Sejujurnya Laila masih ragu dengan perubahan sikap Malik. Apakah laki-laki di depannya ini berkata jujur atau hanya karena ingin menahannya lebih lama di sini sebagai tawanannya.Laila melebarkan matanya ketika tangan lebar itu berdiam di pipinya tapi tetap dalam tunduknya. Telapak tangan itu mampu menangkup seluruh wajah Laila bahkan jika ia menyekapnya. Laila kembali terperangah ketika Malik menegaskan bahwa dia suaminya dan memintanya jangan meninggalkannya. Apakah maksudnya jangan meninggalkannya? Laila terdiam sebelum memberikan jawaban. Dia merasakan jantungnya berdebar sejak tangan kekar itu menggenggamnya. Dia merasakan nyaman saat tubuh kekar itu merengkuhnya. Dan dia merasa sakit saat ia meminta laki-laki itu menceraikannya.Laila mengangguk pada akhirnya. Ia tak berani menatap Malik yang masih dirasanya asing. Ia masih merasa takut jika Malik sedang baik begini. Laila takut semuanya palsu, Laila masih takut ia tersakiti. Ini adalah pengalaman pertamanya berhubungan dengan l
Beberapa saat sebelumnya. Malik melangkah dengan hati ringan dan berbunga menuruni tangga menuju ke ruang kerja ayahnya. Dan tentang apa yang menimpa Laila, ia memang sedang menyelidikinya, entah kenapa Malik memiliki firasat bahwa memang ada yang sengaja merencanakan untuk mencelakai Laila. Tapi siapa itu, Malik belum tahu. Dia sudah meminta Soni -asistennya- di kantor untuk selalu mengikuti perkembangan laporannya atas kecelakaan Laila di kepolisian. Belum ada kabar apapun darisana, polisi masih melakukan penyelidikan. Minimnya saksi mata dan juga tempat kejadian tidak terpasang CCTV membuat polisi sedikit kesulitan mengungkap kasus kecelakaan itu. Hanya keterangan dari Laila yang nantinya diharapkan akan sangat membantu, tapi Malik belum mengijinkan polisi untuk mengambil keterangan dari Laila. Istrinya masih butuh istirahat dan pemulihan. Atau dia sendiri nanti yang akan menanyai Laila. Dan Malik harus membicarakan ini pada Papanya, sekaligus meminta pertolongan Pak Tua itu agar
Malik sudah berada di kamarnya dan mendapati Laila yang sepertinya sudah terlelap. Wanita itu berbaring miring ke kanan dan tidur tepat di tepi ranjang sebelah kanan, hingga membuat tangannya yang terluka terjuntai. Pasti pegal kalau semalaman tidur dengan posisi begitu.Malik mendekat ke arah Laila. Meneliti dari atas hingga ke ujung kaki istrinya, yang baru disadarinya ternyata memang sangat cantik. Meski dalam keadaan tanpa make up sekalipun. Lalu tatapannya terkunci pada luka bekas sabetan di lengan kanan istrinya itu, mengusapnya sejenak. Lalu beranjak mengambil kotak obat milik Laila.Malik menarik kursi mendekat ke arah ranjang, mendudukkan diri di sana, dan dengan perlahan mengganti perban Laila yang memang sudah waktunya diganti. Meski dilakukan perlahan, rupanya Laila tetap terganggu dengan aktivitas itu. Wanita itu mengerjap dan Malik meneruskan pekerjaannya setelah mengulas senyum hangat.“Selesai. Tidurlah”“mas juga” sahut Laila lirih. Tatapan mereka saling bertaut.Mali
“Ceritakan padaku bagaimana kejadiannya sampai kamu tertusuk seperti ini?” Tanya Malik akhirnya.Baru sekejap lalu ia mengatakan bahwa Laila boleh mengetahui apa yang ada di pikirannya, tapi rasanya tidak untuk saat ini. Laila belum pulih benar, dan ia sudah terlalu banyak menelan pahitnya kata-kata yang dilontarkan mamanya sejak ia memasuki rumah besar itu. Laila tidak perlu tahu bawha Mamanya memiliki niat memisahkan mereka.Malik baru saja akan membuka hatinya untuk Laila. terlalu cepat rasanya jika harus melepas wanita ini pergi dari sisinya. Tidak. Malik menggeleng samar.“a-aku enggak begitu ingat. Karena jalanan macet sore itu jadi aku ambil jalan pintas di Gang Golek deket sini. Mas tau sendiri gang itu lumayan sepi. Aku hanya ingin cepat sampai di rumah.”“Apa ada yang mengikutimu?” selidik Malik sekali lagi. dia benar-benar harus memastikan sesuatu, bahwa kecelakaan Laila memang terencana, memang disengaja dan Malik harus segera mengetahui siapa dibalik kecelakaan Laila.Lai
Malik sudah berada di kantornya. Hatinya sedikit ringan meninggalkan perempuan yang kini berani ia sebut sebagai istri itu setelah ia berhasil meyakinkan Laila. Laila harus menenun lagi rasa percaya dirinya saat menghadapi sang mama, pikirnya. Dan bersama-sama dengannya membuktikan bahwa mereka pantas untuk sama lain. Bagaimanapun, mereka sudah menikah dan mamanya harus menerima itu.Dan Malik sendiri sadar benar apa yang dia lakukan, meskipun pada awalnya niatnya menikahi Laila sudah salah. Tapi dia seserius itu akan pernikahannya. Dia tidak akan pernah mempermainkan sesuatu yang sangat sakral itu. harusnya dari awal kan. seandainya Laila tahu pikirannya, pasti Laila akan mengeluarkan semua umpatannya.Ah, gadis itu terlalu mudah mengumpat. Malik kira gadis dari desa itu sangat polos dan lurus-lurus saja. Ternyata Laila beda. Istrinya beda.Soni, si asisten sudah sejak tadi berada di belakang Malik menyusul langkahnya dan siap melaporkan semua tugas-tugasnya.“ada perkembangan?” tany
Laila kembali ke kamarnya setelah hampir setengah hari ia berada di lantai satu rumah besar itu. Menghabiskan waktu berkeliling dengan terseok menyusuri dapur, taman belakang, kolam renang dan berlama-lama duduk di sisi kolam ikan. Kata Mbak Yani, koleksi ikan itu adalah milik Pak Agung. Koleksi ikan koi dengan warna mayoritas hitam, putih dan merah. Dan pasti bukan sembarang koi murahan.Pada kesempatan itu, Laila juga banyak mencari tahu tentang ibu mertuanya. Tentang hal-hal yang disukai mertuanya itu. Seperti kata Malik, Laila harus belajar menegakkan dagunya. Percaya diri yang harus pelan-pelan dibangunnya agar tidak selalu direndahkan oleh mertuanya sendiri.Laila mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Mengeceknya, tidak ada satu pun pesan dari Malik.Laila menggigit bibirnya.Sebagai bentuk kepercayaan dirinya yang berusaha pelan-pelan ia bangun, Laila memutuskan mengirim pesan terlebih dahulu pada suaminya itu. Iya, Malik sudah menegaskan bahwa dia adalah sebenar-benarnya
Di tempat lain. Di salah satu ruangan private di sebuah restaurant korea yang terkenal di bilangan Jakarta Selatan. Bu Lina bersama kawan-kawan sosialitanya tengah berkumpul. Ada 15 orang yang ikut perkumpulan itu sedang duduk memutari meja panjang. Dan semuanya memang memilki strata sosial di atas rata-rata. Ibu-ibu itu baru saja menyelesaikan makan siangnya dan pelayan baru saja selesai meletakkan kopi-kopi di depan ibu-ibu itu. Percakapan dalam setiap pertemuan bulanan itu terdengar sangat membosankan dan…norak. Hanya seputar membahas capaian suami mereka, anak mereka, hubungan asmara anak mereka dan juga barang mewah apa yang sedang menjadi trend di kalangan sosial atas seperti mereka. Dan kali ini ibu-ibu itu sedang membicarakan tentang tas mewah merk terkenal yang baru saja merilis series terbarunya. Bu Ambar juga termasuk di dalamnya. Dia lah yang menginisiasi pertemuan itu, membentuk kelas-kelas nya sendiri dan memproklamirkan kelompoknya sebagai kelompok eksklusif. “Jadi ka
Matanya terbuka begitu mendengar Laila yang hendak menghindarinya. Sebenarnya maksud Laila bukan menghindar, dia tahu wajah lelah mama mertuanya. Dia hanya tidak ingin mengganggu mama mertuanya yang mungkin ingin sendirian atau beristirahat.Tapi, sergahan dari mama mertuanya tidak bisa diabaikannya. Laila duduk sesuai perintah sang mertua. Nafasnya tercekat. Laila gugup luar biasa, karena ini kali pertamanya ia duduk berhadapan dengan sang mertua hanya berdua. Hanya ada mereka berdua kali ini. Tidak ada Malik atau Papa mertuanya yang senantiasa menjadi tamengnya.“Sebenarnya apa motif kamu menikahi anakku?” Tanyanya. Nada suaranya datar, tapi dia sudah mengubah mode garang sejak membuka matanya tadi. Sejak perempuan ini memasuki rumahnya, ia bahkan tidak pernah bertegur sapa. Sejauh yang dia ingat, ia hanya banyak menghinanya. Dia merasa perlu mengorek latar belakang pernikahan anaknya dengan gadis desa ini.“Motif bagaimana maksud mama?”“Sudah berani kamu panggil aku ‘mama’?” Mata