Sementara itu, Zahra pulang dengan sebuah kantung plastik besar di tangannya, ia membeli tepung, minyak goreng dan bahan lain untuk dibuat gorengan. Jualqn gorengan, memang hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menambah pundi-pundi recehan untuk penyambung hidup. Dengan cekatan, tangan Zahra langsung mengolah adonan tepung untuk gorengan. Dia akan langsung jualan berkeliling sore hari nanti. Tempe goreng tepung, bakwan goreng dan cireng yang dia adon kali ini di pawon sederhana miliknya. Ya, dia memasak hanya menggunakan tungku dengan kayu bakar. Panas peluh membasahi dahinya tak dihiraukan lagi. Asalkan dia bisa membantu abahnya, itu sudah hal yang paling membahagiakan.Setelah semua gorengan jadi, perempuan itu langsung menaruhnya di keranjang yang biasa ia gunakan untuk berdagang. Zahra segera bangkit, ia membersihkan dirinya dan berganti baju agar terlihat bersih dan rapi meski hanya mengenakan gamis itu-itu saja."Neng, Nak Reyhan kasih gorengannya di piring, jangan dijual sem
Part 71"Ada apa, Dek?" tanya Dewangga setelah panggilan itu berakhir."Mas, barusan Pak Kamal telepon lagi. Yang waktu itu kan terputus, dan gak bisa dihubungi. Sekarang dia pakai nomor lain lagi.""Lalu?""Aku minta share lokasi dia dimana. Kita akan susul dia, Mas. Aku yakin kalaupun mereka terpisah, Kak Reyhan pasti tak terlalu jauh dari lokasinya. Kak Reyhan pasti ada di desa-desa sekitar," jawab Risna yang terlampau panik."Iya, Dek, kamu benar. Tapi kau tenangkan diri dulu. Tenang ya, Dek," sahut Dewangga yang melihat sang istri begitu risau."Aku gak bisa tenang, Mas. Ini udah hari ke sepuluh Kak Reyhan gak ada kabar.""Iya, khawatir boleh, tapi kau juga harus tetap menjaga kesehatan.""Iya, Mas, terima kasih sudah mengingatkanku."Tak lama sebuah pesan masuk lagi. Pak Kamal mengirim lokasinya terkini. Seketika mata Risna berbinar. "Mas, lihat ini. Pak Kamal kirim pesan," ujar Risna. Ia menunjukkannya pada sang suami. "Save dan screenshoot, Dek. Nanti biar aku menyusulnya da
Bagaikan angin segar, pak sekdes dan pria tadi saling berpandangan akhirnya pun menyetujui ucapan Reyhan."Mas gak keberatan?" tanya Pak Sekdes seraya mengerutkan keningnya."Tentu tidak.""Kalau begitu mari ikut kami ke aula desa," ajaknya yang dijawab anggukkan kepala Reyhan."Baiklah."Reyhan pun pamit pada Abah untuk ikut dengan Pak Sekdes selama dua jam untuk memberi pengarahan pada warganya. Abah Husein mengangguk dan tersenyum senang. Bila pekerjaannya yang selesai lebih dulu, maka dia akan melihat Reyhan di aula.Benar saja, di aula sudah berkumpul banyak orang. Materi sebelumnya sudah di siapkan oleh pihak desa. Untung saja, Reyhan menguasai hal itu. Karena sudah terbiasa bicara di depan umum, ia pun tak grogi sama sekali. Rupanya diadakannya acara ini adalah untuk membangun desa agar lebih maju lagi dan agar para warganya lebih melek informasi dan teknologi."Terima kasih ya, Mas Reyhan, berkat mas acara ini berjalan dengan baik. Kami juga tak jadi menanggung malu. Bahkan ka
Part 72Zahra berkeliling menjajakan jualannya ke rumah-rumah warga. Ada yang menyambut antusias dan membelinya langsung banyak buat cemilan atau lauk nanti malam.Menjelang magrib, dagangan Zahra sudah habis, ia pun melangkah pulang ke rumahnya. Meski letih, tapi hatinya senang."Hei, Zahra!" Langkah perempuan muda itu terhenti sejenak. Melihat juragan Andi dan Bang Lemu berjalan mendekatinya."Hei gadis cantik, kalau kau menerima tawaranku. Kau tidak akan kesusahan seperti ini! Jualan gorengan dengan upah yang tak seberapa!" serunya menyeringai. Dada Zahra sudah berdebar tak karuan. Ia takut apalagi perilaku mereka yang kejam. "Ayolah manis, menikah denganku. Aku akan menganggap hutang keluargamu lunas. Aku juga akan memenuhi semua kebutuhanmu. Baju, tas, sepatu, bedak, apa saja yang kau butuhkan aku siap menanggungnya!"Zahra menggeleng, ia mundur perlahan kemudian berbalik dan berlari menjauh dari mereka. Bang Lemu mengejarnya, membuat Zahra makin ketar-ketir. Ia tak boleh terta
"Hei Zahra! Harusnya kamu malu! Kamu ini anaknya abah Husein, pakaianmu juga tertutup terus begitu! Kenapa bisa-bisanya melakukan hal terlarang dan memalukan seperti ini! Tau gak, zina itu bawa sial!""Pak, sungguh, bukan kami pelakunya, kalian salah paham. Tolong dengarkan penjelasan kami, Pak!" Reyhan masih mencoba membela diri."Kamu itu kan sudah sehat, kenapa masih tinggal serumah dengan Zahra! Harusnya kamu punya malu! Jangan mentang-mentang wajah kamu tampan jadi seenaknya sendiri bersikap seperti ini."Para warga makin bertambah berang. Apalagi ada provokasi yang makin menyudutkan mereka. "Pantas saja dia gak pergi-pergi ternyata ada maunya! Kamu sudah menodai gadis di desa ini!"Bang Lemu justru ikut memfitnah mereka membuat suasana malam itu makin panas. "Udah, lucuti mereka sekarang aja! Lalu arak.keliling desa! Biar tau rasaa! Biar gak ada lagi yang nekat berbuat mesum dan zina seperti ini! Sungguh menjijikan!""Arak mereka keliling desa!! Ayo hukum mereka!""Hukum merek
Part 73Dewangga masih menyetir mobilnya dengan fokus. Beberapa kali ia berhenti di rest area. Untuk sekedar meluruskan kaki dan juga ishoma. Beruntung perjalanan panjang kali ini tak ada hambatan. Sebelum keluar jauh dari kota Jakarta dia mampir ke bengkel. Mengecek kembali kondisi mobilnya agar tak ada hambatan maupun rintangan.Seringkali ia juga mengecek handphonenya. Melihat pesan-pesan dari sang istri.[Sudah sampai mana, Mas? Apa kau baik-baik saja?]Dewangga selalu tersenyum kala mendapatkan perhatian dari istrinya. Tanpa menunggu lama, ia mengshare lokasi terkini. Lalu menulis pesan balasan [Alhamdulillah, baik-baik saja, Dek. Doakan selamat ya. Insyaallah sampai tujuan dan segera bertemu dengan kakakmu][Iya, Mas][Kamu juga baik-baik di sana, S mmuayang. Gak ada masalah lain kan?] [Gak ada, Mas. Kami juga baik-baik saja][Aku dapat laporan dari Arfan, Bu Martha bertemu dengan Karina di sebuah kafe. Entah masih belum jelas maksud dan tujuan mereka. Entah cuma bertemu kare
"Baiklah saya akan menikahinya," sahut Reyhan.Suasana makin tegang apalagi saat Reyhan mengambil.keputusan. Abah Husein langsung berjalan menghampiri lelaki yang sudah ditolongnya."Nak, apa kamu serius dengan ucapanmu?" tanya Abah Husein tak percaya. Ia menatap ke arah Reyhan dan juga putrinya yang masih menunduk lesu. Zahra bahkan tak berani mendongakkan wajahnya."Iya, Bah. Hanya ini satu-satunya cara agar Zahra tidak dipermalukan di depan umum oleh para warga. Meski sungguh, kami bersumpah tidak melakukan hal yang tercela. Itu semua hanya fitnah belaka. Saya tidak ingin Zahra malu akibat fitnah keji ini, Bah. Dek Zahra perempuan yang terhormat dan juga santun.""Kau sudah mantap menikahi putri abah? Pernikahan bukan mainan, Nak. Abah takut nantinya kamu justru kecewa.""Ya, saya mantap akan menikahi putri abah. Saya juga tidak akan menganggap pernikahan ini sebagai mainan," sahut Reyhan tegas.Abah Husein langsung mendekati putrinya. "Apa kau sudah siap menikah, Nak? Ini satu-sat
Part 74"Insyaallah aku akan berusaha membuatmu bahagia, meskipun pernikahan kita sangat sederhana seperti ini."Zahra menggeleng. "Aku tahu, Mas Reyhan melakukannya karena ingin menyelamatkan rasa maluku. Tapi sekarang, di sini tak ada siapapun lagi. Warga sudah berada di rumahnya masing-masing. Kalau Mas Reyhan ingin menalakku, mas bisa melakukannya. Aku ikhlas.""Tidak akan dan tidak akan pernah terjadi. Bagiku menikah cukup sekali seumur hidup, meskipun dengan cara yang tak dimasuk akal seperti ini. Meskipun pernikahan kita mendadak tanpa persiapan apapun, tapi pernikahan kita, ikrarku di hadapan Allah dan juga abahmu itu suci. Aku akan mempertahankannya sekuat jiwa dan ragaku. Sekarang kamu istriku, tanggung jawabku. Maafkan kalau aku sudah egois, Dek Zahra. Tapi aku tidak mungkin melepasmu begitu saja."Mendengar pernyataan Reyhan, kembali membuat Zahra terisak.Reyhan masih memandang wanita itu dengan perasaan iba. Ia sungguh tak bisa membayangkan akan menjemput jodohnya dengan