Jadi, dia menyelinap ke samping untuk melihat semuanya dalam diam.Dia hanya ingin tahu apa yang dilakukan bosnya akhir-akhir ini. Sebagai asisten yang baik, inilah yang harusnya dia lakukan!Namun, saat dia akhirnya melihat apa yang sedang terjadi, asisten tersebut merasa sangat terkejut.Bosnya sedang memesan makanan dengan seorang wanita?Tunggu sebentar, kenapa bosnya tersenyum sangat lembut hingga tampak menakutkan baginya?Ini bukan bos yang dia kenal!Ilusi, ini pasti hanya ilusi!Sang asisten merasa otaknya tidak bekerja dengan baik.Pada saat yang sama, Amel si gadis biasa ini sudah memesan makanan dan kebetulan melihat Dimas masuk.Amel melambaikan tangannya pada Dimas. Keduanya duduk di kursi dekat jendela.Meskipun restoran ini dibersihkan secara menyeluruh dengan sangat baik, mejanya tetap tidak sebersih itu. Hal ini karena banyaknya pelanggan yang datang dan pergi.Amel mengambil tisu, lalu menyeka meja di depan mereka hingga bersih.Amel berkata sambil menyeka meja, "Ada
Amel melihat cincin berlian di kotak hadiah itu dengan heran. Tidak ada perbedaan antara cincin itu dan yang ada di toko.Amel berkata dengan terkejut, "Temanmu hebat sekali. Cincin imitasi ini terlihat seperti aslinya."Dimas tersenyum dan mengangguk. Dia berkata, "Kita hanya orang awam, jadi tentu saja kita nggak tahu perbedaan cincin ini. Kalau kita bertemu seseorang yang lebih berpengetahuan, dia mungkin akan langsung mengenalinya."Benar juga.Amel mengangguk, tapi dia masih merasa sedikit khawatir.Meskipun cincin berlian ini palsu, Dimas baru saja datang ke kota ini untuk bekerja. Dimas bahkan belum resmi memulai pekerjaannya. Namun, sekarang pria ini sudah menghabiskan begitu banyak uang ....Ketika Amel masih merasa ragu, Dimas sudah mengeluarkan cincin berlian itu dari kotaknya. Pria itu memegang tangan Amel, lalu mengenakan cincin berlian itu padanya."Aku sudah meminta temanku untuk membelikan cincin versi pria juga untukku. Kita akan memakainya terus mulai sekarang. Kalau
Dimas ragu-ragu untuk sesaat sebelum dia melihat bahwa Amel sudah berjalan menjauh.Amel melihat ke arah toko bibi tersebut dan melambaikan tangannya, lalu berujar, "Ayo kita lihat toko lainnya."Setelah menarik Dimas pergi, Amel berbisik, "Sayurannya sama sekali nggak segar. Pasti nggak enak. Kamu ikut aku saja, oke?"Dimas hanya bisa mengangguk dalam diam.Sebagai orang biasa, Dimas tidak bisa menunjukkan bahwa dia belum pernah pergi ke pasar sebelumnya. Jadi, tidak mengatakan apa-apa adalah respons yang paling tepat. Namun, meski begitu, Amel bisa merasakan ketidaknyamanan dan kecanggungan pria itu.Sepertinya pria ini jarang pergi ke pasar. Tidak tahu kehidupan seperti apa yang dijalani Dimas sebelumnya. Amel menghela napas diam-diam dan memutuskan untuk memperlakukan pria itu dengan lebih baik di masa depan.Dimas mengikuti Amel ke sebuah toko dan melihat Amel mengambil paprika hijau."Kakak, tolong beri aku diskon untuk paprika hijau ini."Ketika sang penjual sayur mendengar kata
Amel sebenarnya tidak terlalu peduli dengan status, tapi Dimas sepertinya sangat peduli. Amel pun mengerucutkan bibirnya dan merasakan rasa manis di hatinya.Segera setelah mengambil ikan hitam yang sudah dibersihkan oleh penjual, Amel dan Dimas keluar dari pasar bersama-sama.Pasar itu memang berada dekat dengan area tempat tinggal mereka, jadi Amel memang tidak berbohong pada penjual di pasar."Anggap saja ini seperti mengenal lingkungan sekitar. Nanti aku bisa pergi ke sini untuk membeli bahan makanan sendiri. Lagi pula, letaknya nggak terlalu jauh."Amel melihat sekeliling dan mengingat bangunan-bangunan penting di sekitarnya.Saat pulang, Amel melihat Lidya berjongkok di depan pintu dari kejauhan.Amel tidak tahu dengan siapa Lidya berkirim pesan. Wanita itu seperti sedang mengetik dengan sangat bersemangat, seakan dia ingin menghancurkan layar ponselnya.Pada saat ini, Lidya seakan merasakan sesuatu. Dia mendongak dan melihat Amel bersama dengan Dimas berdiri di depannya sambil m
Dimas dan Amel saling memandang dalam diam. Kemudian, Dimas segera berdiri menghampiri Amel untuk mengambil piring dari tangan Amel dan berkata, "Nggak ada, hanya mengobrol santai saja."Amel bergumam kecil, lalu berbalik untuk kembali memasak.Tanpa disadari, Amel sudah sangat memercayai Dimas sampai-sampai dia tidak perlu bertanya pada Lidya.Lidya berjalan mendekat dan mendesah pelan.Lidya selalu merasa bahwa Dimas tidak sesederhana yang ditunjukkan. Sementara itu, Amel sangat polos. Dia tidak akan tertipu, 'kan?Setelah semua makanan siap, Lidya terus berada di sekitar Amel dan menolak untuk meninggalkannya.Sebaliknya, Dimas tidak memprotes sedikit pun. Dia duduk di depan Amel dengan patuh.Namun, makin Dimas tidak mengatakan apa-apa, Amel makin merasa bersalah.Jika bukan karena Lidya mengatakan bahwa dia merindukan masakan Amel dan bersikeras untuk makan bersama mereka, Dimas mungkin tidak akan merasa seperti ini.Setelah beberapa saat, ketiganya selesai makan. Dimas berjalan k
Lidya memegang lengan Amel sambil berkata, "Kalau begitu kenapa kamu nggak ikut denganku? Rumahku cukup besar, jadi kita berdua bisa mengobrol sepanjang malam. Bagaimana?"Benar juga!Amel tanpa sadar menatap ke arah Dimas. Pria itu menunjukkan ekspresi lemah dan muram, seperti anak anjing kecil yang menunggu pemiliknya menghiburnya.Amel tiba-tiba membeku.Tidak, dia tidak bisa meninggalkan Dimas sendirian.Jika dia masih lajang seperti sebelumnya, Amel pasti akan menyetujui dengan senang hati. Lagi pula, dia juga sendirian di rumah.Namun, sekarang ...."Bagaimana menurutmu, Mel?" Merasakan ancaman yang ada, Lidya memilih untuk bersikap manja. Dulu, selama dia bertingkah manja, Amel pasti akan menyetujui semua permintaannya.Amel tak kuasa melirik ke arah Dimas yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.Pria itu sudah berganti pakaian tidur, tubuh tingginya berdiri di anak tangga sambil menatap ke bawah. Dia seakan menunjukkan penantian yang berusaha dia tekan.Namun, Dimas sepertinya t
Lidya menaruh kembali ponselnya, lalu menoleh untuk menatap pasangan itu dengan kesal. Kebanggaan di wajah Dimas membuatnya merasa sangat tidak senang.Lidya sudah melihat banyak gadis licik, tapi ini pertama kalinya dia melihat seorang pria selicik ini.Kemudian, Lidya dengan enggan mengalihkan tatapannya."Dimas, Lidya sebenarnya adalah orang yang sangat ramah. Mungkin kalian belum saling mengenal dengan baik, jadi dia ...." Amel jelas menyadari sikap penuh permusuhan Lidya. Dia khawatir Dimas akan memikirkannya. Namun, sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, Dimas menyelanya.Pria itu berkata dengan penuh pengertian, "Aku tahu. Bagaimanapun juga, pernikahan kita ini pernikahan kilat. Sebagai teman baikmu, sudah seharusnya dia mengkhawatirkanmu."Amel merasa hatinya hangat. Pria ini sungguh pengertian!Saat ini, nada dering yang tajam terdengar dari ponsel. Dimas melihat ponselnya sekilas dan menyadari bahwa panggilan itu berasal dari asistennya."Aku mandi dulu," kata Amel saat
"Oke." Yunita sudah mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Dia pun segera menutup telepon.Dia sangat penasaran dengan calon kakak iparnya ini. Wanita seperti apa yang bisa memenangkan hati kakaknya yang sekeras batu itu? Untuk memuaskan rasa penasarannya, Yunita sudah bersiap untuk mencari tahu.Sementara itu, Amel yang tidak tahu tentang latar belakang Dimas, sedang berbaring di tempat tidur dan menonton drama di ponselnya.Saat Dimas yang mengenakan pakaian tidur masuk ke dalam kamar, Amel buru-buru menyingkir ke bagian tempat tidurnya."Apa kamu sedang menonton?" tanya Dimas sambil menatap Amel.Amel mengangguk sambil menjawab, "Aku bosan, jadi aku menonton drama. Tapi sekarang aku akan tidur."Setelah selesai mengatakan itu, Amel mematikan ponselnya dan menutup matanya dengan agak malu. Dia tidak merasa malu ketika berada sendirian dengan Dimas, tapi ketika mereka hanya mengenakan piama dan berbaring di tempat tidur yang sama, pipi Amel tidak bisa tidak merona.Dimas sepertinya ta