Elara mematikan ponsel dan menyimpannya kembali ke saku celana.
Ia bergegas menghentikan taksi yang terlihat di depan dan memasukinya dengan tergesa.
“Chiltern Road Pak,” tukas Elara begitu duduk di jok belakang supir.
Taksi pun berlalu dengan kecepatan standar.
Elara menghela napas dan melirik jam tangan. Ia lalu menyandarkan kepalanya. Semalam ia sengaja pulang larut, menghabiskan waktu di tempat Jeanne.
Namun saat ia pulang, Arion ternyata belum kembali. Ia memang ingin menghindar dari Arion, sebelum ia bertemu Dianne dan mencari tahu soal kecelakaan neneknya tempo hari.
Entah jam berapa, Elara mendengar Arion kembali ke apartemen dan itu sudah sangat larut. Ia memang mendengar suara ketukan di pintu kamarnya, namun Elara sengaja tidak menjawab.
Arion pun kembali ke kamar, menyangka Elara telah terlelap.
Pagi tadi, sebelum Elara keluar kamar, ia mendengar ketukan lainnya di pintu. Namun lagi-lagi Elara berpura ma
“Kenapa diam?” Rahang Elara terlihat mengeras.“Aku tidak ada kaitannya dengan itu.” Arion menjawab Elara. Nadanya masih terdengar santai --meski tubuhnya juga masih menegang.“Katakan dengan terus terang. Apa kau menipuku?”Arion tidak langsung menjawab. Ia berjalan melalui Elara dan duduk di sofa.“Jawab aku! Apa kau menipuku?!”Arion mengabaikan Elara. Tubuhnya yang bergerak karena beberapa langkah yang ia ambil, menjadikan pria tampan itu sedikit melepas ketegangan.“Kita bicara sambil duduk,” ujar Arion lalu menepuk bantalan sofa di sampingnya.Dengan enggan Elara mendekat, namun ia tidak duduk di samping Arion, melainkan mengambil tempat di sofa tunggal di sebelah sofa yang ditempati pria tampan tersebut.“Jarakmu terlalu jauh,” Arion sempat menggoda.Namun Elara tidak mengendurkan tatapan tajamnya pada sang pria. “Jawab saja pertanyaanku
Wajah Jeanne terlihat terkejut saat membuka pintu dan melihat sosok Elara di sana –dengan ransel di punggungnya lagi.“Apa yang terjadi?” Ia sungguh bingung melihat wajah kusut Elara. Tepatnya, terlihat memerah karena marah.“Apa koperku masih di sini?”“Ya tentu, aku simpan di kamar. Ada apa?” Jeanne membuntuti Elara menuju kamar dirinya. “Itu, di bawah ranjangku,” tunjuk Jeanne saat mereka tiba di dalam kamar.“Aku hanya butuh beberapa barang milikku di sana.” Elara meletakkan ransel di punggungnya ke atas karpet lantai, lalu membungkuk dan menarik koper miliknya yang ia titipkan di rumah Jeanne tempo hari.Ia memang belum mengambil koper itu, karena tidak berpikir akan tinggal lama bersama Arion.Terbukti saat ini, ia memang harus keluar dari apartemen itu.“Penipu!” desis Elara geram. Tangannya dengan kasar membolak balik lipatan pakaian di dalam koper.“Hah? Apa? Siapa yang penipu?” Tentu saja Jeanne kebingungan.Ia terus menatap sahabatnya dengan sorot mata meminta penjelasan. “A
“Sepertinya keadaan terlalu tenang. Apakah tidak terjadi apa-apa pada Elara?” Dianne mengetuk-ketukkan jari di atas meja rias di kamarnya.“Bukankah seharusnya sesuatu terjadi padanya?”“Apa yang terjadi dan pada siapa?” Sebuah suara di bibir pintu kamar, mengagetkan Dianne.“Kau mengagetkanku!” gerutu Dianne saat melihat Alex di sana.Kakak Dianne itu hanya menyeringai melihat kekesalan adiknya.“Ada apa kau ke kamarku?” Kening Dianne berkerut ketika menanyakan itu.Bagaimana tidak, Alex Palmer selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Ia tidak pernah ingin terlibat dengan urusan ibu mereka --Tina dan juga dirinya.Alex juga tidak terlalu peduli, saat Dianne beberapa kali mendapat masalah di kampusnya dan hanya membiarkan Tina menyelesaikan itu untuk sang adik. Sementara sang ayah? Terlalu sibuk dengan pekerjaannya yang seorang pegawai pemerintahan.Dan lagi Tina dan Dianne lebih sering berada di kediaman Tony White dari pada di rumahnya sendiri.“Ah mengganggu saja! Jika tidak ada keperl
“Lepaskan aku, Kurang Ajar!!” Elara memekik tertahan --meski kaget, ia tidak ingin menarik perhatian banyak orang.Namun apa yang dilakukan Arion --memanggul Elara di pundaknya, itu benar-benar akan menarik perhatian.Wajah Elara telah berubah bak kepiting rebus, bukan karena kepalanya yang terbalik berada di bawah, tapi karena benar-benar malu.“Kita pulang,” desis Arion.“Aku tidak mau pulang bersamamu, Penipu!” Elara membalas dengan bentakan tertahan.“Kupikir membiarkanmu seharian tanpa diganggu, sudah cukup untuk mendinginkan kepalamu, huh?”Pria itu mulai berjalan menjauh dengan Elara dalam panggulannya.“Lepaskan aku!” pekik Elara lagi. Tangannya mulai memukul-pukul punggung Arion, dengan kaki yang mengayun --memberontak.Namun itu sama sekali tidak mengganggu pria bertubuh atletis tersebut.Dari kejauhan, Jeanne dan teman-temannya menatap tanpa berkedip
Elara terbangun oleh suara dering nyaring di ponsel miliknya.Tubuhnya tersentak kaget hingga berposisi duduk. Secara refleks ia mencari-cari ponsel dan mendapatkannya ada di dalam saku celana. Ia merogoh saku dan mengeluarkan ponsel tersebut.Dering di ponsel telah berhenti, kedua manik mata Elara bergerak melihat angka yang tertera pada ponselnya. Angka itu menunjukkan jam enam sore. Ia melakukan telepon balik.“J,” sapa Elara cepat.‘El, kau baik-baik saja kan?’ Suara di ujung sana tidak terdengar panik, meskipun pertanyaan yang terlontar seharusnya bernada khawatir.“Aku--”‘Kau tidak mengabariku. Apa yang terjadi? Kalian menghabiskan waktu yang panas di sana? Tempatmu atau tempat pria itu? Bagaimana rasanya? Ah aku penasaran! Katakan El!’“Sialan kau, J! Tidak terjadi hal seperti itu,” Elara memaki pelan.‘Ah aku lupa. Kau seorang gadis yang taat. Kau hanya melakukan seks setelah menikah, kan? Tidak perlu ceramahi aku. Kalau begitu, kau nikah saja dengannya. Selesai perkara.’Ela
“Bisakah kau lebih serius, Mister Arion?” Sudah, Elara merasa habis sisa kesabaran yang ia miliki.“Aku serius. Jika pun aku bukan Rh-Null, lalu kenapa?”“Kau--”“Ingat, yang kau butuhkan adalah darah Rh-Null, bukan siapa pendonor-nya, right?”“Itu--”“Lihat, kau tidak bisa berkata-kata.” Arion mengatakannya dengan tepat.Ia melanjutkan, “Karena aku memang benar. Saat kau bilang membutuhkan darah, aku mengatakan akan mendonorkan darah Rh-Null untukmu, dengan tubuhmu sebagai ganti.”Arion mengatakannya dengan benar. Elara hanya tidak tahu, bahwa mudah saja bagi Arion untuk mendapatkan jenis darah itu dengan jangkauan kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya.“Kau tidak mengatakan itu harus aku, kan? Jadi, tidak ada yang tidak sesuai kesepakatan, Nona Elara-- maksudku, Mrs. Ellworth,” tambahnya lagi.“Siapa yang kau panggil dengan Mrs. Ellworth! Aku tidak sudi menyandang nama itu!”Arion menaikkan alisnya. Ia ingin menyembur tawa cemooh.Entah berapa banyak gadis dan wanita terpandang yan
Arion menapaki anak tangga di dalam sebuah restoran bergaya klasik. Restoran itu merupakan restoran kelas atas di Hillsborough.Meski menarik sekian pasang mata tertuju pada dirinya sejak ia masuk, Arion mengabaikan mereka semua dan hanya berjalan mengikuti seorang pegawai restoran berseragam di depannya.Meski tidak mengenakan pakaian formal --Arion hanya mengenakan jas hitam di luar, melapisi sweater turtle neck yang ia kenakan sejak dari apartemennya, namun pria itu terlihat begitu berkelas.Pembawaannya yang dingin, berkharisma dan tak tersentuh, membuat greeter dan petugas di meja depan pun tidak berani menghentikannya.Terutama setelah Arion menunjukkan satu kartu khusus pada petugas tersebut. Mereka terlihat terkesiap namun secara profesional segera menundukkan kepala dengan penuh hormat.Salah satu dari pegawai langsung berjalan di depan menunjuk jalan pada Arion, begitu pria tersebut menyebutkan satu ruang privat.Arion masuk, setelah pegawai itu membukakan pintu untuknya.“K
“Mohon maaf, kartu Anda telah diblokir dan rekening Anda dibekukan, Nona.”Ucapan petugas bank membuat Elara membeliakkan mata.“Bagaimana bisa, tapi itu uangku. Aku--” Elara terdiam.Ia memejamkan mata sesaat dan langsung merutuki kebodohannya. Akun yang ia miliki menginduk pada akun Tony White --mantan ayah tirinya.Dulu ia hanya menerima begitu saja semua pengaturan Tony dan tidak terpikir untuk membuka akun terpisah atas namanya sendiri. Tony yang telah membuatnya dan menyerahkan kartu serta buku rekening padanya.Elara berdiri dengan geram.Lima ratus ribu dolar yang ada dalam rekeningnya itu, telah dibekukan. Elara tidak bisa menggunakannya sama sekali.Buat apa ia memiliki uang sebesar itu, jika tidak bisa ia apa-apakan?Elara baru pergi ke bank hari ini untuk memindahkan dana miliknya, namun harus menghadapi kenyataan pahit bahwa Tony telah menutup akses Elara terhadap rekening itu.Sejak neneknya meninggal, ia memang belum menggunakan lagi uang dalam rekening tersebut. Arion m