Share

Bab 16

"Pantas saja kamu beli banyak bumbu masak. Kalau begitu, kamu masak masakan rumah yang sederhana saja."

Masakan seperti itu sangat mudah bagi Amel.

Amel mengangguk pertanda menyetujuinya, lalu menanggapi, "Baiklah, kalau begitu kamu rapikan mejanya, aku masak dulu."

Dimas merasa bosan di ruang tamu sendirian. Dia pun bergegas menyelesaikan tugasnya, lalu pergi ke dapur dan bertanya, "Apakah ada yang bisa kubantu?"

Suara yang berat itu sangat dekat, Amel terkejut hingga telinganya memerah.

Kenapa Dimas tiba-tiba mendekat seperti ini?

Amel pun kelabakan dan menolaknya, "Nggak perlu, kamu coba periksa apakah masih ada tempat yang perlu dibereskan atau nggak."

Dapur adalah wilayahnya. Sejak kecil, Amel sangat menyukai dapur. Baik itu masakan lokal, masakan barat atau makanan penutup, mungkin orang lain merasa hal-hal itu sangat menyulitkan, tapi dia sangat menikmati untuk membuat semua itu.

Dimas berjalan keluar dari dapur, dia merasa bahwa dia ditolak oleh istrinya.

Melihat Amel yang sedang sibuk di dapur, Dimas mencari tempat di mana dia bisa melihat Amel, lalu menelepon asistennya.

"Buka lowongan manajer biasa untuk Grup Angkasa, posisinya nggak perlu terlalu tinggi. Senin depan mulai masuk kerja."

"Baik, Pak. Saya akan mengurusnya." Asisten Dimas mengangguk dengan hormat karena akhirnya bosnya teringat akan urusan pekerjaan.

Di saat ini, Dimas berkata lagi, "Sekalian, cari tahu ...."

Dimas terhenti sejenak. Dia baru menyadari bahwa dirinya tidak tahu orang yang dijodohkan dengan Amel itu siapa, kemudian berkata, "Cari tahu apakah di perusahaan ada manajer departemen yang berusia 28 tahun, tempat tinggalnya di kota sebelah, memiliki kakak perempuan dan adik laki-laki, juga lulusan S2."

Karena telah menikahi Amel, Dimas harus tahu siapa orang yang dijodohkan dengan wanita itu sebelumnya.

"Baik," jawab asisten Dimas dengan hormat.

Di saat ini, Amel membawa sepiring sup tahu dan meletakkannya di atas meja. Dimas pun mematikan teleponnya.

Masakan rumah yang diletakkan di atas taplak meja yang imut membuat seisi ruang tamu tampak hangat.

Ekspresi Dimas pun menjadi lembut.

Amel tersenyum sambil berkata, "Makanannya sudah hampir siap."

"Aku akan mengambil peralatan makan." Dimas berinisiatif untuk mengatakannya.

Meskipun hidupnya tidak susah dan tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, Dimas pernah melihat orang lain melakukannya.

Di rumah, sebelum makan, para pembantu akan meletakkan peralatan makan dulu.

"Baiklah!" Amel tersenyum sambil menunjuk rak piring, kemudian berkata, "Peralatan makan ada di sana, nasinya juga sudah mau matang."

Segera, masakan-masakan sedap sudah jadi. Amel berniat untuk membawa makanan-makanannya keluar, tapi dia didahului oleh Dimas.

Amel tersenyum tidak berdaya. Dia mengambil dua piring nasi, lalu meletakkannya di atas meja makan.

Amel sangat percaya diri dengan kemampuan memasaknya. Namun, dia merasa gugup karena khawatir Dimas tidak cocok dengan masakannya.

Dimas sendiri juga agak kesulitan karena biasanya dia memakan makanan yang tidak berminyak dan tidak kuat rasanya. Masakan Amel memang tampak enak, tapi ada banyak makanan yang dilarang oleh ahli gizi.

Akhirnya, tatapan Dimas tertuju pada sup tahu. Dia pun mengambil dan mencicipi sup itu.

Hm?

Rasanya pas dan tidak membuat enek. Dimas tidak merasa tidak nyaman, bahkan ingin memakannya lagi.

Dimas dapat merasakan bahwa Amel sangat menantikannya, jadi dia tersenyum dan berkata, "Sangat enak."

Amel pun merasa lega dan baru mulai makan.

Mereka berdua tidak mengobrol karena kebiasaan untuk tidak mengobrol saat sedang makan.

Amel diam-diam melirik Dimas. Gerakan pria ini saat makan sangat normal dan santai, seolah biasanya tidak pernah memakan masakan rumah, melainkan makan di restoran mahal.

Setelah makan, Dimas berinisiatif untuk membereskan peralatan makan. Amel sangat senang. Dia memang suka memasak, tapi dia tidak suka untuk membereskan dapur yang kacau.

Melihat Dimas yang menikmati untuk melakukannya, Amel pun merasa bahwa mereka bisa saling melengkapi.

Amel yang sedang duduk di sofa seperti terpikir akan sesuatu, dia pun mengeluarkan laptopnya.

Sesaat kemudian, Amel meletakkan laptopnya di atas meja ruang tamu. Dia melihat Dimas yang keluar setelah selesai berberes dan berbicara dengan serius, "Masalah yang kita bicarakan sebelumnya, kemudian peraturan-peraturan untuk tinggal bersama setelah menikah sudah aku rapikan di dalam surat perjanjian. Kamu lihat dulu apakah ada masalah, kalau nggak, besok aku akan mencari waktu untuk mencetaknya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status