Olivia memutar tubuhnya untuk melihat siapa yang barusan berkata dengan nada menghina. Dia melihat seorang wanita yang tersenyum kecut dan wanita itu tidak lain adalah ibu tirinya. Dia menggelengkan kepalanya karena tidak bosannya sang ibu tiri mengikutinya. Olivia merasa jika sang ibu tiri memang mengawasinya sehingga tahu keberadaannya saat ini. “Apa ibu tiriku masih merindukan aku? Atau merindukan kekasihku?” tanya Olivia dengan nada menggoda. “Sayang, jangan memulainya!” bisik Nolan. Dengan nada menekan pada Olivia yang sudah mulai menggoda Miranda.“Apa yang aku tanyakan benar, ‘kan? Mantanmu itu selalu ingin dekat denganmu dan ingin kembali bersama denganmu!” “Kamu cemburu?” “Kalau iya bagaimana?” Olivia memperlihatkan kedekatannya dengan Nolan pada ibu tirinya. Dia memang sengaja memancing Nolan juga untuk ikut bermain bersama dengannya. Dia tersenyum puas karena Nolan berhasil masuk ke dalam permainannya dan pria itu langsung menciumnya tepat di depan Miranda.“Ap
Olivia sudah berada di dalam pesta. Dia melihat beberapa pengusaha dan para artis Indonesia ada di sana. Namun, masih ada satu hal yang terus mengganggu pikirannya. Yaitu orang yang mengadakan pesta malam ini. “Sayang, masih memikirkan tuan rumahnya?” bisik Nolan. Dengan nada menggoda. “Kamu pandai membuatku terkejut.” Olivia mengambil segelas minuman yang ada di atas nampan pelayan yang melewatinya. Matanya mengelilingi pesta malam ini. Dia mencari seseorang yang memang ditunggunya. Siapa lagi kalau bukan ayah dan ibu tirinya. Alunan musik dansa mulai dimainkan. Beberapa pasangan mulai menari di lantai dansa. Dia melihat seorang pria mendekat ke arahnya. Pria itu langsung tersenyum saat sudah ada di hadapan Olivia. “Olivia Sander, mau berdansa denganku?” tanya pria itu. Sembari mengulurkan tangannya. Olivia tidak menjawab pertanyaan pria itu. Dia masih terkejut dengan kehadiran pria yang ada di depannya. Pria yang sudah lama menghilang dari hidupnya kini kembali. Tanpa di
“Ben, lepaskan dia!” Seorang wanita kembali berkata dengan nada menekan pada Ben. Yang masih menggendong Olivia. Olivia melihat seorang wanita yang berjalan mendekat ke arahnya. Perlahan Ben pun menurunkannya dan menatap ke arah wanita yang tadi meminta Ben untuk melepaskannya.“Ben, jangan membuat masalah! Apa kamu ingin aku ....”“Tunggu! Aku hanya bercanda saja! Kamu tahu bukan jika di hatiku hanya ada kamu.” “Pembohong! Aku tahu jika Olivia begitu spesial di hatimu. Sehingga kamu masih memikirkannya!” “Dia terluka. Lebih baik kita obati dulu lukanya. Setelah itu aku akan menerima semua kekesalanmu itu.”Wanita itu melihat ke arah tangan Olivia. Dia pun merasa sedikit kasihan lalu mengajak Olivia untuk ke sebuah ruangan yang tidak jauh dari posisinya saat ini. Olivia duduk di atas sofa tepat di samping Nolan. Dia tidak tahu siapa wanita itu tetapi dia merasa jika wanita itu sama sekali tidak membencinya. “Berikan kotak obatnya pada kekasihnya! Kamu jangan menggoda me
“Katakan saja rahasia yang kamu punya?” tantang Sovia pada Miranda. Olivia pun ingin tahu rahasia apa yang dimiliki oleh Miranda tentang Ben. Dia menantikan jawaban ibu tirinya begitu juga dengan Nolan dan Leon. Sedangkan Ben hanya berdiri tenang tanpa ada rasa takut. “Mengapa diam? Katakan saja pada istriku rahasia tentang aku yang kamu miliki!” sambung Ben. Dengan nada menantang juga. Miranda tersenyum kecut lalu dia berkata, “Olivia dan Ben pernah berpacaran.” “Itu rahasianya? Aku pikir kamu akan mengatakan jika suamiku pernah tidur bersama, Olivia,” sambung Sovia. Lalu dia terkekeh. Olivia pun tersenyum. Dia berpikir tentang hal lainnya. Rupanya hanya hal sekecil itu. Dan hal itu memang sudah diketahui oleh Sovia. Sehingga tidak akan menimbulkan masalah baginya. Dia langsung berhenti tersenyum saat Nolan menekan tangannya. Dia menatap Nolan kembali lalu memberikan senyumnya pada pria yang masih cemburu pada Ben. Olivia berjinjit lalu berbisik pada Nolan, “Jangan cemb
“Berikan wanita itu pada kami!” perintah seorang pria yang merupakan pengawal ayahnya Olivia. “Tidak akan aku berikan dia pada kalian!” “Dia adalah nona kami. Dan kami yang akan membawanya kembali ke rumah!” Olivia menatap dengan saksama pria yang berdiri di dekatnya dengan sebuah payung. Dia pun akhirnya mengenali pria itu. “Alex, mereka hanya ingin mengurungku,” ucap Olivia. Pada pria yang hampir saja menabraknya. “Apa kamu masih kuat berdiri?” tanya Alex. Pada Olivia sembari berjongkok. Olivia menggelengkan kepalanya. Dia merasakan jika kakinya mendadak lemas. Serta tubuhnya pun menggigil. Dia pun akhirnya tidak sadarkan diri. “Olivia!” panggil Alex. Untuk menyadarkannya. Alex pun membuang payungnya. Dia menggendong Olivia dan berniat untuk membawanya masuk ke dalam mobil. Dia bergegas mendekat ke arah mobilnya tanpa ada halangan dari para pria yang sedari tadi mengejar Olivia. Dia mengabaikan semua itu karena dia lebih mengutamakan Olivia yang tidak sadarkan diri. Ale
“Pergilah! Besok pagi aku ingin tahu siapa orang yang ada di balik semua ini!” perintah Nolan pada Ian. “Baik.” Nolan pun melihat Ian pergi meninggalkan apartemen Alex. Sedangkan dia masih ada di sana untuk menemani Olivia. Dia beranjak dan berjalan menuju kamar untuk melihat keadaan Olivia. Dia menghentikan langkahnya saat sudah ada di dekat Olivia. Dia masih melihat tubuh Olivia menggigil. Dia pun merebahkan tubuhnya di samping Olivia dan memeluk wanita itu. “Maafkan aku karena tidak bisa datang secepatnya untuk menyelamatkanmu,” gumam Nolan. Sembari terus memeluk Olivia. Keesokan harinya Olivia membuka matanya, dia melihat Nolan yang ada di sampingnya. Dia merasa sedikit panas karena berada di dalam pelukannya serta selimut yang sangat tebal. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Nolan. Setelah dia terbangun dan langsung menempelkan keningnya ke kening Olivia. Olivia tidak menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Nolan. Dia hanya memperhatikan pria itu. “Apa? Mengapa kamu diam
“Mengapa tidak dilanjutkan saja?” tanya Olivia. Setelah dia melihat ibu tirinya melepaskan pelukannya pada seorang pria. Olivia pun mendekat ke arah sang ibu tiri. Dia menatap pria yang ada di depannya itu dengan penuh tanya. Dia juga masih tidak percaya dengan yang dilihatnya tadi. “Kamu jangan salah paham,” ucap pria itu pada Olivia. “Untuk apa aku salah paham padamu, Dean?” “Semua yang kamu lihat tadi tidak ada maksud lainnya.” “Aku tidak peduli jika memang benar kamu memiliki maksud atau hati padanya.” Olivia duduk di atas sofa. Dia menunggu apa yang akan dikatakan oleh ibu tirinya yang ingin menemuinya sepagi ini. Dia melihat ibu tirinya duduk tepat di depannya dan dia juga melihat Dean duduk di atas sofa juga. “Apa yang ibu tiriku inginkan?” tanya Olivia. Dengan nada datar pada ibu tirinya. “Berikan kontrak kerja sama itu padaku. Maka aku akan memberikan kamu kesempatan untuk tetap hidup dengan tenang.” “Tender itu sudah aku menangkan. Aku tidak akan memberikannya
“Maafkan aku Nona ... aku sungguh tidak berniat untuk melukaimu.” “Kamu yang menyimpan senjata tajam itu di dalam kamar?” Olivia seketika mundur beberapa langkah saat pria itu hendak mendekat ke arahnya. Dia berpikir jika pria itu akan menyerangnya. Akan tetapi, pria itu malah menghantamkan kepalanya di dinding yang ada di belakangnya. “Cepat periksa dia!” perintah Nolan. Pada para pengawal yang ada di dalam ruangan. Dengan nada dingin. Olivia merasakan adanya perbedaan dari sikap dan aura Nolan saat bersama dengannya dan saat ini. Entah mengapa dia merasa sedikit tertekan meski Nolan saat ini tengah menatap pria yang baru saja menghantamkan kepalanya ke dinding. “Dia sudah mati,” ucap seorang pengawal. Setelah dia memeriksa keadaan pengkhianat itu. “Apakah kamu sudah merekam semua pengakuannya?” tanya Nolan. Pada Ian yang ada di sampingnya. “Bagus.” Olivia masih melihat dan mendengarkan apa yang ada di depan matanya. Dia sedikit merasa mual saat melihat pria yang sudah