain, Tun?" tanya Kinan sambil mengunyah sepotong daging. Atun meloloskan tawanya. Wanita berkulit hitam manis itu menggeleng. "Ya, enggak mungkin, Mbak. Memangnya tampangku cukup cantik untuk dapat perhatian anak konglomerat?" Ia menunjuk wajahnya sendiri. Memang tidak bisa dikatakan cantik. Dikategorikan manis pun masih jauh, dengan giginya yang sedikit tonggos dan wajahnya yang berjerawat. Kinan mengerucutkan bibir. Ia tidak ingin membahas penampilan seseorang. Rasanya tidak etis saja.Belum selesai Kinan menghabiskan makanannya, alat nurse call di kantong seragamnya berbunyi. Ia buru-buru menyelesaikan makan siang dan bergegas ke lantai atas menuju kamar Nyonya Rose."Iya, Nyonya," ucapnya begitu sampai di kamar Nyonya Rose yang luas. Wanita itu tampak sedang berusaha untuk bangkit dari pembaringannya. Kinan buru-buru membantunya berdiri dan mendudukkan wanita itu ke kursi roda."Antar aku jalan-jalan di taman belakang, ya?" pinta Nyonya Rose."Bukannya ini waktunya Nyonya tidur siang?" Kinan mengingatkan."Aku tidak mengantuk. Lagi pula aku sedang menunggu cucuku, Shaka, pulang."Kinan tentu tidak dapat menolak permintaan wanita itu. Ia pun mendorong kursi roda Nyonya Rose keluar kamar, lalu menuruni tangga yang sudah didesain khusus untuk dilewati kursi roda. Kinan membawa Nyonya Rose ke taman belakang.Mereka berjalan-jalan di pinggir kolam renang. Taman belakang rumah itu begitu luas. Ada tempat landai yang ditumbuhi rerumputan pendek nan hijau, tampak begitu asri dengan beberapa pohon cemara yang tinggi."Ah, itu dia cucuku Shaka!" seru Nyonya Rose riang, membuat pandangan mata Kinan seketika tertuju ke arah jari wanita itu menunjuk.Sosok yang baru saja muncul itu berjalan ke arah mereka. Seorang pemuda tampan berpenampilan rapi, dengan senyum lebar yang manis.Shaka Adiwiguna."Perawat baru? Boleh juga." Shaka menelisik Kinan dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat gadis itu merasa risih.Nyonya Rose yang menyadari sikap tak sopan sang cucu, mencubit lengan Shaka hingga pemuda itu meringis kesakitan."Begitu caramu bicara dengan perempuan?" Sepasang mata wanita berambut putih itu mendelik.Shaka meloloskan tawa. Dia segera meraih tangan sang nenek dan menciumnya. Kemudian, dia kembali melempar pandang ke arah Kinan dan menarik sudut bibirnya."Siapa namamu?" tanya Shaka, masih dengan seringai di bibirnya.Kinan terlihat begitu manis. Tubuh rampingnya yang terbalut seragam perawat, begitu indah dipandang mata. Meskipun penampilan Kinan cukup sederhana. Riasan di wajahnya pun tipis saja tanpa ada permak wajah dan perawatan puluhan juta seperti wanita-wanita yang selama ini ada di sekeliling Shaka."Kinan, Tuan Muda," jawab Kinan santai.Ini dia cucu Nyonya Rose yang diceritakan oleh Atun beberapa saat lalu. Tampaknya, si asisten rumah tangga itu benar. S
Kinan mengetuk pintu bercat putih di hadapannya pelan. Sebelumnya ia sedikit ragu-ragu, namun akhirnya, ia memberanikan diri untuk melangkah masuk ke dalam kamar luas milik Shaka, setelah sang empunya kamar mempersilahkannya masuk. Shaka terbaring di atas ranjang dengan dada terbuka dan tubuhnya hanya ditutupi handuk sebatas pinggang. Kedua lengan ia lipat di belakang kepala, dan tatapannya sayu tertuju ke arah Kinan. "Tutup pintunya," pinta Shaka."Ditutup, Tuan? Apa tidak sebaiknya kalau dibuka saja?" Kinan berusaha menolak permintaan Shaka. 'Memang gila pria ini!'"Tutup pintunya aku bilang. Atau kamu mau aku pecat dua pembantu itu?" ancam Shaka. Mendengar ucapan sang tuan muda, Kinan terpaksa menutup pintu kamar. Namun, ia tetap berdiri di dekat pintu."Ada yang Tuan Muda butuhkan? Saya dengar dari Atun, Tuan meminta saya menyiapkan makanan untuk anda?" Kinan berusaha bersikap tenang. Meskipun, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya merasa was-was."Kenapa berdiri di situ. Sini men
"Nggak usah diangkat, Pak." Tika menahan lengan Shaka yang hendak meraih ponsel di atas meja. "Bentar, Tik. Takutnya penting." Shaka mencoba menyingkirkan tangan sang sekretaris. Namun, Tika justru menyerang leher pemuda itu dan menyapunya dengan bibirnya yang sensual.Shaka yang mendapat serangan menggairahkan itu pun tidak mampu menolak. Ia menyambut serangan wanita seksi itu dengan tak kalah liarnya. Sampai-sampai ia membiarkan saja ponsel terus berdering hingga berhenti.Keduanya kembali bergelut diselingi suara desahan Tika dan tubuh berisinya yang menggelinjang ke sana kemari, membuat Shaka semakin bernafsu untuk menyatu dengan wanita itu.Namun, lagi-lagi ponsel di atas meja berdering. Dan terus berdering sambung menyambung. Akhirnya, Shaka pun terpaksa menyudahi pergumulannya dengan Tika."Bentar ya, Tik, ini dari Oma." Shaka meraih ponsel di atas meja, kemudian beranjak dari duduknya setelah meminta Tika berpindah dari pangkuannya.Wajah cantik wanita itu cemberut. Bagaimana
Hari minggu adalah hari di mana Kinan libur tugas melayani Nyonya Rose. Jadi hari ini, dia tidak harus memakai seragam kerja. Tapi meskipun begitu, dia masih sesekali mengecek keadaan Nyonya Rose di kamarnya, sambil menanyakan sesuatu yang mungkin dibutuhkan oleh wanita itu. Namun, Nyonya Rose mengatakan, hari ini Kinan beristirahat saja, agar besok bisa memulai kerja kembali dengan tubuh yang bugar.Meskipun hari ini ia bebas pergi kemanapun, ia memilih untuk berada di rumah saja. Ia gunakan waktunya untuk bersih-bersih kamar dan mencuci pakaian.Lagi pula, ia tidak tahu akan berjalan-jalan ke mana. Apa lagi, ia sudah tidak memiliki kekasih. Kinan menghela nafas berat, Kembali dia teringat akan sakit hatinya putus dari sang mantan pacar. Nyeri di dada kembali muncul. "Mbak, sini sekalian aku cuciin," tawar Atun saat memasuki ruang laundry, sambil membawa keranjang berisi pakaian kotor. Kinan sudah lebih dahulu berada di tempat itu dengan satu keranjang kecil berisi pakaian-pakaia
Saat membawa nampan berisi piring kosong dari kamar Nyonya Rose ke dapur, Kinan terpaksa menghentikan langkahnya sebab mendengar ribut-ribut di ruang tamu. Ia meletakkan nampan terlebih dahulu di atas lemari buffet, kemudian mendekat ke arah pintu penghubung ruang tengah dan ruang tamu. "Kamu kok berani sama saya? Dasar pembantu. Kamu nggak tahu siapa saya?" Suara seorang wanita terdengar menggelegar. "Maaf, Nona ... tadi Tuan Shaka sungguh berpesan kalau hari ini beliau tidak ingin diganggu sama siapa-siapa." Kinan mendengar suara Atun. "Aku ini calon istrinya Shaka. Kamu jangan macem-macem!" Kinan sepertinya tidak bisa membiarkan wanita itu berteriak-teriak dan malah akan membangunkan Nyonya Rose yang sedang tidur siang. Ia segera masuk ke ruang tamu menghampiri Atun dan seorang wanita cantik dengan penampilan yang cukup glamor. Semua yang menempel pada tubuh rampingnya adalah keluaran dari brand-brand ternama yang Kinan yakin harganya pasti fantastis. Wanita itu pasti bukan ora
Kinan merasa sangat risih sebab Shaka dari tadi mengikutinya ke mana-mana di dalam swalayan. Namun tentu saja ia hanya diam tanpa berani untuk memprotes. Yang jelas Kinan berpikir kalau si tuan muda menyebalkan ini hanya ingin membuatnya kesal. Padahal ia bilang tadi dirinya juga ingin berbelanja. Bohong sekali. Mana mungkin seorang Shaka Adiwiguna mau berbelanja sendiri membeli kebutuhannya. "Semuanya jadi lima ratus dua puluh lima ribu, Kak," ucap seorang kasir saat selesai memasukkan barang belanjaan Kinan ke dalam kantong plastik besar. Saat Kinan hendak membuka dompet, Shaka sudah mengulurkan kartu debitnya pada kasir. "Tuan, biar saya bayar sendiri," cegah Kinan."Tidak usah protes!" sahut Shaka ketus dan memaksa si kasir untuk memproses pembayaran dengan kartu debitnya. Kinan menghela napas dalam-dalam. Ia lagi-lagi diam saja, hingga keduanya pun berada di dalam mobil kembali. Namun, Kinan merasa kalau Shaka mengemudikan mobilnya ke arah yang salah. Ini bukan jalan menuju ke
"Anak itu ...." Nyonya Rose memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Tentu saja Kinan panik. Ia terpaksa menceritakan tentang perbuatan Shaka padanya. Sebenarnya ia tidak berniat menceritakannya. Ia hanya mengatakan ingin mengundurkan diri saja dengan alasan yang dibuat-buat. Tetapi, Nyonya Rose terus mencecarnya. Karena wanita itu sangat yakin, kalau alasan Kinan mengundurkan diri pasti ada hubungannya dengan Shaka. "Nyonya, saya telepon dokter, ya?" ujar Kinan. Namun, Nyonya Rose menahan tangannya hingga ia urung meninggalkan kamar. Namun, keadaan Nyonya Rose bertambah parah. Wanita itu pingsan. Kinan yang panik pontang-panting mencari supir dan satpam untuk membantunya membawa wanita itu ke rumah sakit. Nyonya Rose dibawa ke rumah sakit, dan segera ditangani oleh dokter. Sementara Kinan menunggu di ruang tunggu, sampai dokter mengabari kalau Nyonya Rose bisa dipindahkan ke ruang rawat inap. Ia bahkan tidak sempat memberitahu Shaka. Lagi pula, ia tidak tahu nomer ponsel pemu
Kinan benar-benar dalam dilema besar. Jika ia menolak permintaan Nyonya Rose, ia takut kesehatan wanita itu akan memburuk. Namun, apa iya dirinya harus menuruti permintaan majikannya itu. Menikah dengan si tuan muda brengsek. Astaga, hal itu bahkan tidak pernah terpikir olehnya sama sekali. Bahkan jika makhluk bernama Shaka itu adalah lelaki terakhir di dunia ini, lebih baik ia menjadi perawan tua. "Kamu wanita yang paling tepat untuk Shaka. Anak itu butuh pendamping yang baik agar bisa membimbingnya. Hidup anak itu kacau sekali. Perusahaan Adiwiguna akan jatuh kalau kelakuan Shaka masih seenaknya saja seperti itu." Begitu yang diucapkan Nyonya Rose saat Kinan mencoba bernegosiasi untuk menolak permintaannya. "Kamu tidak punya kekasih, kan?" Kinan menggeleng. Meskipun tidak punya kekasih, tapi ia juga tidak mau punya hubungan dengan pria macam Shaka. Ya Tuhan, bagaimana nasibnya jika ia benar-benar harus menikah dengan si menyebalkan itu? Kinan bergidik ngeri. "Nah, sempurna. Angga