104. Esme dan Sebastian menghabiskan waktu bersamaDengan menggunakan setelan santai, Sebastian turun dari mobilnya dan berjalan ke rumah Esme. Senyum pria itu terlihat sangat sumringah, hari ini akan menjadi momen yang spesial baginya. Sebastian menekan tombol bel rumah, menunggu sang pemilik untuk membukanya.Setelah menunggu beberapa saat, pintu rumah Esme terbuka tapi yang membukakan bukan wanita itu melainkan putranya, Matthew.“Oh, Paman Sebastian sudah datang!” seru bocah berumur tujuh tahun itu. Sorot matanya terlihat sangat berbinar melihat kedatangan Sebastian.Melihat bagaimana cara Matthew bersemangat membuat Sebastian semakin senang, kedatangnnya begitu ditunggu rupanya. “Di mana Mama kamu?”“Di dalam, dia sedang menyiapkan bekal yang nantinya kita bawa. Ayo masuk, paman.” Matthew menarik lembut tangan Sebastian. Kemudian dia berteriak lantang, memberi tahu Ibunya kalau Sebastian sudah datang.Esme yang tengah s
Begitu mendengar kabar kehamilan Lena, Vincent seperti menemukan celah kecil untuk kembali bertemu dan menjalin hubungan dengan wanita itu. Setelah berpisah dengan Lena di masa lalu, Vincent baru menyadari ternyata Lena memiliki banyak pengaruh di hidupnya. Dulu, Vincent memanfaatkan Lena untuk kepentingannya sendiri. Namun, sekarang dia tahu kalau berpisah dengan wanita itu ternyata menyakitkan. Vincent jatuh cinta pada Lena dan ini baru disadarinya setelah sekian lama, apalagi melihat kedekatan wanita itu dengan Oliver dan menjadi istri pamannya tersebut membuat Vincent cemburu. Kalau boleh jujur, ia ingin memiliki Lena kembali. Kalau bisa, ia ingin menghancurkan hubungan Lena dengan Oliver. Tidak ingin membuang waktu, Vincent melajukan mobilnya ke sebuah florist ternama untuk membeli buket bunga. Dia akan menghadiahi Lena bunga-bunga yang cantik dengan harapan wanita itu akan luluh dengan perhatiannya. “Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang florist yang te
Menjelang kepulangan Oliver, Lena baru saja selesai membersihkan diri. Saat ini, wanita itu tengah duduk santai di dalamkamar sembari mengemil mangga potong. Satu tangannya memegang garpu dan sesekali menyuap buah ke dalam mulut. Sedangkan satunya lagi memegang ponsel.Sedari tadi Oliver sibuk dan tidak sempat membalas pesannya, padahal Lena sedang ingin memakan es krim di mall yang menjadi langganan.Beberapa saat berselang, pesan yang ditunggu-tunggu dari Oliver pun datang. Namun, isinya seketika membuat ujung bibir Lena yang hendak naik seketika turun.Suaminya itu lembur karena masih banyak pekerjaan yang perlu diurus.Tanpa membalas pesan dari Oliver, Lena membawa piring yang sudah kosong keluar dari kamar. Suasana tampak sepi dan hanya ada satu pembantu yang ada di dapur."Nyonya, maaf saya tidak tahu Nyonya sudah selesai makan. Seharusnya, Nyonya panggil saya saja biar piringnya saya ambil ke kamar."Pembantu itu terg
Oliver kembali beraktivitas seperti biasa dan bergulat dengan pekerjaan kantornya. Hari ini ia ada rapat penting yang diadakan di restoran hotel mewah dengan klien perusahaannya. Ia tidak sendiri menghadiri rapat dan mengajak Sarah bersamanya. "Bagaimana berkasnya? Apa kau sudah mempersiapkannya dengan baik?" tanya Oliver di sela-sela perjalanan mereka ke restoran. "Tentu saja, Tuan. Saya tahu rapat ini sangat penting bagi Anda dan perusahaan sehingga saya sangat berhati-hati saat mempersiapkannya," jawab Sarah dengan penuh percaya diri. "Baguslah. Kau harus tetap fokus dengan pekerjaanmu," ujar Oliver sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.Meski Sarah sudah menyatakan perasaan cinta padanya, Oliver tidak memecat wanita itu karena kinerja Sarah sangat baik. Oliver sama sekali tidak terganggu walaupun ia tahu jika Sarah menyukainya dan tetap menjunjung tinggi profesionalisme. Rapat berjalan dengan lancar dan Oliver mendapatkan kesepaka
“Aaaaa!” Suara teriakan lantang Lena memenuhi tempat parkir. Untung saja di sana tidak terlalu banyak orang, hanya beberapa yang kebetulan lewat, tapi tetap saja membuat perhatian semua orang tertuju padanya.“Hei, tenang. Ini aku.” Oliver buru-buru menenangkan Lena dengan menangkup kedua pipi istrinya itu.Mata Lena yang masih memejam kuat pun perlahan ia buka, dia merasa lega karena yang ada di hadapannya saat ini memang benar suaminya. Tetapi meskipun begitu tetap saja dia merasa sangat terkejut, rasanya jantungnya hampir saja copot.Kedua tangan Lena masih memegangi dadanya, napasanya juga masih belum teratur. Melihat kondisi istrinya saat ini membuat Oliver ketakutan. “Kamu kenapa? Kita pergi ke rumah sakit ya?”Lena menggeleng pelan. “Tidak perlu, aku hanya masih terkejut,” tolaknya.“Tapi kamu terlihat sangat pucat, sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang.” Oliver bersiap untuk membawa Lena ke rumah sakit, tapi Lena menaha
Keesokan harinya Lena merasakan kondisinya begitu baik. Ia sangat bersemangat dan memiliki banyak energi.Lena juga tidak merasakan mual atau muntah sedikit pun. Entah ini efek dari es krim di tepi pantai yang ia makan kemarin bersama Oliver atau sensasi ciuman sensual yang diberikan suaminya itu.Ingatan akan kegiatan romantis mereka itu sampai-sampai membuat Lena tidak bisa tidur sepanjang malam dan setiap mengingat kejadian itu wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Beruntung saja Oliver sudah pergi ke kantor sejak pagi. Kalau saja pria itu tahu, mungkin Oliver akan semakin khawatir dan membawanya ke rumah sakit lagi seperti kemarin. Lena nggak mau mengakui kalau wajahnya memerah karena mengingat kejadian kemarin. Lena terlalu malu. Selain itu dia juga tidak boleh membuat Oliver terganggu pikirannya saat berada di kantor. “Aish ... aku tidak boleh mengingat kejadian kemarin lagi,” rutuk Lena pada dirinya sendiri sembari menutup wajah dengan kedua tangannya. “Ayo fokus, Lena! F
Matahari baru saja meninggi, tetapi keributan sudah terjadi di perusahaan Oliver. Lelaki yang baru berapa saat tiba di kantor itu meminta Sarah mengumpulkan karyawan yang menangani salah satu project mereka ke ruangan.Oliver memijit pelipisnya selagi menunggu. Pening bukan main. Karyawan yang tidak ada sangkut pautnya pun ikut mengkerut di tempat. Tidak berani mengeluarkan suara. Aura yang dikeluarkan sang atasan saat dilanda emosi sungguh menakutkan.Atmosfer tempat tersebut terasa panas. Empat orang yang dipanggil Oliver masuk dengan takut-takut. Saling menyenggol lengan di sampingnya dan memberi kode jika mereka ada dalam masalah besar.Sarah siaga di tempat. Mengetahui Oliver tengah murka, dia jadi tidak berani meninggalkan keluar. Jika terjadi sesuatu, mungkin dia bisa membantu.Oliver menghampiri meja, menyahut salah satu dokumen di sana lantas melemparnya ke hadapan empat orang itu hingga kertas-kertas berhamburan di lantai."Empat orang dari kalian itu tidak ada yang becus be
Begitu sampai di rumah, Oliver langsung berlari ke kamar. Ia sangat cemas dengan keadaan Lena setelah mendapatkan telepon. Pikirannya sudah ke mana-mana dan membayangkan istri tercintanya terluka. "Sayang, apa kau baik-baik saja?" tanya Oliver begitu ia membuka pintu kamar. Napasnya terengah-engah dan keringat membasahi wajahnya. Di sana sudah ada Lena yang duduk di atas kasur dengan santai. Seperti tidak ada yang terjadi, Lena membaca novel sambil menikmati potongan buah pir segar. Ia bahkan heran karena suaminya pulang sebelum jam kerja berakhir. "Ada apa? Mengapa kau sudah pulang?" Dengan polosnya Lena bertanya dengan ekspresi wajah datar. Seketika Oliver menghela napas lirih sembari meraup wajahnya. Ia lega karena Lena baik-baik saja. Tadinya ia sangat khawatir sebab ia mendengar kabar jika istrinya itu sempat shock berat. Namun, selang sedetik kemudian ekspresi wajahnya berubah serius. Dengan langkah cepat ia pun mendekati Lena. "Aku mendapatkan telepon kalau kau tadi hampir