"Kemarilah," ujar Lena seraya melambaikan tangannya meminta Oliver untuk mendekat.
"Ada apa?" Oliver berjalan menghampiri Lena sembari mengancingkan jas kerjanya.Lena tak langsung menjawab. Ketika Oliver berdiri dihadapannya, Lena kemudian menaruh kedua tangannya di belakang leher pria itu."Lena?""Apa? Aku hanya akan memperbaiki dasimu. Kau memakai dasi yang miring, Oliver," jawab Lena akhirnya.Seketika itu pula senyuman lebar pun terbit di wajah Oliver. Kemudian dengan bangga Oliver mengangkat dagunya tinggi-tinggi agar Lena bisa leluasa memperbaiki dasinya."Sudah," ujar Lena tiba-tiba. Hal itu pun membuat Oliver merengut kecewa."Secepat itu?""Tentu saja. Memangnya kau berharap berapa lama? 3 jam? Bergegaslah pergi bekerja, Oliver. Kau akan terlambat." Dengan cepat Lena meraih lengan Oliver. Dia menggamitnya, memberikan tas kerja, lalu kemudian bergegas mengajak Oliver untuk segera pergi kelu"Bolehkah jika aku tidur sambil memelukmu?" tanya Aleah ketika Oliver baru saja selesai memakai piyama dan bersiap untuk tidur."Tentu saja boleh," jawabnya . Dengan send]=0ang hati Oliver berbaring dan merentangkan tangannya agar Lena bisa segera memeluknya.Perlahan Lena beringsut mendekati Oliver dan memeluk pria itu erat-erat. Seperti biasa, dalam posisi seperti ini Lena akan menghidu aroma tubuh suaminya itu sebanyak-banyaknya."Kenaoa kau selalu melakukan hal seperti itu, Lena?""Ya?" Lena mengangkat wajahnya dan menatap Oliver dengan tatapan bingung."Kenapa kau selalu mecium aroma tubuhku tiap kali kita berpelukan? Apa aku masih bau?"Sejenak Lena memandangi wajah Oliver dan buru-buru dia pun kembali menenggelamkan wajahnya di dada Oliver. "Karena aku suka aroma parfum dan juga aroma sabun yang kau pakai.""Tapi sebelumnya kau tak pernah seperti ini. Apa kali ini juga dipengaruhi oleh kehamilanmu?"Lena mengangguk. "Setelah mencium aroma tubuhmu aku jadi tak merasa mual. Aku p
"Kenapa aku tak melihat keberadaan istriku?" tanya Oliver pada seorang maid yang datang menghampiri untuk membereskan sepatu Olive untuk disimpan ke dalam rak sepatu."Nona Blade ada di ruangan anda sejak tadi pagi, tuan."Oliver menaikan sebelah alisnya. "Tumben sekali. Apa ada sesuatu yang dia cari di sana?"Maid itu menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum. "Beliau tak mencari apapun di sana. Beliau hanya tetidur di sofa sampil memeluk jas kerja anda yang tertinggal di sana. Baru saja saya datang dari sana untuk mengecek keadaan Nona Blade, ternyata beliau masih tertidur lelap. Tumben sekali tidurnya cukup lama.""Baiklah, terima kasih." Dengan semangat Oliver pun melangkah pergi menuju ruang kerjanya sembari membawa bingkisan makanan yang dia janjikan pada Lena.Senyum bahagia tak henti-hentinya merekah di wajah tampan Oliver. Dan senyuman itu pun kian merekah ketika dirinya masuk ke dalam ruang kerjanya, terlebih ketika melihat pemandangan di mana Lena benar-benar tertidur lelap
"Aku pikir kau sudah lupa dengan janjimu yang akan mengajakku senam hamil," ujar Lena setelah selesai berganti pakaian dengan pakaian senamnya."Justru itu. Aku benar-benar hampir melupakannya, jika saja Esme tak bertanya apakah aku sudah mengajakmu senam hamil atau belum.""Esme sepertinya sangat peduli sekali padamu, terutama pernikahan kita. Apa hanya perasaanku saja?" ujar Lena tenang. Namun, sarat akan sindiran.Oliver yang menyadari hal itu pun segera mengendalikan situasi. "Ayo kita segera masuk ke aula, kelas senamnya akan segera dimulai."Lena tahu Oliver sedang menghindari toping pembicaraan tentang Esme yang dia angkat, tapi dia pun tak berniat kembali mengungkitnya ketika respon Olivr seperti itu, sehingga yang dia lakukan hanya bungkam dan menerima uluran tangan Oliver ketika pria itu mengajaknua segera masuk ke dalam aula senam.Seorang instruktur senam ibu hamil itu mulai mengarahkan Lena dan Oliver untuk memulai pemanasan terlebih dahulu. Dan keduanya bergerak mengikut
"Kau membuatku terlihat sangat menyedihkan karena sangat mempercayai kebohonganmu," gumam Oliver. Dengan sangat kecewa, Oliver bangkit berdiri. Sambil menahan rasa sakit di hatinya, dia berniat segera keluar dari kamar ini, tapi kemudian dia mengurungkan niatnya ketika sudut matanya melihat sebuah buku sketsa di atas meja rias.Perasaan ingin tahu tentang apa saja yang digambar oleh Lena, membuat Oliver berubah haluan jadi ingin mengeceknya. Dengan tenang dia duduk di depan meja rias, membuka lembar demi lembar bagian buku yang ternyata kosong tanpa gambar apapun, sampai kemudian dia sampai pada bagian tengah buku dan melihat nama Vincent tertulis di sana. Untuk kesekian kalinya Oliver merasakan hatinya terluka."Meskipun tak lagi bisa saling berkomunikasi, ternyata kau tak pernah melupakannya." Dengan perasaan kecewa itu, Oliver kembali membuka lembaran berikutnya untuk sekadar kembali menemukan ungkapan rindu Lena terhadap Vincent.Oliver membacanya dengan seksama, sampai kemudian l
"Nona Blade semalaman hanya menangis dan terus meminta bertemu dengan anda. Beliau juga berulang kali muntah dan baru bisa tenang setelah diberikan pakaian anda," ujar Maid mengabarkan pada Oliver yang pagi itu baru saja pulang ke rumah.Oliver yang mendengar itu sempat tertegun untuk beberapa saat, sampai kemudian dia pun menghela napas berat dan tersenyum simpul. "Terima kasih karena sudah menjaganya semalaman. Hari ini kalian semua libur saja dan istirahat, pasti kalian lelah karena menjaga Lena, sekarang biar aku saja yang menjaganya."Setelahnya, Oliver pun pergi ke dapur. Dia lebih dulu membuat segelas susu hamil , lalu menyiapkan seporsi makanan untuk Lena juga dengan tenang dia mengupas beberapa buah apel. Baru kemudian dia pun membawa semua makanan itu untuk segera menemui Lena.Pintu kamar tak terkunci, tak seperti biasanya. Dan ketika Oliver membukanya, dia mendapati Lena yang duduk bersandar pada kepala ranjang dengan baju Oliver yang dipeluk Lena. Saat itu Lena hanya me
"Kau terlihat lebih kurus, Oliver. Ada apa?" tanya Esme."Bukan hal yang perlu kau khawatirkan, tenang saja."Esme memicingkan kedua matanya dan menatap Oliver penuh curiga. Dia tahu ada yang terjadi dalam rumah tangga pria itu, tapi dia mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut karena dia merasa tak ingin ikut campur lagi dalam rumah tangga Oliver."Kalau itu bukanlah hal yang perlu aku khawatikan, cobalah untuk jadi Oliver yang terlihat baik-baik saja. Melihatmu kehilangan berat badan dan selalu memasang wajah muram seperti ini, membuatku sangat risau.""Apa siang nanti setelah sekolahnya selesai, Mathew akan menghabiskan waktunya di daycare sembari menunggumu pulang bekerja?" tanya Oliver tanpa sekalipun mengindahkan ucapan penuh kekhawatiran dari Esme.Esme pun menghela napas berat dan menganggukan kepalanya. "Iya, seperti biasa aku meminta Mathew untuk menghabiskan waktnya di daycare selagi aku harus bekerja.
"Kau pulang," sapa Lena yang saat itu tak seperti biasanya sudah menunggu kepulangan Oliver dengan wajah yang ceria.Hati Oliver langsung berdesir hangat karenanya. Lantas dia pun balas tersenyum hangat dan mengambil langkah lebar untuk segera menghampiri Lena."Iya, aku pulang Lena." Dia memeluk Lena erat-erat tanpa menaruh bingkisan yang dibawanya. "Aku membeli tiramisu, apa kau menyukainya?"Lena tak langsung menjawab, dia lebih dulu menghidu aroma tubuh Oliver sebanyak mungkin, sebelum kemudian menengadah dan menatap Oliver dengan senyuman ceria seperti sebelumnya. "Aku menyukainya, terima kasih." Kali ini tanpa aba-aba Lena mendaratkan kecupan kecil pada Oliver yang bisa dia jangjau dengan tinggi badannya.Untuk sejenak, Oliver tertegun di tempatnya. Seluruh saraf di tubuhnya berdesir, jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa detik karena rasa terkejutnya oleh sikap impulsif dari Lena. Ini kali pertama Lena melakukan hal seperti
"Terima kasih untuk tiramisunya, rasanya enak." "Iya. Mau kubelikan lagi besok?" Lena menggelengkan kepalanya. "Tidak. Besok aku ingin kau langsung pulang saja. Kali ini aku benar-benar tak berbohong, aku selalu ingin segera òp0ⁿ9p denganmu." "Baiklah, kalau begitu besok aku akan pulang lebih cepat." Oliver beranjak dari meja makan sembari membawa piring dan garpu kotor yang sebelumnya mereka gunakan ketika memakan kue. Oliver menaruh piring kotor itu di wastafel lalu mencuci tangannya. "Omong-omong Oliver, apa hari ini kau benar-benar bekerja?" tanya Lena tiba-tiba. Walau sempat terdiam sejenak, Oliver pun kembali menghampiri Lena dan membantu perempuan itu untuk berdiri , lalu bergegas mengajaknya pergi ke kamar. "Oliver," panggil Lena lagi karena tak kunjung mendapatkan jawaban. "Hari ini aku pergi ke kantor tapi tak berkerja," jawab Oliver akhirnya. "Kau memangnya pergi ke mana? Apa kau-" "Jika kau akan bertanya apakah aku menemui perempuan lain, maka jawabannya adalah ti