“Sekali lagi terima kasih banyak, Edgar,” ucap Bella yang masih menangis di pelukan Edgar.“Sudah, Bella. Jangan menangis lagi. Aku paling tidak bisa melihatmu menangis seperti ini.” Perlahan Edgar melepaskan pelukan mereka, kemudian ditatapnya mata indah Bella seraya jemarinya menyeka air mata di wajah wanita cantik itu.“Sudah ya. Jangan menangis lagi. Mulai sekarang aku akan membuatmu bahagia, dan aku berjanji bahwa tidak akan ada yang bisa menyentuhmu tanpa izin dariku. Kamu percaya padaku kan?” tanya Edgar sambil menatap dalam mata Bella yang tampak sembab.Hati Bella merasa sangat tersentuh mendengarnya. Dengan pelan ia menganggukkan kepalanya, bersamaan dengan senyuman manis yang tercipta di bibirnya, meskipun tanpa kata yang terucap.“Aku bahagia melihatmu tersenyum seperti ini.” Edgar turut tersenyum sembari membelai pipi Bella dengan lembut.Perlahan Edgar mendekatkan wajahnya pada wajah Bella. Saat itu juga keduanya saling terpejam, merasakan hembusan nafas hangat yang mene
“Apa?”Wajah Barta mendadak langsung merah padam. Nafasnya tampak memburu, dengan rahang mengeras menahan amarah. Pernyataan yang baru saja diberikan oleh dokter kepercayaannya itu benar-benar membuat emosinya tersulut.Naomi yang turut mendengar perkataan dokter itu pun juga langsung terbeliak lebar. Wanita itu bahkan sampai setengah ternganga saking terkejutnya.“Apa? Jadi Bella sudah tidak ada di sini?” pekik Naomi sembari langsung membekap mulutnya sendiri.“Bagaimana wanita itu bisa pergi dari rumah sakit ini, hah?” bentak Barta dengan suara kencangnya.Darahnya sudah mendidih dan naik sampai ke ubun-ubun pria tua itu. Sedangkan dokter rumah sakit itu terlihat gugup dan ketakutan. Tangannya nampak gemetar, serta wajahnya juga terlihat semakin pucat.“Di … dia kabur, Tuan,” jawabnya terbata-bata.Brakk!Jawaban itu sama sekali tak membuat Barta lantas merasa puas. Justru yang ada, pria itu justru merasa kian murka dengan apa yang baru saja ia dengar.“Dasar bodoh!” hardikan langsu
“Sayang, apa kamu hamil?” Edgar mengulangi pertanyaannya sambil menangkup wajah cantik Bella.Terlihat raut wajah sangat bahagia yang terpancar di wajah tampan Edgar. Bella masih terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Sebab saat ini ia juga masih belum tahu, apakah dirinya benar-benar hamil atau tidak.“Aku … aku tidak yakin. Aku hanya merasakan gejala-gejala itu,” jawab Bella sembari menggelengkan kepalanya perlahan.“Kalau begitu, lebih baik sekarang kita pergi ke dokter untuk memeriksanya.” Edgar langsung antusias, tetapi hal itu justru segera dijawab dengan gelengan pelan oleh Bella.“Kita tidak mungkin keluar saat ini. Bagaimana kalau nanti papamu menemukan keberadaanku?” tanya Bella yang mulai dilanda kecemasan.Untuk sejenak Edgar terdiam. Dalam hatinya, ia membenarkan juga apa yang dikatakan oleh Bella.“Hmm, kamu benar juga,” timpal Edgar yang kemudian segera memutar otak untuk mencari sebuah cara.“Ah ya.” Tiba-tiba saja Edgar menjentikkan jarinya, hingga membuat Bella reflek
“Kurang ajar!” Barta membentak murka.Ia sama sekali tak pernah tahu kenapa rekaman CCTV di rumah sakit jiwa itu bisa menghilangkan jejak Bella.Beberapa kali ia menyuruh petugas untuk memutar rekaman CCTV itu, tapi hasilnya tetap saja nihil. Tak ada video yang memperlihatkan tentang kaburnya Bella dari rumah sakit jiwa tersebut.“Hah! Dasar tidak becus kalian semua!”Dengan murka, Barta pun kemudian bergegas pergi meninggalkan ruangan itu. Turut memasang wajah kesalnya, Naomi pun juga segera pergi mengikuti Barta pergi dari sana.Mereka berdua pergi dengan langkah kesal, kemudian masuk ke dalam mobil. Barta bahkan langsung membanting pintu mobilnya dengan sangat kencang.“Bagaimana ini, Tuan? Kenapa bisa-bisanya Bella kabur dari rumah sakit?” tanya Naomi dengan bersungut-sungut marah. Wajahnya sudah cemberut dengan bibir mengerucut kesal.“Rumah sakit ini benar-benar bodoh! Tapi kamu tidak perlu khawatir, Naomi. Aku akan mengerahkan seluruh anak buahku untuk mencari keberadaan wanita
Detik demi detik semakin terasa lambat. Menit berganti, membuat Edgar merasa waktu berjalan sangat lama. Berada di perjalanan setelah mengantarkan Dokter Yasmine pulang, Edgar merasa bahwa mobilnya begitu lama untuk tiba di rumah. Padahal ia sudah menginjak pedal gasnya dalam-dalam.“Kenapa mobil ini lambat sekali? Apa aku perlu mengupgrade mesinnya menjadi kecepatan turbo?”“Hah, kenapa rasanya begitu lama untuk tiba di rumah dan bertemu dengan Bella?”Sepanjang perjalanan, Edgar terus saja menggerutu pelan. Ia tak tahu apa yang terjadi padanya, tetapi ia merasa bahwa ia sangat ingin segera tiba di rumah dan langsung memeluk Bella.Setelah berpacu di jalanan sekitar beberapa belas menit, akhirnya mobil yang dikemudikan oleh Edgar itu pun tiba juga di halaman rumah mendiang ibunya. Pria itu memarkirkan mobilnya begitu saja, kemudian lekas turun dan masuk ke dalam rumah dengan setelah berlari.“Sayang! Sayang!” panggil Edgar tak sabarnya.Bella yang saat itu masih berada di dalam kamar
Hari sudah mulai menggelap, menampakkan indahnya langit malam yang bertabur gemerlap ribuan bintang. Bulan sabit juga terlihat menerangi bumi dengan cahaya peraknya, seakan mampu menembus hati setiap umat manusia dengan kedamaian yang diciptakannya.Hari sudah semakin malam, ketika mobil Edgar baru saja memasuki halaman rumah Barta. Mobil itu pun melaju ke arah garasi, sebelum akhirnya berhenti di sana.Begitu mobil berhenti, Edgar buru-buru turun dan menutup pintu dengan kencang. Pria itu kemudian bergegas melangkah cepat ke pintu utama.“Semoga saja papa dan wanita sialannya itu tidak menyadari kepulanganku,” gumam Edgar penuh harap.Tangan Edgar meraih handle pintu dengan tergesa-gesa. Dengan cepat, ia langsung membuka pintu tersebut dan lekas masuk agar tak diketahui oleh papanya.Akan tetapi, baru saja satu langkah kakinya melalui ambang pintu tersebut, tiba-tiba aktivitasnya terhenti saat melihat dua pasang kaki di hadapannya, seolah sengaja menghadang langkah Edgar.“Darimana s
“Apa, Sayang? Kamu mau mangga muda? Kamu ngidam?” tanya Edgar dengan kedua mata membulat lebar.“Iya. Kamu tidak keberatan untuk mencarikannya kan? Demi anak kita.” Bella memasang wajah manis dengan tatapan penuh harap. Sementara tangannya tampak mengusap perutnya.“Tapi, Sayang … ini bukan musim buah mangga. Dimana aku bisa mendapatkan mangga muda?”“Aku juga tidak tahu, Edgar. Kalau saja aku tahu, mungkin aku sudah berusaha mencarinya sendiri.” Mendadak Bella memasang wajah sedihnya, sembari kedua tangannya masih membelai perutnya yang rata.“Eh, Sayang.”Tiba-tiba saja ada rasa bersalah yang menyelimuti hati Edgar. Rasanya ia tak tega melihat Bella menjadi sedih seperti itu.Segera diraihnya wajah cantik kekasihnya itu, dengan tatapan mata dalam yang saling beradu.“Baiklah kalau begitu. Aku akan berusaha mencari mangga muda itu sekarang juga. Demi anak kita,” ucap Edgar dengan senyuman meyakinkan.Mendengar kesanggupan Edgar, refleks membuat Bella langsung menyunggingkan senyumny
“Baik, Pa. Aku akan pulang sekarang juga.” Edgar menganggukkan kepalanya cepat.Setelah selesai menelfon, pria itu cepat-cepat menyimpan ponselnya kembali. Sedangkan Bella masih mengernyit menatapnya, seakan ada pertanyaan besar yang harus ia sampaikan kepada Edgar.“Siapa yang menelfon? Papa kamu?” tanya Bella yang langsung menebak jawaban dari pertanyaannya sendiri.“Iya, Sayang. Papa menyuruhku pulang sekarang juga,” jawabnya dengan terlihat terburu-buru.“Memangnya apa yang terjadi? Dan kenapa tadi wajahmu terlihat sangat pucat?” tanya Bella. Raut khawatir terlihat sangat jelas di wajahnya.“Besok aku akan ceritakan semuanya, Sayang. Tapi saat ini aku harus pulang dulu. Jaga diri kamu baik-baik ya.”Cup!Edgar mengecup kening dan bibir Bella sekilas. Dengan terburu-buru, pria itu pun langsung melangkah cepat, pergi meninggalkan Bella di sana.Tak sengaja tatapan Bella kembali terarah pada luka gores di tangan Edgar. Bella pun semakin khawatir dan cemas dengan keadaan kekasihnya it