Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
"Kinan, dengar dulu penjelasanku!" Terdengar seorang pria berteriak pada seorang gadis.Kinanti mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia berusaha menahan air matanya mati-matian. Langkahnya setengah berlari keluar dari sebuah cafe, dikejar oleh seorang pria tampan berkemeja merah marun. Apa yang dilihatnya beberapa saat lalu bagai sebilah pisau yang menghujam tepat di jantungnya. Dia melihat Doni pacarnya sedang bermesraan dengan seorang wanita. "Kinan, tunggu!" Doni meraih lengan Kinan, memaksa gadis itu untuk berhenti. "Aku bisa jelasin!" "Apa yang mesti dijelasin, Don? Sudah jelas-jelas kamu mengkhianati aku!" Suara Kinan bergetar karena menahan tangis."Dia cuma teman, Kinan. Sumpah!" "Teman? Teman tapi pake acara ciuman? Begitu caramu memperlakukan seorang teman, Don?" Kinan tidak percaya jika Doni masih berusaha mengelak. Padahal, dia jelas-jelas memergoki Doni dan wanita itu tadi sedang melakukan adegan mesra. Doni yang frustasi mengacak rambutnya dengan kasar. "Okay, okay ..
"Perawat baru? Boleh juga." Shaka menelisik Kinan dari ujung kepala hingga ujung kaki, membuat gadis itu merasa risih.Nyonya Rose yang menyadari sikap tak sopan sang cucu, mencubit lengan Shaka hingga pemuda itu meringis kesakitan."Begitu caramu bicara dengan perempuan?" Sepasang mata wanita berambut putih itu mendelik.Shaka meloloskan tawa. Dia segera meraih tangan sang nenek dan menciumnya. Kemudian, dia kembali melempar pandang ke arah Kinan dan menarik sudut bibirnya."Siapa namamu?" tanya Shaka, masih dengan seringai di bibirnya.Kinan terlihat begitu manis. Tubuh rampingnya yang terbalut seragam perawat, begitu indah dipandang mata. Meskipun penampilan Kinan cukup sederhana. Riasan di wajahnya pun tipis saja tanpa ada permak wajah dan perawatan puluhan juta seperti wanita-wanita yang selama ini ada di sekeliling Shaka."Kinan, Tuan Muda," jawab Kinan santai.Ini dia cucu Nyonya Rose yang diceritakan oleh Atun beberapa saat lalu. Tampaknya, si asisten rumah tangga itu benar. S
Kinan mengetuk pintu bercat putih di hadapannya pelan. Sebelumnya ia sedikit ragu-ragu, namun akhirnya, ia memberanikan diri untuk melangkah masuk ke dalam kamar luas milik Shaka, setelah sang empunya kamar mempersilahkannya masuk. Shaka terbaring di atas ranjang dengan dada terbuka dan tubuhnya hanya ditutupi handuk sebatas pinggang. Kedua lengan ia lipat di belakang kepala, dan tatapannya sayu tertuju ke arah Kinan. "Tutup pintunya," pinta Shaka."Ditutup, Tuan? Apa tidak sebaiknya kalau dibuka saja?" Kinan berusaha menolak permintaan Shaka. 'Memang gila pria ini!'"Tutup pintunya aku bilang. Atau kamu mau aku pecat dua pembantu itu?" ancam Shaka. Mendengar ucapan sang tuan muda, Kinan terpaksa menutup pintu kamar. Namun, ia tetap berdiri di dekat pintu."Ada yang Tuan Muda butuhkan? Saya dengar dari Atun, Tuan meminta saya menyiapkan makanan untuk anda?" Kinan berusaha bersikap tenang. Meskipun, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya merasa was-was."Kenapa berdiri di situ. Sini men