“Kau pulang cucu ku. Kemarilah!’’ Glendale menyambut baik dengan kedatangan Felix dengan baik. Dengan penuh hormat Felix mencium tangan pria yang sudah beranjak sepuh itu.‘’Duduklah.’’ titah Glendale.Felix pun menurut, lalu duduk di kursi sebelah Glendale.‘’Bagaimana kabar kakek?’’‘’ Seperti yang kau lihat.’’ sahut Glendale menunjuk dirinya sendiri.Sebenarnya Glendale tidak pernah membenci cucu satu-satunya itu, namun sifat keras kepala Felix yang menurun dari papa nya, membuat mereka berselisih pahan seperti saat ini. Sifat Glendale yang tegas dan tidak suka dibantah, di satukan dengan sifat keras Felix yang tidak suka diatur. Menjadikan mereka bagaikan air dan minyak yang sulit disatukan.‘’syukurlah. ‘’ Felix menarik nafas dalam, mempersiapkan kata-kata agar kakeknya mengerti dan tidak terjadi keributan seperti beberapa waktu lalu pertemuan mereka.‘’ Ada apa? Apa kau ingin mengatakan sesuatu?’’‘’Katakan saja, jangan takut.’’ ucap Glendale memecah keheningan diantara mereka.
“Apa hakmu bertanya seperti itu padaku!” seru Edoardo tidak suka dengan pertanyaan Felix yang ditujukan untuknya.“Aku berhak tahu, karena anda adalah mertua dan tuan Glendale adalah kakek ku. Permasalahan yang terjadi di antara kalian berdua sedikit banyaknya aku mengerti.”“Dan aku pun berhak tahu tentang kebenaran mengenai kematian orang tuaku. Jika ayah bukanlah pelakunya, lantas kenapa harus takut menghadapi kakek?”“Bukankah kalian dulunya cukup dekat?” Felix bertanya dengan menatap wajah sang mertua. Namun Felix tidak menangkap ekspresi apapun selain wajah datar Edoardo. Dulu setiap kali dia bicara dengan pria itu, tidak sedikit pun Felix berani menatap wajahnya. Tapi sekarang….Edoardo mendecih, lalu menatap Felix yang juga sedang menatapnya. Kedua netra mereka bertemu Edoardo menatap menantunya itu dengan tatapan tidak suka.“Sudah berani kau ikut campur urusanku! Haha…iya…iya..aku lupa sekarang kau adalah presdir Albert palsu. Aduh, kenapa aku bisa melupakan itu.” Edoardo me
Mobil Nick berhenti di depan sebuah rumah makan yang tidak jauh dari tempat tadi.“Ayo turun.” titah Nick.Embun mengangguk, lalu melangkah turun setelah pintu terbuka. Gadis itu membawa serta karung dan tongkat besinya.Nick mendelik melihat itu.” Taruh!” titahnya.“Yang benar saja, masa kau mau membawa itu masuk. Yang ada malah di usir satpam.” cerocos Nick.Embun menggeleng.” Kalau hilang bagaimana?” Tanpa menjawab Nick mengambil karung serta tongkat besi secara paksa dari tangan Embun, lalu menyimpannya di dalam bagasi.“Selesai, aman bukan?” ucap Nick, melihat pada Embun yang sedang nyengir memamerkan deretan gigi-gigi putihnya.Sebagai orang yang hidup di jalanan Embun terbilang gadis yang cantik berkulit putih dengan rambut hitam legam. Walau saat ini dia hanya memakai baju yang cumpang camping dengan rambut diikat asal namun aura kecantikannya masih terlihat.“Ayo jalan, apa kau mau terus berdiri disini.” tegur Nick, sambil melangkahkan kaki.“Eh, tunggu tuan.” sahut Embun ya
“Kau sudah pulang Nick?” Felix menghampiri Nick yang baru saja masuk kedalam rumah.Kebetulan saat itu Felix juga baru saja tiba dari mengunjungi Edoardo.Nick mengangguk,“Iya tuan. Anda baru pulang?” Nick balik bertanya ketika melihat Felix yang berpakaian rapi.“Iya. Duduklah.” titah Felix, setelah dirinya menjatuhkan tubuh disofa.Kemudian Nick duduk di sofa yang berhadapan dengan Felix.Felix memicingkan mata kala melihat Nick berkali-kali menyugar rambutnya dengan kasar.“Apa ada masalah di kantor?” tanya Felix penasaran, tidak biasanya Nick terlihat resah seperti ini.Nick menggeleng,”Tidak tuan.”“Lalu apa yang sedang kau pikirkan.” tanya Felix lagi.“Aku hampir jadi korban tabrak lari, beruntung ada gadis yang menolongku.” jelas Nick, menceritakan apa yang baru saja di alaminya.“Ya ampun. Apa kau terluka?” tanya Naya yang baru saja datang lalu ikut duduk di samping Felix.“Tidak nona. Hanya lecet sedikit saja.” jawab Nick.“Syukurlah. Gadis yang menolongmu bagaimana? Apa di
Mobil yang dikendarai Nick tiba-tiba saja mengalami remblong, ketika melewati tikungangan tajam.“Tuan! Remnya blong!” pekik Nick dengan panik. Laju mobil sudah tidak dapat dikendalikan.“Astaga! Bagaimana bisa?” Felix tidak kalah paniknya!Bagaimana mungkin banyak kejadian yang membahayakan nyawa mereka dalam sekali waktu. Baru saja mereka melawan orang yang menghadangnya dan harus kehilangan ponsel yang tidak sengaja mereka tinggalkan di dalam mobil. Dan sekarang?Nick mencoba mengendalikan laju kendaraan agar tidak melaju dengan kencang, namun karena jalanan yang menurun membuat Nick kesulitan.“Tuan! Pakai seatbelt dan berpegangan yang kencang. Aku akan mencoba memberhentikan mobil ini.” Felix menganggukan kepala, mengikuti arahan dari Nick. ‘Tuhan seandainya takdirku sampai hari ini, tapi tolong selamatkan tuan Felix.’ batin Nick, dia sudah pasrah dengan keadaan. Yang Nick bisa lakukan saat ini adalah melakukan yang terbaik.Dari arah yang berlawanan Nick melihat sebuah truk
Pertolongan telah datang, satu mobil dan satu ambulans.Ya, anak buah Nick yang lain yang di hubungi Jo ternyata mereka tidak datang sendiri, melainkan membawa mobil ambulan atas inisiatif salah satu mereka.Setelah mobil berhenti mereka semua turun, dan segera menghampiri Jo dan kedua tuannya.“Tuan presdir, tuan Nick, Jo. Kalian ada yang terluka?” tanya salah satu dari mereka.“Maaf kami. kami datang membawa ambulan.”“Tidak masalah, cepat kalian bawa tuan presdir dan tuan Nick. Bawa segera mereka ke rumah sakit terdekat.” ucap Jo memberikan perintah.Sedangkan Nick pria itu sudah tahan kepalanya semakin pusing sampai untuk membuka mata saja rasanya berat. Felix, pria itu pun sama dengan Nick. Teman-tan Jo yang lain, membantu membawa Nick dan Felix masuk kedalam mobil ambulan dibantu oleh petugas medis.Setelah itu, mobil ambulan langsung Jo perintahkan untuk jalan dikawal oleh beberapa temannya di dalam.Sedangkan Jo, dan satu temannya. Tetap berada di tkp. Pria ingin mencari ta
Drett! Ponsel Alex kembali berbunyi dengan nama pemanggil yang sama yaitu Glendale. Alex tersenyum penuh kemenangan, benar dugaannya! Pria tua itu pasti akan kembali menelpon.“Alex Albert kecelakaan.” seru Glendale, ketika panggilan tersambung, Alex menjauhkan ponselnya dari telinga. Setelah tidak terdengar lagi suara dari seberang sana, barulah Alex kembali mendekatkan ponselnya ke telinga. “Kecelakaan? Dimana?” tanya Alex dengan suara di buat seolah-olah dirinya panik. “Di jalan X..”“Astaga! Aku turut berduka cita, tidak menyangka jika nasib Albert akan sama dengan Adrian. “ ucap Alex dengan sendu. “Sekarang kau dimana tuan. Aku akan kesana sekarang.”“Apa maksudmu? Aku tidak mengatakan jika Albert meninggal.” sahut Glendale heran. Alex diam pria itu seperti sedang mencari alasan atas ucapan yang telah keluar dari mulut pria itu sendiri. “Bukan seperti itu maksudku tuan, aku hanya turut bersedih atas musibah yang menimpa Albert.”“Em.. Bagaimana keadaannya saat in
“Sudah aku katakan kau pulanglah dulu! Besok baru kembali!” bentak Glendale.“Apa kau tuli!” hardiknya lagi.“Tidak! Aku tidak akan kemana-mana! Aku akan tetap disini!” kekeh Naya, menolak keras permintaan Glendale.“Heh kau!” Glendale menunjuk pengawal Felix yang sedari tadi berdiri menjaga sekaligus menemani Naya disana..“Iya tuan.” jawab nya dengan tegas.“Bawa wanita ini pulang! Sekarang!” titah Glendale.Naya menggeleng keras, memberi kode pada pengawal untuk tidak setuju dengan permintaan Glendale.Tapi sepertinya pengawal itu lebih takut pada Glendale yang merupakan tuan besarnya.“Baik tuan.” sahutnya, kemudian melangkah menghampiri Naya.“Mari nona, biar saya antar pulang.” ucap nya, sambil membantu Naya berdiri.“Aku tidak ingin pulang!” seru Naya, memberontak kala pengawal itu mengajaknya keluar.“Maafkan saya nona, saya tidak dapat menolak perintah dari tuan besar.” terlihat pengawal itu seperti merasa bersalah, namun disisi lain dia tidak bisa berbuat apapun selain mengik