Di ruangan yang khusus untuk merias pengantin, Kemala begitu terharu melihat betapa cantik putrinya, Kinan, yang berbalut gaun pengantin desainer ternama. Hari itu adalah hari pesta pernikahan Kinan dan Shaka, yang telah direncanakan dengan sangat matang selama berhari-hari. Ruangan itu dipenuhi dengan aroma bunga-bunga segar dan suasana yang penuh kegembiraan.Kemala memandangi Kinan dengan penuh kebanggaan. "Kinan, cantik sekali, Nak. Mama benar-benar tidak bisa menggambarkan betapa bahagianya hati mama melihatmu hari ini," ucap kemala dengan suara yang penuh haru.Kinan tersenyum lembut. "Terima kasih, Ma. Aku juga bahagia sekali bisa ada di sini sama mama. Di hari yang paling penting dalam hidupku, ada mama dan papa yang mendampingi.""Oh, Kinan, Sayang, kamu telah tumbuh menjadi wanita yang begitu kuat dan mandiri," lanjut Kemala sambil mengusap pelan tangan Kinan.Kinan menatap ibunya dengan penuh cinta. "Aku tidak akan pernah bisa menjadi seperti sekarang ini tanpa kasih sayang
Meskipun malam itu bukan malam pertama Kinan dan Shaka setelah menikah, tapi Kinan masih merasa canggung saat berdekatan dengan Shaka. Mereka duduk bersama di sofa yang nyaman di kamar mereka yang luas. Atmosfir hangat dari cahaya lampu malam dan musik lembut yang mengalun membuat suasana semakin akrab. Sebenarnya mereka cukup lelah setelah pesta pernikahan yang cukup menguras tenaga, saking banyaknya tamu undangan yang harus mereka temui. Kinan menatap Shaka dengan senyum malu-malu, membuat Shaka tersenyum manis, mencoba menghilangkan kecanggungan di wajah Kinan. "Kenapa sih masih malu-malu kaya gitu. Ini kan bukan malam pertama kita." Kinan menggenggam tangan Shaka dengan lembut. Setetes rasa percaya mulai terpancar dari wajahnya. "Nggak tahu kenapa bisa gitu."Shaka menjawab dengan pelukan hangat. "Artinya kamu emang bener-bener cinta sama aku," ujarnya penuh percaya diri. Kinan hanya mencebik menanggapi ucapan suaminya itu."Nggak harus ngapa-ngapain kan malam ini, Mas?" Shaka
Nikita merasakan gelombang kecewa dan marah saat melihat Shaka dan Kinan bersama-sama. Shaka, pria yang paling dia inginkan lebih memilih Kinan dari pada kembali padanya. Hati Nikita begitu sakit saat melihat keduanya di pelaminan. Dia pun mendapatkan ide untuk menemukan siapa mantan pacar Kinan. Nikita ingin bekerjasama dengan mantan pacar Kinan, kalau memang ada, untuk mengganggu rumah tangga Shaka dan Kinan. Dia meminta ayahnya, Pak Danu, untuk memerintahkan anak buahnya menyelidiki siapa mantan pacar Kinan sebelum bertemu dengan Shaka. Dan hari itu Nikita datang ke kantor Pak Danu untuk melihat hasil penyelidikan anak buah ayahnya itu."Gimana, Pa? Sudah dapat infonya?" tanya Nikita penasaran. Pak Danu mengambil beberapa lembar kertas foto dari lacinya dan memberikannya pada Nikita. "Namanya Doni. Dia kerja di sebuah cafe di area taman kota." Nikita memperhatikan foto-foto seorang pria berseragam pelayan yang sepertinya diambil secara candid oleh anak buah papanya. "Kalau dilih
Kinan membuka matanya dengan senyum mengembang di wajahnya. Dia melihat Shaka masih terlelap di sampingnya. Hatinya berdesir bahagia dan tanpa ragu, dia memutuskan untuk memanjakan dirinya hari ini dengan waktu berkualitas bersama sang suami. Kinan mencubit pelan pipi Shaka dan kemudian dengan suara manja, dia merengek, "Maas.""Hmm?" timpal Shaka dengan mata yang masih tertutup. "Nggak usah masuk kantor ya hari ini," pinta Kinan. Shaka terbangun dari tidurnya dengan wajah yang penuh tanda tanya. Dia terkejut dengan permintaan manja Kinan, tetapi melihat betapa serius dan bersemangatnya istri kecilnya itu, dia tentu tidak bisa menolak rayuan itu. Dia tersenyum dan mengelus lembut rambut Kinan."Kamu nggak lagi kesambet kan? Tumben manja banget kaya gini?" "Ya enggaklah. Aku cuma pingin menghabiskan hari ini sama mas Shaka. Nggak tahu, rasanya lagi kangen aja.""Iya, iyaa. Kita bisa lakukan apa pun yang kamu mau hari ini. Ayo kita buat hari ini jadi spesial," kata Shaka sambil berc
"Mas, kenapa sih senyum-senyum mulu. Aku lagi nggak enak badan malah keliatannya seneng banget, sih?" protes Kinan dalam perjalanan ke rumah sakit. Pasalnya dari tadi dia lihat suaminya senyum-senyum tak jelas, entah apa yang sedang dipikirkannya."Aku nggak lagi senyumin kamu sakit. Tapi, aku lagi seneng ngebayangin kalau mungkin sebentar lagi aku akan jadi seorang ayah." Shaka menaik-naikkan alisnya dengan jahil. "Yakin banget sih, Mas? Kalau aku cuma sakit biasa gimana""Makanya kita lihat aja nanti." Shaka masih terlihat percaya diri dengan harapan yang ada di dalam hatinya. Sementara Kinan sebenarnya ketar-ketir kalau dirinya benar-benar hamil. Pasalnya, dia masih ingin menikmati masa-masa berdua dengan Shaka. Juga, dia ingin menikmati semua yang dia dapatkan belakangan ini. Semua anugrah yang telah Tuhan berikan padanya. Menikmati segala kenikmatan, kasih sayang dan harta benda yang hingga umurnya dewasa, belum pernah dia nikmati. Entah ini egois atau tidak, Kinan merasa dia m
Rena terlonjak gembira saat menerima kabar kehamilan Kinan dari mulut sahabatnya itu. Dia langsung bertindak overprotected pada Kinan. Hal itu membuat Kinan merasa cukup risih. "Ren, biasa aja sih," gerutunya saat Rena mengambil kursi untuk Kinan duduki. Mereka berada di cafetaria kampus. "Ih, aku kan mau punya ponakan. Lucu banget pasti," kikik Rena sambil menangkup pipinya sendiri dan menggoyangkannya ke sana kemari.Kinan cemberut. Dia sedang bergulat dengan perasaannya sendiri yang tidak menentu. Belum lagi ketambahan cerewetnya mama mertua yang punya aturan ini itu. Pusing sekali rasanya kepala Kinan. Belum lagi dia harus merasakan badannya yang lemas, perutnya mual dan moodnya yang naik turun."Kinan, kamu kenapa sih?" tanya Rena sambil meneliti wajah Kinan. Kinan menghembuskan napas kasar. "Aku lagi kacau banget, Ren," keluhnya."Kacau kenapa? Ada masalah sama Mas Shaka?"Kinan menggeleng. Dia terdiam untuk beberapa saat. "Jujur aja sebenarnya aku belum siap hamil.""Loh, ko
Shaka membukakan pintu untuk Kinan yang sudah menunggunya di depan gerbang kampus. Wajah gadis itu masih seperti biasa. Cemberut. Mungkin mood Kinan masih tidak bagus, batin Shaka. Jadi, dia berusaha untuk tidak membuat masalah atau menanyakan apa pun pada Kinan."Mas, kenapa harus repot-repot keluar kantor terus jemput aku sih? Aku kan bisa dijemput Pak Noto," ujar Kinan memecah keheningan di dalam mobil. "Nggak papa, emang aku pingin jemput kamu kok." "Maksudku nggak usah.""Ya siapa tahu kamu abis kuliah pingin makan apa gitu.""Nggak ngidam kok," sahut Kinan ketus. "Oh, nggak ngidam, ya?" Kinan menghela napas dalam-dalam. Entah kenapa moodnya turun sekali siang itu. Mungkin gara-gara pesan dari Doni. "Nggak pingin ke mana-mana gitu? Aku siap loh antar kamu ke manapun, misalnya kamu pingin jalan-jalan.""Udah bilang nggak pingin apa-apa," sahut Kinan."Okay, okay. Jadi langsung pulang aja, nih?" "Hmm."Shaka mengangangguk mengiyakan. Astaga, perempuan hamil sungguh melatih ke
Saat keluar dari kelas, Kinan dan Rena dikejutkan oleh kehadiran Doni yang menghadang langkah mereka menuju cafetaria kampus. Rena yang sejak awal memang tidak suka dengan Doni, segera pasang badan untuk melindungi sahabatnya. "Mau apa kamu?" tanya Rena dengan kepala yang dia tegakkan dengan angkuhnya."Aku ada urusan sama Kinan." Doni memandang miring Rena. Batinnya, gadis ini menyebalkan dan bisa jadi batu sandungan dirinya mendekati Kinan."Iya, urusan apa?" tantang Rena. "Bukan urusan kamu," timpal Doni sebal. Dia menatap Rena sinis. Cantik-cantik sengak, pikirnya. "Kalau urusan sama Kinan ya itu urusanku juga. Apalagi yang mau berurusan itu cowok kayak kamu." Rena berucap dengan sengit. Doni mengibaskan tangan, menganggap ucapan Rena hanya angin lalu. "Kinan, bisa kan kita ngobrol?" Dia menggeser badannya untuk memandang ke arah Kinan yang ada di belakang Rena. "Kayaknya nggak deh, Don. Aku laper banget mau makan sama Rena." Kinan menolak dengan halus. "Tuh, kan ... nggak b