Share

Sesumbar

"Bangun, Su! Bos dateng!"

Ari memicingkan kedua mata, lantas mengerjap-ngerjapkannya pelan. "Hah?"

Supri mengangguk, menjawab tanya tanpa kata yang diperlihatkan Ari dengan tatapannya. Lekas, ia bangkit dan menenggak setengah botol air mineral yang ada di sampingnya.

"Maaf, Nona, kami masih belum buka," ujar salah seorang montir.

Salah satu gadis yang mengenakan kardigan pun kembali melangkah, mendekat, lantas menyeruak kerumunan montir tanpa bicara. Bukan untuk menghindar, tapi tujuan utamanya adalah dua orang montir di barisan paling belakang.

Setelah ia berhadapan dengan Supri dan Ari, si gadis pun berdeham. Tanpa buka suara, ia mengisyaratkan dagunya pada pria paruh baya agar mendekat.

Supri yang ragu pun tak punya pilihan. Mereka telah sejajar, lantas Lara mulai bergumam, "Anda loyal pada kawan, tapi itu bisa menjadi bumerang jika tak mengerti kondisinya."

Supri tertegun sejenak, sedangkan semua montir di sana diperam gelisah. Terlebih saat gadis itu melayangkan tangannya pada Ari.

Plak!

Tamparan keras mendarat sempurna di pipi Ari. Sementara montir lain terkejut, salah satu gadis yang masih terhadang mencebik.

"Jan terlalu keras, Lara. Mereka cuma budak cuan, bukan budak elu."

Rahang Ari pun mengeras mendengar cibiran salah satu bosnya. Lantas, ia memandang Lara penuh amarah.

"Itu bayaran atas keteledoran Anda di sini."

Jika saja Ari tak mengingat tujuannya mencari kerja, bisa jadi ia akan lepas kendali. Terlebih saat melihat wajah Lara yang sama sekali tak mencerminkan sosok pemimpin.

"Kekanakan," timpal Ari setelah Lara mulai berbalik.

Ketiga gadis yang masih diam di tempat pun menahan tawa kala mendengar ucapan Ari. Derisca, Tarissa, dan Lalita menjingkat kaki, menerobos kerumunan montir hingga ke Lara yang terhenti langkahnya.

"Kalaupun saya kekanakan, Anda kebayian. Karena tidur bukan pada waktu dan tempat yang tepat," jawab Lara sembari meneruskan langkah.

Lalita, gadis dengan kepribadian paling baik pun mendekati Ari yang kedua tangannya mengepal erat. "Gue kagum sama keberanian elu. Sekedar saran, kalo masih mau cari duit dimari, jan berurusan sama Lara lagi, ya. Apalagi secara langsung."

Ari tak menggubris, ia masih memandang punggung Lara. Ia memang salah, tapi bukan berarti masalah bisa selesai dengan kekerasan. Sesekali, ia melirik juga pada Lalita yang mengedip manja. Ia jengah.

Sesaat sebelum keempat gadis itu ke luar dari pintu gerbang, Pak Daus--sang manager--turun dari kantornya di lantai dua. Ia berlari, mengejar para bosnya yang cantik.

Para montir pun membubarkan diri. Beberapa dari mereka tampak menepuk bahu Ari, sebagai dukungan atas apa yang terjadi, sedang yang lain hanya melirik sebagai peringatan tak langsung dari kawan seprofesi.

Pria berusia 29 tahun itu menghela napas panjang, lantas menatap Supri sembari mengembuskannya pelan. "Maaf, Pri."

"Mereka cantik, ya?" tanya Supri yang menaik-turunkan kedua alis.

"Cantik pun aku ogah kalo bekawan sama mereka, Pri!"

"Hei! Jangan sesumbar! Ntar, kalo suka sama mereka gimana, Su?"

"Hih, najis. Paling-paling, itu cewek angkuh  yang bakalan betekuk lutut ama gue ntar!"

Supri terbahak mendengar ucapan sang kawan, lantas kembali duduk pada stationnya. Sementara Ari, dadanya masih penuh dengan amarah.

"Tak sumpahin bangkrut, tau rasa!" Sumpah serapah pun terlontar, lantas Ari menggeleng sembari menepuk jidatnya pelan. "Eh, jangan, ding! Ntar aku kerja di mana cobak."

Ira Yusran

Jangan lupa kasih jejak kalian ya, Gaes 💚

| Sukai
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Irawati Yusran
Baca ini jadi keinget kampung halaman. SBY cem mana kabarmu?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status