Makan malam selesai, tetapi ada sesuatu yang terasa ganjil di benak Harger. Suaminya begitu terburu – buru meninggalkan dapur. Terkadang terlihat lebih sering melamun dan hanya menatap setengah kosong ke depan. Sudah tiga jam sejak Harger membersihkan sisa perangkat makan malam mereka. Bahkan sejak dia menemani Olden untuk tidur. Sang hakim belum juga menampakkan diri. Harger tidak tahu ke mana suaminya pergi.Saat berjalan ke arah kamar hanya sisa – sisa cahaya membias dari arah pintu perpustakaan. Mungkinkah? Kening Harger mengernyit membayangkan jika memang sang hakim ada di sana. Dia menatap pintu dengan ragu. Cukup lama berdiam diri di depan. Hening rasanya begitu pekat di waktu – waktu seperti ini. Pukul 10 malam. Harger yakin seharusnya dia dan sang hakim berada di kamar. Berdua. Tetapi sekarang semua itu mendadak berbeda.Lurus – lurus Harger terpaku memandangi ganggang pintu. Benaknya sekal lagi diliputi keraguan. Dengan keputusan penuh tekad akhirnya Harger mengulurkan tang
“Kau cari apa?”Kening Harger mengernyit mendapati pagi – pagi sekali sang hakim sibuk mencari sesuatu di antara lipatan pakaian. Tubuh tinggi itu harus setengah membungkuk untuk lebih teliti menemukan satu hal yang masih Harger pertanyakan di benaknya.Belum ada tanggapan sehingga Harger segera menyusul posisi sang hakim. Berdiri di samping pria dengan porsi tubuh jelas berbeda. Rasanya Harger seperti tenggelam oleh bahu sang hakim yang lebar. Aroma maskulin milik suaminya menyeruak pekat. Selesai mandi atau tidak, sepertinya sama saja. Wanginya tidak pernah hilang, seperti menggambarkan sesuatu yang Harger tidak yakin.“Cari apa?”Sekali lagi Harger mengajukan pertanyaan. Beberapa saat akhirnya iris gelap itu menatap ke wajahnya. Kontak mata yang intens. Sang hakim mendengkus sebentar lalu kembali sibuk menggerakan tangan mencari sesuatu di antara lipatan kain.“Kaos putihku hilang.”Nada bicara sang hakim masih disibukkan kebutuhan mencari di antara lipatan kain yang bertingkat – t
Nampan di tangan Harger seketika terlepas mendengar suara Nikolai dengan seseorang di balik telepon genggam. Dia tidak bisa menahan diri, itulah sebabnya, dua gelas berisi teh hangat dan toples beling dipenuhi cemilan ringan tumpah berserak diliputi suara pecahan yang keras.Jantung Harger berdebar hebat ketika dia mendapati keterkejutan di wajah Nikolai dan Ragiel bersamaan. Mereka mungkin tidak mengira dia akan berdiri di sana, mendengar semua percakapan bahwa sang hakim baru saja mengalami kejadian tidak menyenangkan.Kecelakaan?Bukankah Harger sudah meminta Deu untuk menyetir dengan hati – hati?Pandangan Harger langsung memburam membayangkan seperti apa kondisi sang hakim saat ini. Dia segera menyeka air di sudut mata. Menatap Nikolai dengan tajam; melangkah mendekat, tidak peduli beberapa pecahan kaca bertebaran di atas lantai.“Di mana Deu sekarang?” tanya Harger lirih. Dia mendengar suaranya sendiri nyaris mencekat. Apakah Deu mengalami kecelakaan parah sehingga Nikolai harus
Jari – jari tangan Harger saling mengepal menghadapi menit demi menit di pengadilan. Di depan sana, suaminya berdiri di atas podium. Menarasikan sebuah peristiwa di mana pria itu berada di tempat kejadian. Mula – mula intisari perkara ditarik saat sang hakim mencari keberadaan Harger di depan kantor kepolisian. Beberapa orang datang, merampok dan memberikan suntikan bius. Adegan berikutnya dijelaskan secara runtut; berkala; begitu tegas, absolut sehingga sanggup membungkam pengacara para dokter dengan pekerja gelap ilegal itu.Ada jeda beberapa saat sampai kemudian Mr. Federeco mengemukakan pendapat. “Jika Anda berada di tempat kejadian, Mr. Halker. Bisakah Anda menjelaskan bagaimana hanya Anda yang lolos dari ledakan serius di gedung usang itu, sementara para pelaku yang Anda sebutkan tadi, meledak dan terbakar hangus di sana?”Harger dapat merasakan ketegangan di sekitarnya. Wajah datar sang hakim setelah menerima pertanyaan dari Mr. Federeco, luar biasa nyaris tidak
Mendapat vonis dengan hukuman seumur hidup penjara merupakan berita paling – paling melegakan. Harger masih ingat momen di mana dia disergap kebahagiaan, tetapi masih harus menahan diri saat berada di ruang sidang. Yang hanya bisa diluapkan ketika dia berdua bersama sang hakim.Harger juga masih ingat kata – kata terakhir suaminya untuk tidak terlalu puas dikarenakan pengacara dari pihak pelaku mengajukan banding. Bagian satu ini Harger tidak begitu tahu. Dia hanya menunggu kabar dari sang hakim. Hanya bisa berharap kalau – kalau pengajuan banding itu akan ditolak secara mutlak dan spesifik.“Kau sudah siap, Mrs. Keroppi?”Tiba – tiba pintu kamar terbuka. Harger melirik keberadaan sang hakim lewat pantulan cermin. Suaminya dengan setelah jas hitam dan kemeja putih sebagai dalaman terlihat begitu tampan. Dia menelan ludah kasar ketika pria itu mengangkat kaki mendekat.Sepasang lengan yang liat merambat ringan di pinggulnya. Harger dalam balutan dress merah yang memba
Untuk terakhir kali Harger mengamanti wajahnya, memastikan kembali tatanan make up yang sempat dibuat kacau. Paling tidak sekarang sudah jauh lebih baik dibanding penampilan terdahulu. Harger segera menatap ke samping. Sang hakim baru saja saja keluar, membuka pintu mobil seraya mempersilakan Harger menyambut tangan yang terulur di depan mata.“Terima kasih, Yang Mulia.”Perlahan mereka melangkah menuju area pesta. Jantung Harger berdebar keras membayangkan akan bertemu orang – orang yang memiliki perbandingan jauh darinya. Di pintu masuk terdapat dua pria; sang hakim menyerahkan kertas undangan, kemudian mereka diberi sapaan hangat.Memang sebuah kenyataan membuat Harger terpekur lama. Semua elemen yang terlihat di matanya semacam suatu hal yang dia tidak tahu bagaimana menghadapinya. Harger yakin semua hakim yang tergabung di sini membawa pasangan masiang – masing. Banyak wanita terlihat berkelas, dan dia-lah satu – satunya gadis paling muda, setelah suaminya.
Sang hakim langsung tertawa pelan. Tidak ada yang lucu, itu membuat Harger tidak tahan segera mencubit perut liat suaminya. “Kenapa kau tertawa!” ucapnya sedikit jengkel. Mendadak Harger menaruh rasa curiga kalau – kalau sang hakim sebenarnya tahu mengenai perasaan Anette kepada pria itu. Harger mendengkus. Akhirnya memutuskan untuk menjauhkan diri, tetapi sang hakim tiba – tiba kembali menarik tubuh mereka saling bertubrukan.“Mr. Sassimo memang pernah menjodohkan putrinya padaku. Aku rasa itu yang membuatnya menatapku seperti itu.”Ini mengejutkan. Pengetahuan Harger benar – benar kosong mengenai ucapan sang hakim. Wajahnya mendadak berubah masam dengan sorot mata yang tajam.“Mengapa kau tidak mengatakan ini padaku?” tanyanya agak menuntut.“Aku rasa ini bukan hal penting, jadi seharusnya tidak perlu membahasnya.”“Tapi dengan begitu kau membuatku mengambil keputusan yang salah. Harusnya tadi kita di rumah saja jika dia ada di sini untuk mengagumimu.”
Memanfaatkan pekerjaan ayahnya untuk menggaet satu pria beristri adalah suatu cara klise yang sama sekali tak pantas mendapat pujian. Sorot mata Harger menusuk sangat tajam. Dia tak suka melihat Anette sengaja menyenggol lengan mulus itu di sekitar tubuh sang hakim, meskipun dengan tegas Deu sudah berjuang mengambil jarak dan sesekali akan melihat ke arahnya. Harger perlahan melipat tangan di depan dada, menunjukkan gestur kepada sang hakim supaya suaminya mengerti kalau – kalau dia tak suka ada gadis lain di sana; sedang berusaha keras melakukan sesuatu yang membuat isi kepala Harger mendidih. Namun, sepertinya muncul satu harapan ketika tubuh sang hakim terlihat sedikit membungkuk—barangkali untuk berpamitan.Dugaan Harger benar saat dia mendapati sang hakim segera melangkahkan kaki ke arahnya; terlihat agak tergesa sembari memperbaiki kancing lengan bawah dari jas hitam yang membalut di tubuh liat itu.“Aku pikir kau sudah lupa di mana istrimu berada,” ucap Harger sinis. Dia menyi