BAB 37 Sesampainya di rumah Pak Aryo, Citra pun enggan untuk turun dari mobil karena merasa takut. Ia takut tidak diterima di keluarga Dokter Ardian. “Ayo turun!” ujar Dokter Ardian seraya menatap Citra. “Mas, kita kembali ke rumah saja, ya,” pinta Citra. Tampak sekali kalau ia sedang takut dan khawatir. “Kenapa?” tanya Dokter Ardian. “Mm ….” Citra tampak tidak nyaman. “Wah … Nizam sudah datang, ya!” seru seseorang dari pintu ruang tamu. Dia adalah Bu Indah, Mamanya Dokter Ardian. Dokter Ardian dan Citra pun menoleh. “Ayo turun!” ujar Dokter Ardian lalu turun dari mobilnya. “Ma, Ardian titip Citra dan Nizam ya,” tutur Dokter Ardian dengan tersenyum lalu mencium punggung tangan Mamanya. “Iya. Kamu tenang saja,” balas Bu Indah dengan ramah. “Saya berangkat dulu. Nanti sore saya jemput,” pamit Dokter Ardian lalu mengulurkan tangannya pada Citra. Citra pun mencium punggung tangan Dokter Ardian. Setelah itu Dokter Ardian melajukan mobilnya meninggalkan rumah orang tuanya. Sesamp
BAB 39 Dokter Herlina menggigit bibir bawahnya dengan sangat senang. Se-senang itu bertemu dan berdekatan dengan orang yang disukai. Untungnya ia memakai masker, sehingga tidak ada yang bisa melihat senyum kebahagiaan-nya, termasuk Dokter Ardian. Di pikiran Dokter Ardian saat ini, ia ingin operasi ini segera selesai dan pulang. Ia sudah janji pada Citra akan menjemputnya sore hari. Ia yakin pasti Citra merasa tidak nyaman di rumah Pak Aryo. Karena itu ia ingin segera menjemput Citra dan Nizam untuk pulang ke rumah. Setelah operasi selesai, Dokter Ardian buru-buru mencuci tangan dan mengisi status pasien. Untungnya hari ini hanya mengoperasi satu pasien, sehingga ia bisa segera pulang. Namun, ketika Dokter Ardian akan keluar dari ruang operasi, ia mencium bau parfum yang sangat harum. Saat ia keluar dari pintu ruang operasi, Dokter Herlina sudah menunggunya di depan pintu. Dokter Ardian pun terkejut. “Selamat sore, Dok …,” sapa Dokter Herlina dengan tersenyum ramah. “So-sore,” bal
BAB 41 “Cium! Sekarang kan saya suami kamu,” ujar Dokter Ardian dengan tersenyum. “Oh. Hehehe.” Citra meringis dengan kikuk lalu mencium punggung tangan Dokter Ardian. Setelah itu mereka masuk ke dalam rumah bersama-sama. “Nizam … ayo pulang, Sayang …,” ucap Dokter Ardian ketika sudah sampai di ruang tengah. Di sana Nizam sedang bermain dengan Pak Aryo dan Bu Indah. Nizam menoleh pada Dokter Ardian ketika mendengar suara Papa-nya. Kemudian ia mengangkat kedua tangannya minta digendong. Dokter Ardian pun mengangkat Nizam dan menggoda-nya setelah memberikan tas-nya pada Citra. Tidak lama kemudian mereka pamit pulang karena hari akan segera petang. “Apa Nizam rewel hari ini?” tanya Dokter Ardian pada Citra ketika mobil sudah keluar dari pintu gerbang rumah Pak Aryo. “Nggak, Mas. Seharian dia main terus dan sesekali tidur sebentar,” jawab Citra. Ini pertama kalinya Nizam dan Citra main ke rumah Pak Aryo karena Dokter Ardian selalu sibuk. Biasanya Pak Aryo dan Bu Indah yang datang b
BAB 43 Dokter Ardian tersenyum. “Ya sudah, tidurlah kalau begitu. Di sini tidak ada apa-apa,” ucap Dokter Ardian seraya mengacak rambut Citra yang terlihat masih panik. “Terima kasih, Mas,” ucap Citra lalu membaringkan tubuhnya. “Untuk apa? Ini kamarmu juga sekarang. Kamu bebas tidur di sini kapan pun kamu mau. Tiap hari juga nggak apa-apa. Biar saya juga bisa lebih dekat dengan Nizam,” ujar Dokter Ardian lalu mengitari tempat tidurnya untuk berbaring di samping Nizam. “Oh iya, besok kamu nggak usah memasak. Kita makan di rumah Papa saja. Kamu nggak apa-apa kan saya titipkan di sana lagi?” tanya Dokter Ardian seraya menatap Citra. “Nggak apa-apa, Mas,” balas Citra lalu memejamkan matanya. Hari ini ia merasa sangat lelah. Seharian ia tidak berani tidur siang karena tinggal di rumah Pak Aryo. Tengah malam, Dokter Ardian terbangun dari tidurnya. Ia membuka matanya dan melihat Citra yang tidur di atas tempat tidurnya. Kemudian, ia turun dari tempat tidur dan berjalan ke samping Citra
BAB 45 “Kamu ini kenapa sih? Dari tadi malam pasang kuda-kuda mulu,” gerutu Dokter Ardian seraya meninggalkan Citra lalu menggelar sajadah di lantai. “Mas Dokter habis mandi?” tanya Citra saat melihat Dokter Ardian terlihat segar. “Iya,” jawab Dokter Ardian singkat. “Apa nggak dingin?” tanya Citra karena ia merasa subuh hari ini begitu dingin. “Mau salat bareng nggak?” tanya Dokter Ardian. “Kalau nggak, saya duluan,” imbuh-nya. “Iya, tunggu sebentar,” sahut Citra lalu keluar dari dalam kamar Dokter Ardian untuk ber-wudhu dan mengambil mukena di dalam kamarnya sendiri. Setelah salat subuh bersama, Citra merasa tubuhnya sangat lemas sekali karena kurang tidur tadi malam. Kepalanya terasa sedikit pening dan perutnya mulai terasa tidak enak. Pagi-pagi sekali Dokter Ardian dan Citra sudah sampai di rumah Pak Aryo. Seperti yang dikatakan Dokter Ardian tadi malam, ia akan numpang sarapan pagi di rumah Pak Aryo. “Tumben … masih pagi sekali sudah sampai di sini?” sambut Bu Indah yang
BAB 47 “Aku ingin bicara. Sudah lama kita tidak bertemu,” ucap Miranda seraya berbisik di telinga Dokter Ardian. “Aku sibuk, Mir,” balas Dokter Ardian lalu melepaskan tangan Miranda yang menggenggam tangannya. “Kapan kamu ada waktu?” tanya Miranda dengan sangat berharap. “Maaf, hari ini pasien-ku sangat banyak,” ujar Dokter Ardian. Ia sudah tidak sabar untuk segera kembali ke ruang poli kandungan. “Aku tunggu di kantin rumah sakit, ya? Aku traktir makan siang,” ujar Miranda dengan tersenyum. Dokter Ardian menghela napas lalu pergi tanpa memberi jawaban. Dokter Herlina yang kebetulan tidak ada pasien berjalan-jalan di lorong sekitar poli. Ia pun melihat Dokter Ardian yang sedang mengobrol dengan Miranda. Karena penasaran, ia pun menguping pembicaraan Dokter Ardian dan Miranda. “Mau apa wanita itu?” gumam Dokter Herlina dengan cemberut. Ia merasa cemburu pada Dokter Ardian yang belum jadi siapa-siapa-nya. “Sepertinya wanita itu naksir sama Dokter Ardian. Aku harus bertindak lebi
BAB 49 “Ada, tapi beliau sedang beristirahat sebentar. Sabar ya, Bu. Nanti kalau sudah gilirannya, Ibu akan kami panggil,” ucap Dewi dengan sopan. Miranda mendengkus pelan. ‘Pantesan ditungguin nggak datang-datang,’ gumam Miranda dalam hati. Dokter Ardian yang mendengar percakapan mereka pun segera terbangun dari tidurnya. “Maaf, saya ketiduran,” ucap Dokter Ardian pada Dewi setelah Dewi menutup pintu ruang poli. “Iya, nggak apa-apa, Dok. Ini nasi ayam bakar-nya,” ucap Dewi seraya menyerahkan nasi kotak yang ia beli tadi. *** Sore hari Ketika mobil Dokter Ardian sampai di pintu gerbang rumah Pak Aryo, Bu Indah sudah menunggu-nya di teras rumah dengan memangku Nizam. Sedari tadi pagi Bu Indah sudah tidak sabar untuk memarahi Dokter Ardian. “Ardian!” seru Bu Indah seraya bangkit dari duduknya ketika Dokter Ardian baru saja membuka pintu mobilnya. “Ada apa, Ma?” tanya Dokter Ardian bingung dengan sikap Bu Indah yang tiba-tiba marah padanya. “Dasar anak nakal!” ujar Bu Indah den
BAB 51 “Kamu berani tidur sendiri?” tanya Dokter Ardian tiba-tiba. “Mm ….” Citra belum sempat melanjutkan kalimatnya. “Kalau nggak berani, saya tunggu di kamar, ya,” sahut Dokter Ardian dengan tersenyum lalu meninggalkan Citra yang masih mencuci piring. Citra menghela napas panjang. “Bik Yati …, cepat sembuh dong. Biar aku nggak tidur di kamar Dokter Ardian terus,” gumam Citra dengan memajukan bibir-nya. Sudah pukul sebelas malam, tetapi Citra masih belum juga datang ke kamar Dokter Ardian. Sedari tadi Dokter Ardian menoleh ke arah pintu beberapa kali berharap Citra segera masuk ke dalam kamarnya. “Kok lama? Apa dia pingsan di dapur?” gumam Dokter Ardian. Ia pun mulai khawatir lalu bangkit dan keluar dari dalam kamarnya. Dokter Ardian menuruni tangga dengan sedikit tergesa-gesa supaya segera sampai di dapur. Sesampainya di dapur, ia tidak melihat Citra di sana. “Kok nggak ada. Ke mana dia?” gumam Dokter Ardian sedikit merasa kecewa karena tidak menemukan Citra di dapur. Ia pun