"Oke." Yunita sudah mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Dia pun segera menutup telepon.Dia sangat penasaran dengan calon kakak iparnya ini. Wanita seperti apa yang bisa memenangkan hati kakaknya yang sekeras batu itu? Untuk memuaskan rasa penasarannya, Yunita sudah bersiap untuk mencari tahu.Sementara itu, Amel yang tidak tahu tentang latar belakang Dimas, sedang berbaring di tempat tidur dan menonton drama di ponselnya.Saat Dimas yang mengenakan pakaian tidur masuk ke dalam kamar, Amel buru-buru menyingkir ke bagian tempat tidurnya."Apa kamu sedang menonton?" tanya Dimas sambil menatap Amel.Amel mengangguk sambil menjawab, "Aku bosan, jadi aku menonton drama. Tapi sekarang aku akan tidur."Setelah selesai mengatakan itu, Amel mematikan ponselnya dan menutup matanya dengan agak malu. Dia tidak merasa malu ketika berada sendirian dengan Dimas, tapi ketika mereka hanya mengenakan piama dan berbaring di tempat tidur yang sama, pipi Amel tidak bisa tidak merona.Dimas sepertinya ta
"Jaga perkataanmu," kata Dimas sambil menatap tajam pada Hardi.Hardi memaki dengan penuh amarah, "Siapa kamu? Ini nggak ada hubungannya denganmu. Sebaiknya kamu menjauh dariku, kalau nggak aku akan membereskanmu juga!""Aku suaminya Amel. Kamu datang ke rumah ibu mertuaku untuk membuat masalah, tentu saja ini semua ada urusannya denganku."Dimas mengucapkan kata demi kata dengan tegas.Tak diragukan lagi, kata-kata Dimas ini tepat mengenai luka di hati Hardi."Ternyata kamu si bajingan itu!"Hardi menggertakkan giginya dan maju untuk meraih kerah Dimas.Sejak awal, Hardi tidak setinggi Dimas. Dia juga tidak punya bentuk tubuh yang kekar. Pada saat ini, ada perasaan lucu yang menyelimuti hati Dimas.Dimas mengerutkan kening. Kali ini adalah pertama kali dalam hidupnya dia melihat pria yang tidak tahu diri.Dimas meraih lengan Hardi dan mengalahkan pria itu dengan mudah."Ah!"Hardi berteriak kesakitan. Tanpa sadar, dia melepaskan cengkeramannya dari kerah Dimas dan berteriak, "Lepaskan
Lili dan Gibran merasa sedikit bingung saat mendengar ini. Mereka tanpa sadar menatap Dimas."Aku memegang posisi manajer dan nggak perlu berdiskusi dengan kepala departemen sepertimu," kata Dimas dengan nada datar sambil tersenyum kecil.Jantung Hardi berdetak kencang saat mendengar ini. Dia mencoba berdalih, "Kepala departemen apanya? Aku adalah manajer umum!"Sebagai seorang profesor di universitas, Gibran sudah bertemu dengan banyak orang dan dengan sekilas dia tahu bahwa Hardi sedang berbohong.Ada perbedaan besar antara posisi kepala departemen dan manajer umum.Gibran mengerutkan kening, merasa ragu di dalam hatinya. Dia bahkan meragukan kualifikasi akademis Hardi.Sebagai seorang profesor, hal yang paling dibenci Gibran adalah orang yang memalsukan kualifikasi akademisnya. Hal ini namanya penistaan terhadap ilmu pengetahuan!Gibran memang tidak memiliki koneksi di Grup Angkasa, tapi dia memiliki banyak sumber daya di dunia pendidikan.Tanpa sadar, dia bertanya, "Jurnal apa yang
Sebenarnya, Lili juga merasa janggal, dia pun bertanya, "Dimas, kenapa orang tadi bilang nggak pernah melihatmu di Grup Angkasa?"Dimas memang menantu idamannya, tapi kalau dia adalah seorang penipu, Lili tidak akan segan-segan untuk menyuruh putrinya bercerai dengan Dimas.Dimas tidak langsung menjawabnya, melainkan mengeluarkan ponsel dan mencari email penerimaan karyawan yang dikirim oleh Grup Angkasa."Ayah, Ibu, ini adalah email penerimaan karyawan yang dikirimkan oleh Grup Angkasa padaku, di dalamnya juga ada cap Grup Angkasa.""Hardi nggak pernah bertemu denganku di perusahaan karena aku adalah manajer lokasi konstruksi. Apalagi, aku baru menikah dengan Amel. Aku ingin menemaninya selama beberapa hari, jadi aku mengundur hari untuk masuk kerja dan belum melapor ke Grup Angkasa. Wajar kalau dia nggak tahu soal ini.""Tapi bagaimana kamu bisa tahu kalau dia adalah kepala departemen Grup Angkasa?" tanya Amel dengan heran."Dia adalah kepala Departemen Penjualan. Aku memang berniat
Setelah mengatasi keributan yang terjadi, Amel dan Dimas menemani orang tua Amel. Mereka baru pulang saat sudah malam.Di perjalanan pulang, Amel masih merasa agak tidak enak hati, "Aku minta maaf atas kejadian hari ini. Untung ada kamu, kalau nggak kami pasti akan dirugikan.""Karena kita sudah menikah, kita adalah keluarga. Lain kali, kalau ada masalah, kamu bisa memberitahuku. Aku pasti akan membantu sebisaku," ucap Dimas dengan tegas.Dibandingkan Amel menganggapnya sebagai orang asing dan tidak memberitahunya apa-apa, Dimas lebih berharap untuk masuk ke kehidupan Amel dan merasakan susah senangnya kehidupan bersama Amel."Ya, baiklah."Amel tertawa pelan dan mengedipkan mata dengan genit.Melihat hal tersebut, perasaan Dimas pun ikut membaik.Esoknya.Karena harus pergi kerja, Amel bangun sangat pagi. Dia menoleh dan tidak melihat orang di sampingnya. Setelah membasuh diri dan mengganti pakaian, dia keluar dari kamar dan melihat sarapan yang sudah siap di meja makan."Kemarin kamu
Micky Tanjaya yang merupakan wakil direktur sekaligus penanggung jawab yang memimpin Grup Angkasa langsung datang untuk menyambut pria itu.Senyuman Micky yang menyanjung itu membuat Amel mendecakkan lidah. Dia mendengar banyak gosip tentang Grup Angkasa dari rekan-rekan kerjanya di toko makanan penutup. Namun, ekspresi Micky selalu tampak sangat sombong."Apakah mereka sedang menyambut bos asli dari Grup Angkasa?""Apa?"Dimas tertegun, ekspresinya sama sekali tidak bisa ditebak.Amel hanya merasa bahwa Dimas tidak terlalu paham tentang kondisi Grup Angkasa karena baru datang. Terpikir akan Dimas yang baru akan masuk kerja hari ini, Amel pun menjelaskan dengan serius, "Grup Angkasa adalah perusahaan besar di sini, tapi kantor pusatnya bukan di sini. Pokoknya, Grup Angkasa hanya salah satu perusahaan dari sekian banyak usaha yang dimiliki oleh Keluarga Cahyadi.""Kamu pasti pernah mendengar soal Keluarga Cahyadi, 'kan? Katanya, kepala keluarganya adalah orang tampan yang sangat hebat d
Mendengar ucapan tersebut, semua orang pun menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Hardi.Irfan langsung tertegun.Direktur?!Bibir Irfan berkedut. Berani sekali orang ini mencari masalah sampai ke direktur perusahaan mereka.Apakah Dimas masih perlu mengandalkan koneksi untuk mendapatkan suatu jabatan? Kalau mau dibilang, koneksi ini juga diatur oleh Irfan sendiri.Irfan memegang hidungnya sendiri. Dia berusaha keras untuk menunjukkan sikap dari seorang bos di hadapan Dimas, meskipun pada kenyataannya dirinya sangat panik. Dia bertanya, "Maksudmu ada orang yang membantunya untuk masuk ke perusahaan?"Mendengar hal tersebut, Hardi pun tertegun. Dia memang ingin berbicara demikian, tapi karena identitas Irfan, dia tidak bisa melaporkannya secara langsung. Bagaimanapun juga, posisinya sekarang juga didapatkan melalui koneksi.Melihat Hardi tidak berbicara, Irfan pun berkata, "Sebenarnya, yang paling dipentingkan oleh perusahaan adalah kemampuan individu. Bahkan karyawan lama yang masuk dengan
"Istri?!" teriak Irfan dengan terkejut.Dimas sedikit mengernyit. Kemudian, dia berbicara dengan nada yang agak pamer, "Benar, di adalah istri saya. Kami adalah suami istri yang sah secara hukum."Irfan yang sedang asyik menonton pun terkejut. Ditambah lagi, orang itu bukan penggemar direktur, melainkan istrinya direktur!Namun, kenapa istri direktur meminta dirinya untuk menjaga direktur? Irfan sendiri tidak memiliki kualifikasi untuk melakukan itu!Irfan menjadi agak panik. Tampaknya, istri direktur masih belum mengetahui identitas asli direktur.Dimas juga khawatir dirinya akan ketahuan, sehingga dia pun berkata, "Jangan khawatir, Pak Irfan. Saya pasti akan berusaha keras dan bertanggung jawab atas posisi saya sebagai manajer lokasi konstruksi. Saya dan istri saya pamit dulu."Dimas menggandeng Amel secara natural.Irfan mengangguk dengan kaku, "Ba ... baiklah."Setelah pergi jauh, Amel pun berkata, "Padahal kalau dilihat dari jauh, kupikir manajer itu sangat berwibawa dan sulit dia