Harger menatap pintu perpustakaan seraya menelan ludah kasar. Dia begitu ragu menghadap suaminya setelah makan malam yang berlalu dengan hening. Memang tidak ada percakapan sejak terakhir kali dia membuat pria itu meninggalkan dapur.
Harger merasakan sang hakim sedang membangun tembok yang tinggi. Dia tidak tahu apa yang suaminya pikirkan, tetapi rasanya terlalu aneh jika Deu akan mendadak sangat marah. Pria itu mungkin tidak menunjukkan secara langsung. Hanya saja ini tidak seperti biasanya; Deu bahkan tidak sama sekali untuk membujuk, sekali lagi, atau apalah yang paling tidak membuat perasaan Harger kembali tenang.Dia menarik napas dalam dan segera memutuskan untuk memegang ganggang tembaga; membuka pintu hati – hati, lalu sedikit tercekat menemukan suaminya sedang tidur diliputi satu buku tebal tergeletak nyaman di dada pria itu. Harger tahu; Deu membaca dan berakhir ketiduran. Dia merasa tidak ingin membangunkan suaminya. Barangkali akan membawakan selimut tebal setelHarger terbangun dengan lengan sang hakim memeluk di permukaan perut ratanya. Wajah pria itu begitu dekat diliputi embusan napas yang tenang. Harger sedikit bergerak; mengamati suaminya yang masih tertidur lelap, sedikit tersenyum, dan mengatur tubuhnya agak menyamping agar lebih leluasa memperhatikan wajah tampan yang sedang memejam.Harger tidak tahu apakah dia bisa memegang kata – kata sang hakim semalam. Dia akan berusaha percaya. Melupakan semua kekesalannya, hanya ingin menunggu pria itu membuka mata. Harger tidak akan membangunkan sang hakim, meskipun dia rasa niatnya terlalu buruk jika membiarkan pria itu terus – terusan tertidur. Hari senin, Deu biasanya akan bekerja; bersiap – siap dengan cepat, tetapi biarkan saja. Kali ini Harger akan mengerjai sang hakim. Dia senang menyaksikan pria itu melakukan segala sesuatu terburu – buru.Perlahan akhirnya Harger mendapati kelopak mata sang hakim bergerak. Ketika iris mata gelap yang sembunyi – sembunyi di bawah bulu y
“Olden, jangan lari – lari.”Harger mengejar anjing kecil pemberian sang hakim di sepanjang halaman belakang rumah. Matahari sore tidak terlalu menyengat untuk melakukan aktivitas di luar. Dia masih melangkahkan kaki; lebih cepat untuk meraih tali yang mengikuti kepergian Olden ke mana pun di sudat halaman. “Olden!”Anjing kecil terlalu lincah, Harger terguling beberapa kali setelah dia memeluk hewan peliharaan itu. Ekor Olden bergerak – gerak; lincah; menegaskan kalau – kalau Olden sudah beradaptasi sangat baik dengan sang majikan. “Mrs. Keroppi.”Wajah Harger langsung berpaling mendengar suara sang hakim di depan pintu. Masih mengenakan pakaian pagi tadi, dan pria itu berjalan mendekatinya. Harger tersenyum. Membiarkan Olden pergi menyambut sang hakim dengan gonggongan. Deu hanya tertawa lalu bersimpuh mengusap puncak kepala Olden dengan lembut.“Kau senang bermain bersamanya?” tanya sang hakim lambat. Harger menarik napas, melipat tangan di depan dada kemudian menatap pria itu se
Sebelah alis Harger terangkat tinggi saat samar – samar mendengar suaminya sedang bicara dengan bahasa Italia di balik telepon bersama seseorang. Dia tidak begitu mengerti percakapan seperti apa yang tampaknya begitu serius, tetapi sesekali Harger akan mendapati nama Laea di balik pembahasan mereka. Wajah Harger langsung berpaling untuk mengamati bagaimana ekspresi tegang dan frustrasi suaminya. Sang hakim meninggalkan begitu banyak tanda tanya besar, apa yang sedang terjadi? Harger begitu ingin tahu; menunggu sang hakim akan melirik ke arahnya, tetapi pria itu tidak melakukan. Ketika sebentuk tubuh tinggi besar itu mengambil posisi duduk di kursi lainnya, Harger melihat secara terperinci bagaimana sebelah tangan sang hakim berpangku di atas meja, telunjuk dan ibu jari pria itu memijit batang hidung sendiri. Harger semakin bertanya – tanya apakah ada hal yang mengusik suaminya? Sebuah masalah? Apa?Butuh waktu beberapa saat sampai percakapan itu selesai. Harger menarik napas dalam u
Ada penekanan di setiap kata – kata dari suara berat itu. Debaran di dada Harger semakin keras. Dia mengerjap beberapa kali, merasa perlu melakukan sesuatu.“Aku ikut.”Kedua alis sang hakim bertaut setelah mendengar pernyataan Harger yang begitu mengejutkan. Dia sendiri tidak percaya akan keluar pernyataan seperti ini dari bibirnya. Saat sang hakim diam, Harger sudah mengira Deu akan melarangnya.“Kau yakin?”Namun, pria itu justru menanyakan sesuatu yang tidak pernah Harger pikirkan.“Mengapa aku harus tidak yakin?”“Kau tahu dia masa laluku.”“Dan aku yang bersamamu sekarang, saat ini, dan mungkin ke depannya.”Sang hakim tidak langsung menanggapi; hanya sudut bibir yang melekuk sangat tipis. Ujung jari pria itu kemudian segera bergerak. Menyusuri wajah Harger dengan begitu lembut.“Kau masa depanku.” Suara berat sang hakim ringan, menarik Harger masuk ke dalam dekapan hangat dan liat.Harger membalas setiap pelukan sang hakim, menghirup ar
“Bagaimana keadaannya?” tanya sang hakim diliputi napas menggebu – gebu. Harger sendiri merasakan hal yang sama. Diam; menyesuaikan keadaan rongga dada setelah udara terasa begitu sempit karena harus berlarian memasuki gedung mentereng di sini.Harger luar biasa terkejut kali pertama melihat sebuah mansion besar, tetapi dia tidak memiliki waktu untuk mengagumi situasi di sekitarnya. Harus mengikuti ke mana langkah sang hakim dan di sini mereka berakhir. Di sebuah kamar dengan seorang wanita sedang terbaring dengan keadaan mata terbuka; tiang infus menjulang dan terhubung di tangan bagian kiri. Wanita itu begitu kurus dengan tulang pipinya begitu terlihat jelas.Samar – samar, saat menatap ke dalam – dalam wajah Laea, Harger merasa seperti pernah mengenal, meski dia tak sanggup meraih sisa ingatan yang begitu jauh digapai. Sesekali Harger melirik sang hakim; berharap pria itu memberitahunya sesuatu. Tetapi pria yang terlihat serius menghadapi dokter tidak sekalipun ingat terhadap keber
Harger terbangun dengan kelopak mata mengerjap beberapa kali; sulur – sulur siraman cahaya masuk lewat kaca yang terbuka lebar. Seseorang telah menyibak tirai dan itulah satu – satunya alasan mengapa Harger berusahan menahan silau di sekitar wajah. Dia sedikit terkejut saat menemukan sang hakim sudah menjulang tinggi dalam balutan kemeja hitam dan jubah dengan warna senada sebagai pelengkap. Rambut pria itu disisir ke belakang. Rapi. Sedikit senyum di pagi hari membuat Harger segera bangun.“Laea akan dimakamkan hari ini, Mrs. Keroppi. Kau mungkin ingin pergi ke pemakaman?” tanya pria itu. Harger secara naluri mengangguk, kemudian dia sadar bahwa tidak menyiapkan pakaian hitam untuk mendatangi rumah duka atau ke pemakaman. Iris matanya menatap sang hakim dalam. Mencoba mencari kata – kata yang tepat, tetapi suara berat itu segera mendahuluinya.“Pakaianmu sudah kusiapkan. Ada di sana.”Harger mengikuti ke mana sorot gelap itu memindahkan perhatian. Di atas ranj
Ketika pastor melangkahkan kaki pergi. Orang – orang di sekitar pemakaman turut membubarkan diri. Mereka berjalan teratur meninggalkan area yang hanya tersisa Harger, yang mengamati suaminya dan Howard secara bergiliran. Dua pria dewasa sedang membuat jarak; Howard sangat diam, tetapi yang paling tidak banyak bicara adalah sang hakim sejak Howard meminjam pria itu pergi.Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?Harger bertanya – tanya dalam hati. Ingin sekali bicara langsung. Namun, dia tak memiliki prospek bagus ketika akhirnya Howard mendekatinya untuk berpamitan.“Sampai bertemu denganmu lain kali, Harger. Jika terjadi sesuatu padamu, jangan sungkan mencariku. Aku akan selalu ada.”Begitulah. Harger tersenyum kepada Howard. Memeluk pria itu sebentar, lalu melakukan kontak mata lebih lekat. “Hati – hati di jalan.”Hanya anggukan pelan kemudian langkah Howard secara tentatif meninggalkan pemakaman. Anehnya, pria itu tidak bicara sedikitpun kepada sang hakim. Harger mengerjap semakin ti
“Ya, Daisy?” tanya Harger pelan. Dia mendengar tarikan napas Daisy dari seberang ponsel; kelegaan meliputi wanita itu, tetapi apa yang membuat Daisy khawatir?[Apa Deu bersamamu, Harger?”]Tanpa sadar bibir Harger menipis. Dia mengerti sekarang. Daisy mencari cucunya dan mungkin kesulitan mendapat akses menghubungi sang hakim sehingga sudah sepatutnya Harger menjadi pilihan terakhir.“Ya, Daisy. Deu bersamaku, tapi dia sepertinya sedang sibuk. Ada apa kau mencarinya?”[Aku mendengar kabar kalau Laea sudah tidak ada. Apa Deu yang mengurus semuanya?]Pertanyaan wanita tua itu membuat Harger mengangguk, sialnya dia lupa Daisy tak mungkin melihat. “Deu menyelesaikan semua dengan baik.” Buru – buru Harger mengatakan yang sebenarnya, dan sekali lagi, dia mendengar napas Daisy dari seberang suara.[Bisakah kau berikan ponsel ini pada Deu? Aku sudah beberapa kali menghubunginya, tapi tidak bisa tersambung.]Harger tidak yakin, tetapi dia akan mencoba.“Tunggu