Lima menit pertama yang Harger miliki terkuras oleh kebutuhan mencari resep sarapan pagi khas orang Italia. Sebuah risiko yang harus dia hadapi nyaris setiap hari. Harger harus mencocokkan bahan mentah di dapur sebelum dia bisa memilih resep mana yang sekira-nya terdengar mudah dikerjakan. Ibu jarinya masih menggeser layar ponsel dengan tentatif. Hanya ada dua pilihan yang menurutnya akan sang hakim suka. Harger beranjak ke arah kulkas. Mencari – cari bahan mentah tersusun lengkap, salah satunya mendapati tuna segar dalam wadah bening. Dia semakin yakin akan coba membuat panini, roti lapis italia. Akan tetapi sebelum itu. Dia juga harus memastikan bahan utama, apakah masih tersisa stok roti di rak terbawah. Kabar baiknya Harger bisa langsung mengeksekusi semua bahan. Dia mengeluarkan satu demi satu dan membawa apa saja yang perlu diiris ke meja bar. Pisau sudah di tangan, dan seharusnya tidak meninggalkan kesempatan mengiris tomat terlebih dahulu. Pekerjaan Harger sudah separuh j
Tanpa banyak bicara tiba – tiba tangan sang hakim mengangkut tubuh Harger, dan membiarkan Harger duduk di meja bar, sementara pria itu memilih posisi nyaris sama seperti sebelumnya. Menjulang tinggi; mereka saling berhadap - hadapan.“Sekarang katakan apa yang kau sembunyikan dariku?”Kali pertama bicara setelah bersikap aneh. Harger mendengar suara sang hakim seperti menuntutnya, ntah untuk alasan seperti apa. Dia belum sepenuhnya mengerti.“Maksudmu?”Suara Harger tercekat. Dia berusaha meneliti wajah sang hakim, tetapi pria itu cenderung menyembunyikan dengan nyaris menunduk.“Aku mendapat laporan untuk transaksi besar kedua kalinya dalam bulan ini di rekening yang kuberikan padamu.”Pria itu mulai melanjutkan.“Yang pertama anggap kau sudah meminta izinku.”Sesaat sang hakim berhenti sejenak. Iris gelap itu akhirnya menatap ke dalam diri Harger. Secara tidak langsung memancingnya merasakan ketegangan yang begitu besar.“5000 pound, Harger. Kau melakukan transaksi internasional kur
Untuk bertemu Chires, Harger dan sang hakim perlu melakukan perjalanan ke Skotlandia. Chires tinggal di sebuah kota terpencil, bukan di Edinburgh, sehingga mereka harus mempertimbangkan beberapa hal lainnya. Harger mungkin ingin bertemu Charlene, Demini, dan anak – anak panti asuhan. Terutama dia sudah sangat merindukan Sofia. Sayang sekali ini menjadi perjalanan penting. Waktu mereka tidak begitu banyak. Rob bisa saja kembali meminta uang di saat - saat tak terduga. Lagipula masa cuti sang hakim akan segera berakhir. Itu akan terlalu menyibukkan bagi suaminya.“Jadi di sini temanmu tinggal?” tanya sang hakim masih dengan menggenggam erat jari – jari tangan Harger yang mendadak mungil jika saling bertaut.Harger mengangguk pelan. Menuntun suaminya berjalan lebih cepat setelah masuk ke sebuah perkarangan. Mereka tak langsung menuju pintu depan, tetapi menyingkir ke sisi samping di mana ruang gudang sedang terbuka.Di sana Chires mengerjakan pekerjaannya sebagai seorang seniman ukir. Pa
Langkah Harger tentatif menuju satu titik di mana sang hakim duduk di sana. Menatap sebuah padang dengan rumput tua menguning. Kedua kaki pria itu menekuk, sementara lengannya menyangga di atas lutut. Deu seperti sedang memikirkan sesuatu; sorot mata yang begitu lurus masih belum meninggalkan beberapa puncak tanaman liar yang tersapu embusan angin.“Apa yang kau lihat, Yang Mulia?” tanya Harger berbisik pelan. Dia tahu tetapi pura – pura untuk memulai percakapan.Sang hakim berpaling ke arahnya. Tersenyum tipis meski tidak langsung menanggapi dengan jawaban.“Batu itu sudah dikerjakan?”“Sudah.”Harger masih memandangi wajah sang hakim. Iris gelap itu menangkap matanya, begitu lekat. Sesekali akan menyipit samar untuk membuat Harger salah tingkah.“Jangan melihatku seperti itu.”Satu tangan Harger mendorong wajah suaminya. Pria itu terkekeh ringan, tidak berusaha menentang, tetapi tidak pula membiarkan jarak antara mereka tersulut. Posisi seperti ini; dengan tangan sang hakim menarik H
Untunglah masalah Chires hanya sesaat berlalu. Harger mengamati bahu sang hakim. Mereka baru tiba di motel setelah berjalan kaki beberapa meter dari rumah Chires. Tas di punggung sang hakim baru saja diletakkan di sekitar meja. Harger segera mendekat ketika pria itu merenggut kaos polos dengan cara dan kebiasaan yang selalu sama. Sang hakim terlihat akan tidur sebelum Harger tiba – tiba mengajukan pertanyaan.“Kau lelah, Yang Mulia?”Karena setahunya, Deu harus memapah batu berlian yang berat, kemudian di tengah jalan pria itu memberi Harger tawaran untuk memanjat ke tubuhnya. Harger tentu tidak menolak.“Kalau kau lelah ... aku mungkin bisa memijat tubuhmu.”Niat sang hakim sesaat urung. Pria itu terlihat berpikir, kemudian mengangguk.“Pijat yang enak, bisa?” tanya sang hakim skeptis. “Sampai membuatmu mendesah pun aku bisa.”Harger terkikik samar. Samar – samar pula membiarkan ranjang berderak saat dia merangkak naik ke atas ranjang. Menunggu sang hakim menelungkup dan dia mulai d
Sayup – sayup bunyi gemerincing menembus di pendengaran Harger. Kelopak matanya terbuka, perlahan mencoba mengenali situasi yang hening sebelum dia jatuh tertidur. Setelah pandangannya terasa sangat – sangat familiar. Harger pelan – pelan bergeser bangun. Secara mengejutkan dia merasakan jantungnya berdetak keras.Di mana Sofia?Tidak ada siapa pun di kamar. Mendadak Harger tidak dapat memikirkan hal lain. Dia takut Sofia diambil atau barangkali merangkak sendiri ke antah berantah. Harger membeku sesaat. Sambil mencoba mendapati informasi penting di benaknya. Dia memaksakan kaki melangkah terburu ke kamar mandi.Nihil.Harger mulai bertanya – tanya apakah saat dia tidur, benar sama sekali tidak merasakan apa pun? Apakah saat sang hakim pergi, itu menjadi kesempatan bagi orang lain berjalan masuk?Harger tak yakin sang hakim kembali, tetapi pria itu tidak menunjukkan sesuatu yang berarti di sini. Dengan tangan gemetar Harger merenggut ponsel di atas ranjang. Dia sudah berniat menghubun
Harger langsung menoleh saat pintu kamar mandi terbuka. Sang hakim baru saja keluar dari ruang lembab itu setelah menunggu giliran antara dia dan Sofia yang telah selesai berpakaian. Semerbak aroma bayi dan maskulinitas milik seorang pria menyeruak ke seluruh ruangan. Wangi bedak dan telon paling mencolok, menjadi satu kesatuan yang menyenangkan. Harger menyukainya, tetapi dia tak menolak jika harus mengamati setiap detil air yang menetes pelan – pelan melewati kulit punggung sang hakim.Rambut pria itu basah. Handuk putih yang melilit di pinggul pun terlihat basah. Sebuah kebiasaan. Tak heran. Harger tak akan mengomentari apa pun. Dia segera membawa Sofia menatap keluar jendela. Terus mengintip suaminya berpakaian, itu tidak bagus untuk Sofia. Biarkan gadis kecil dalam dekapannya meraba – raba kaca hotel sambil bergumam sesekali.Setelah mengirim pesan kepada Charlene. Harger akhirnya mendapatkan izin supaya Sofia tinggal satu malam lebih lama di sini. Besok pagi dia dan sang hakim a
“Apa Sofia merepotkan kalian?”Nada tidak nyaman menyusup di antara suara Charlene. Harger tersenyum kepada wanita itu. Kehadiran Sofia justru menambah kesan manis. Jika dia tidak memikirkan sisi berbahaya dari kehidupannya dan sang hakim yang lebih sering tak terduga, mungkin Harger bersedia mengadopsi Sofia. Dia yakin sang hakim juga tidak keberatan. Sayangnya Harger tidak berani mengambil risiko.Akan ada banyak orang seperti Direktur Oscar di balik sebuah layar yang terang. Membayangkan meskipun sang hakim bukan lagi seorang agen lapangan, tetapi itu memiliki potensi besar. Musuh – musuh dari masa lalu akan ditambahkan ke dalam daftar.“Lain kali, jika aku dan Deu ada waktu, kami akan membawa Sofia ke Italia,” ucap Harger bercanda. Dia menyerahkan Sofia kepada Charlene. Gadis kecil itu tidak menolak, sementara sang hakim menawarkan bantuan kepada supir taksi untuk membereskan keperluan Sofia ke bagasi mobil—sekalian termos semalam yang dibeli. Charlene bahkan terkejut saat mengeta