"Aku berikan waktu tiga menit untuk kembali ke toko. Kalau nggak, jangan harap untuk memasuki ruang panggang, begitu juga dengan bonus kehadiran penuh!"Manajer toko sudah bekerja bersama cukup lama dengan Amel, jadi dia mengetahui titik kelemahan Amel. Manajer toko bisa membuat Amel menurut dengan memotong gajinya dan melarangnya untuk memasuki ruang panggang.Setelah teleponnya dimatikan, Amel menghela napas. Saat ingin berpamitan, dia malah menabrak dada Dimas."Ada apa?" Dimas tampak prihatin.Amel menggosok hidungnya yang memerah sambil berkata, "Manajer toko menyuruhku untuk kembali.""Manajer toko?" tanya Dimas dengan ekspresi yang kurang baik.Suara lengkingan wanita di telepon bisa terdengar jelas walaupun tanpa speaker. Di telepon saja sudah seperti itu, apalagi kalau berhadapan langsung.Istrinya tidak boleh ditindas begitu saja oleh orang lain. Tatapan Dimas tampak dingin.Namun, dia tahu bahwa Amel tidak ingin membuatnya khawatir, jadi dia pura-pura tidak mendengar apa-apa
Segera setelah itu, ekspresi Amel berubah. Dia bergegas menerjang ke sana dan berteriak, "Berhenti, apa yang kalian lakukan?!"Amel melihat sekumpulan pria yang mengenakan seragam konstruksi sedang mengepung Dimas, mereka tampak seperti ingin memukul Dimas.Salah satunya ada juga yang bertelanjang dada dan menatap Dimas dengan menyeramkan, seperti sedang melihat mangsanya.Amel menarik mereka, lalu masuk ke kerumunan orang dan datang ke sisi Dimas.Saat melihat Amel berlari menghampiri dirinya, Dimas langsung melepaskan tenaganya.Ekspresinya menjadi muram. Tatapannya tidak pernah beralih dari Amel sejak awal.Amel merasa bahwa suaminya sedang ditindas!"Apa yang kalian lakukan!"Amel berdiri di depan dan melindungi Dimas seperti sedang melindungi anak, dia menatap orang-orang di sekitar dengan sangat marah.Di saat ini, orang-orang yang hanya ingin beradu untuk mengetahui siapa yang paling kuat di tempat konstruksi itu pun kebingungan.Ada apa ini?Padahal mereka hanya sedang membangu
Begitu ucapan kepala pekerja konstruksi terlontar, para pekerja konstruksi lainnya pun jadi mengikuti ucapannya, "Benar, Pak Dimas 'kan baru datang, jadi kami ingin latihan bersama."Amel menoleh ke arah Dimas, lalu bertanya, "Apakah benar begitu?"Dimas mengangguk dengan polosnya.Amel masih merasa khawatir, dia melihat Dimas dan bertanya lagi, "Benar kamu nggak terluka?"Dimas membungkuk dan berbisik pada Amel, "Suamimu nggak semudah itu terluka."Amel tersipu dan memegang pipinya dengan canggung. "Baiklah."Amel punya adik laki-laki, jadi dia sering dibuat khawatir olehnya.Jadi, Amel sangat takut kalau sampai keluarganya terluka.Namun, sekarang dia sudah menyadari, Dimas adalah Dimas, adiknya adalah adiknya, mereka bukan orang yang bisa disamakan.Amel pun berbalik dan meminta maaf pada orang-orang tadi ,"Maaf, aku sudah salah paham pada kalian."Kepala pekerja konstruksi melambaikan tangan, mengisyaratkan bahwa dia bisa memahaminya, "Hahaha, nggak apa-apa, kalau istriku yang meli
Hari ini matahari bersinar dengan sangat terik. Sekalipun sudah terbenam, hawa panas yang melingkupi udara tidak kunjung hilang.Dimas sengaja menyimpan sebotol minuman dingin. Dia membuka tutupnya, lalu menyodorkannya ke hadapan Amel. "Di luar panas. Minumlah ini. Aku akan mengantarmu ke kantor."Amel menerima botol air itu. Sensasi dingin dari botol tersebut membuat kegelisahan dan kekhawatiran di hatinya banyak berkurang.Amel mengikuti Dimas menuju kantor kontainer, lalu berkata dengan emosional, "Hari pertama bekerja, kamu bisa menjalin hubungan baik dengan karyawan di lokasi konstruksi. Dimas, kamu pasti bisa memenuhi syarat untuk pekerjaan ini."Saat ini, senyum Amel yang cerah, cemerlang dan memesona memancarkan cahayanya sendiri di mata Dimas.Sudut bibir Dimas terangkat dan seulas senyuman muncul di wajahnya yang tampan.Saat keduanya berjalan berdampingan, sayup-sayup terdengar suara di kejauhan."Bahan baku ini dikirim oleh pemasok yang mana lagi?""Aku dengar harga bahan b
Begitu melihat Dimas, Amel langsung menghampirinya dengan khawatir. "Apa kamu baik-baik saja?"Dimas menggelengkan kepalanya sambil menjawab, "Aku nggak apa-apa.""Apa kamu juga mendengar yang dikatakan barusan?"Amel tidak menyangkal dan mengangguk.Dimas agak menundukkan kepalanya. Dia berpikir sebentar sebelum akhirnya berkata, "Perusahaan punya tanggung jawab besar atas masalah ini. Aku ingin menyelesaikan masalah ini, meskipun itu sulit."Dimas mendongak. Bayangan Amel terpantul di matanya. "Kalau aku memilih untuk berdiri di pihak para pekerja dan menyinggung orang-orang di perusahaan, apa kamu akan keberatan?"Pendidikan moral yang diterima Amel sejak kecil membuatnya tahu jika dunia ini dibagi menjadi hitam dan putih. Jika ada yang melakukan kesalahan, akan ada orang yang memperbaikinya. Jadi, jika Dimas ingin menjadi orang yang membenahi kesalahan, Amel tidak melihat ada yang salah dengan semua itu.Amel menggelengkan kepalanya dan berkata dengan tegas, "Aku nggak keberatan. Y
Amel berinisiatif menunjukkan niat baik. Penampilannya yang manis dan menyenangkan itu membuat Dimas tidak bisa menolaknya.Dimas mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Amel. Telapak tangan Dimas yang lebar dan panas itu terasa agak dingin di tangan Amel yang mungil itu."Hmm." Dimas menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apa pun. Sebenarnya dia merasa sangat senang di dalam hati.Pada saat itulah, ponsel Amel tiba-tiba berdering.Amel melihat nama si penelepon dan menjawab telepon tersebut dengan perasaan aneh, "Halo, Bu?"Begitu Amel berkata seperti itu, terdengar suara tajam manajer toko. "Amel, apa yang kamu lakukan? Apa kamu nggak menyelesaikan semua pekerjaanmu tepat waktu saat pulang kerja? Cepat kembali! Kamu lembur malam ini."Amel berada dalam situasi yang sulit. Tokonya selalu sepi, untuk apa harus lembur?Amel merasa bingung. Setelah berpikir keras, dia memutuskan untuk kembali dan melihat situasinya terlebih dahulu.Amel memasukkan ponselnya ke dalam tas dan memand
Amel terkejut. Bagaimana bisa dia tidak tahu kapan dirinya sudah mendapatkan pelanggan sebesar itu?Amel mengambil lembaran kertas yang diberikan oleh kasir. Melihat jumlah pesanan yang tertera pada kertas itu, Amel pun menjadi terkejut. "Ini .... Pesanan ini salah, 'kan?"Selama bekerja di toko makanan penutup itu, ini pertama kalinya Amel melihat pesanan sebesar itu. Bahkan, pelanggan tersebut memintanya secara khusus dengan menyebutkan nama Amel.Amel masih merasa ragu-ragu. Namun, dia mendengar kasir itu berkata, "Nggak salah. Pesanan itu memang buat kamu. Kalau nggak, apa menurutmu dengan sifatnya itu, manajer toko akan menyerahkan pesanan ini untuk kamu tangani?""Waktu pelanggan itu datang, aku melihat manajer toko juga memastikannya beberapa kali."Baru pada saat itulah, Amel menunjukkan senyuman di wajahnya.Toko mereka berkecimpung di bidang makanan penutup kelas atas. Setiap makanan penutup yang disajikan toko ini bernilai sangat tinggi. Namun, yang membuat Amel bersemangat
Wajah Amel langsung menjadi tegang.Melihat Amel menunduk dan tidak mengatakan apa pun, manajer toko itu mengangkat sudut mulutnya dengan bangga dan menatap Amel dari atas hingga ke bawah.Setelah memperhatikan cincin di jari Amel, manajer toko itu tidak bisa menahan diri untuk tidak melipat kedua tangannya di depan dada dan mengejek Amel, "Amel, kamu harus mengerti niat baikku. Aku nggak tahu kamu bergaul dengan orang macam apa akhir-akhir ini. Kamu sudah menjadi liar. Yang kamu pakai di tanganmu itu barang palsu, bukan? Aku nggak mau bilang, karena nggak mau mempermalukanmu. Tapi, kamu harus tahu cara membalas budi."Amel langsung mengepalkan tangannya yang mencengkeram sarung tangan. Cincin itu memang palsu. Tidak heran jika manajer toko bisa mengetahuinya dalam sekejap.Namun, sebenarnya manajer toko itu hanya tahu sedikit mengenai perhiasan. Dia yakin jika cincin yang dikenakan Amel itu palsu, hanya karena dia merasa jika Amel sama sekali tidak mampu untuk membeli cincin."Aku ini