Share

Terpaksa Menikahi Musuhku
Terpaksa Menikahi Musuhku
Penulis: Sara Maureen

BAB 1 - It Might be a Champagne Problem

“Udah, Julie! Kamu nggak usah nangisin laki-laki kurang ajar itu! Sekalipun dia datang berlutut ke sini sekarang, Papa nggak akan ampunin dia!”

Julie bisa mengerti kenapa pengantin perempuan bisa menangis di hari pernikahannya.

Tapi Julie tidak mengerti kenapa hal yang membuatnya menangis adalah bukannya karena bahagia telah resmi menyandang status sebagai istri, melainkan karena video calon suaminya, Raveno, yang belum lama ini ia terima.

Video berdurasi dua puluh menit itu menampilkan bagaimana Raveno bercinta dengan perempuan yang merupakan sahabatnya, di sebuah hotel bintang lima yang ada di Bali.

Perempuan yang tidur dengan Raveno itu sendiri yang mengirimkannya pada Julie dengan tambahan pesan, ‘Aku lagi berbaik hati, jadi aku kasih tahu bagaimana kelakuan Raveno sebelum kalian menikah.’

“Julie,” panggil ayahnya yang patah hati karena putrinya diperlakukan dengan tidak pantas. “Sayang, jangan nangis…. Biar Papa yang urus semuanya.”

Padahal semalam Raveno masih menginap di hotel ini, tapi sepertinya ia diberi tahu kalau videonya sudah disebar di grup SMA mereka, jadilah ia pergi meninggalkan Julie.

Meninggalkan Julie di ballroom hotel yang seharusnya jadi saksi pernikahan mereka.

Julie menggeleng seraya mengusap sudut kelopak matanya. Air matanya tak bisa berhenti. Raveno sudah jadi kekasihnya sejak lima tahun yang lalu. Kalau kata Candy dan Suri, sahabatnya, lima tahun bahkan sudah melebihi tenor cicilan mobil Avanza.

Bayangkan berapa banyak waktu yang sudah dihabiskan Julie dengan Raveno.

“Papa!”

Seruan kakaknya dan beberapa orang lainnya, membuat Julie mendongak. Ia langsung bangkit tanpa peduli bisa tersandung karena pakaian dan heels yang ia pakai.

“Papa,” panggil Julie dengan sedih saat ayahnya memegangi dadanya dengan wajah mengernyit.

“Nggak apa-apa, Jules,” gumam sang ayah dengan memanggil anak sulungnya menggunakan panggilan kesayangannya.

Julie menggigit bibir sembari duduk di samping ayahnya yang tengah mengatur napasnya. Ayahnya memang memiliki penyakit yang tidak boleh membuatnya banyak beban pikiran—tapi lihat sekarang, Julie-lah beban pikiran sang ayah.

Meskipun keluarga Raveno sudah diusir semua, tamu-tamu yang nanti pukul satu siang akan datang ke resepsi pernikahannya belum tahu kalau pernikahannya dengan Raveno dibatalkan.

“Aku keluar sebentar, Pa, Ma,” pamit Julie pada kedua orangtuanya.

Kakaknya berusaha mencegah, tapi Julie sudah mengangkat kain yang ia kenakan agar bisa berjalan lebih cepat meninggalkan ballroom tersebut.

Membayangkan betapa besar rasa malu yang ditanggung orangtua dan keluarganya karena kelakuan Raveno yang pengecut membuat Julie berpikir keras. Orangtuanya mungkin akan mengatakan kalau Julie harus bersyukur karena tahu kelakuan Raveno sebelum mereka menikah.

Sembari berjalan menuju lift paling ujung di Merlion Hotel tersebut, Julie kembali berusaha menghapus air matanya. Ia memilih untuk menunduk sambil mengetukkan ujung sepatunya dengan tak sabaran ketika menunggu lift.

“Sialan! Cari sekarang juga!”

Geraman dengan suara bariton yang cukup familier itu membuat tubuh Julie menegang. Julie bisa merasakan sosok yang baru saja memaki itu mendekat ke arahnya.

“Dia belum lama kabur! Kalau kamu nggak bisa nemuin calon istriku dan bawa dia ke sini, kamu kukirim ke Thailand!”

Denting lift disusul pintu yang terbuka membuat Julie buru-buru masuk. Dengan asal, ia menekan tombol G yang akan membawanya ke lobi. Julie tak tahu apa yang akan ia lakukan ke lobi, tapi bertahan di ballroom itu malah membuatnya makin putus asa.

Sebuah tangan terulur ke panel lift dan tak jadi menekan tombol ketika melihat tombol G sudah menyala.

“Bawa dia ke hadapanku saat ini juga,” perintah lelaki itu melalui ponselnya kepada seseorang yang Julie tebak adalah bawahannya. “Nggak ada dalam sejarahnya aku ditertawakan ayahku karena gagal menikah.”

Julie langsung melotot begitu mendengar gagal menikah diucap oleh suara yang familier itu.

Ia akhirnya memberanikan diri untuk mendongak dan menoleh, mendapati sosok yang dulu ia nobatkan jadi musuh nomor satunya kini berdiri di sebelahnya dengan beskap yang membuat tubuhnya terlihat sangat gagah.

“Pangeran?”

“What the hell?!”

Lelaki yang dipanggil Pangeran (yang sebenarnya lebih senang dipanggil ‘Ipang’ dibanding 'Pangeran’) tersebut ikut menoleh dan menatap Julie dengan kening berkerut. “Kamu….”

Julie menghela napasnya. Selamanya, ia adalah orang yang tidak akan langsung dikenali orang lain. Sejak dulu julukan Julie adalah The Invisible Julie—tidak terlihat dan bahkan orang-orang di sekitarnya tak banyak yang tahu ia eksis di muka bumi ini.

“Julie, sahabatnya Suri kalau-kalau kamu lupa.” Julie menyebut nama adik Ipang yang juga merupakan sahabatnya.

Julie tahu kalau Ipang juga menikah di hotel yang sama dengannya dan di hari yang sama—kebetulan yang menyebalkan. Sejak lulus SMA, Julie tidak pernah mau bertemu dengan Ipang meskipun ia masih bersahabat dekat adik lelaki itu alias Suri. Ipang pun seperti tidak pernah peduli pada eksistensi Julie di muka bumi ini karena meskipun mereka sering berada di acara yang sama, tapi Ipang tidak pernah menyapanya.

“Ngapain kamu pakai kebaya begitu?” tanya Ipang yang tak bisa menahan dirinya untuk tidak mengomentari penampilan Julie.

“Suka-suka oranglah,” sahut Julie dengan malas.

Julie menimbang-nimbang untuk bertanya setelah sejak tadi mendengar percakapan Ipang di telepon.

Tadinya ia tak ingin bertanya, tapi tatapan meremehkan Ipang membuat Julie akhirnya kesal dan bertanya, “Kamu sendiri kenapa di sini? Calon istrimu kabur ya?”

“Bukan urusanmu.”

Perempuan yang rambutnya masih disanggul tersebut memutar kedua bola matanya. “Oke.”

“Kamu sendiri?” Ipang akhirnya ingat kalau Suri, adiknya, sejak awal ia menentukan tanggal pernikahan langsung memusuhinya karena tanggal pernikahannya sama dengan sahabatnya.

Suri juga yang mengusulkan Ipang untuk menikah di Merlion Hotel karena ia ingin masih bisa menghadiri pernikahan kakak dan sahabatnya itu. Sekarang Ipang jadi mengerti kalau sahabat yang dimaksud Suri adalah Julie.

“Kata Suri kamu mau nikah,” lanjut Ipang yang akhirnya berhasil mengingat secuil ocehan adiknya.

Tadinya.”

“Calon suamimu kabur ya?” Kali ini Ipang bertanya dengan nada meledek. Memang dasar manusia, yang tadinya kesal karena terkena masalah jadi agak lega hatinya ketika tahu ada yang senasib. “Kalau kamu masih sebarbar dulu, nggak heran calon suamimu kabur.”

“Aku juga nggak heran sih calon istrimu kabur.” Julie menolak kalah dengan ucapan sinis Ipang. “Kamu udah cek penyakit kelamin sebelum menikah? Jangan-jangan istrimu jadi nggak yakin karena track record-mu yang luar biasaitu.”

“Jaga mulutmu, Julie,” geram Ipang dengan kesal. “Perawan polos kayak kamu tahu apa soal aku?”

“Oh ya, bener juga. Aku sih nggak pernah nyicipin kamu kayak perempuan lain di DKI Jakarta ini.”

“You—”

Ipang hampir benar-benar memaki, tapi tak jadi karena denting lift yang menyadarkannya dan pintu lift yang segera terbuka. Julie keluar lebih dulu dan tak peduli ke mana Ipang karena ia sendiri tak tahu mau ke mana.

Pada akhirnya, Julie memilih duduk di sofa yang ada di sudut lobi dan menghadap ke arah taman kecil di depan pelataran lobi yang terlihat indah—tidak seburuk suasana hati Julie saat ini.

Sampai saat ini Julie tak mengerti kenapa Raveno tega melakukan semua ini—berkhianat di belakangnya dan kabur dari hari pernikahan mereka tanpa memberi penjelasan apa pun pada Julie.

Air mata Julie hampir kembali tumpah ketika seseorang duduk di sebelahnya. Julie mendelik dan mendapati Ipang duduk seraya menggenggam ponselnya dengan erat.

“Bisa geser nggak duduknya?” tanya Julie dengan lelah.

Ia ingin menendang Ipang ke mana pun asal dia tidak berada di dekatnya, tapi tenaganya sudah habis untuk menangis dan pura-pura baik-baik saja seperti saat ini.

Hei, berpura-pura tidak ingin menangis sampai gila itu benar-benar memakan tenaga.

“Berisik,” gerutu Ipang. Lelaki itu kemudian menoleh dan mengamati penampilan Julie. “Kamu ngapain di sini? Mau cari calon suami baru?”

“Iya,” jawab Julie dengan asal. “Kalau di novel yang ditulis Candy kan biasanya ada orang yang tiba-tiba nawarin perempuan malang kayak aku buat jadi suami pengganti.”

Ipang mendengus. “Wake up, Jules, ini bukan novel yang ditulis temenmu itu.”

Julie tahu ia benar-benar putus asa saat ia bahkan curhat colongan pada Ipang. “Aku lagi bingung mau ikut plot novel yang mana—coba bunuh diri atau cari suami sewaan, pengganti, atau apalah itu.”

“Gila kamu ya?” Tanpa sadar lelaki itu menyugar rambutnya yang sudah ditata rapi. “Bunuh diri cuma karena nggak jadi nikah?” tanyanya dengan nada meremehkan.

“Emang kamu nggak pengen bunuh diri setelah ditinggal calon istrimu itu?” Julie menatap Ipang dengan penasaran. Dibanding putus asa seperti dirinya, Ipang sekarang terlihat seperti… marah.

Julie juga marah pada Raveno, tapi fase marah itu sudah tergantikan dengan putus asa karena membayangkan dua ribu undangan yang akan tahu mengenai batalnya pernikahan Julie-Raveno, yang diakibatkan video porno buatan Raveno dan sahabatnya.

“Nggak. Aku ingin hidup lebih lama buat bikin hidupnya menderita karena udah bikin aku malu.”

“Hm… ide yang bagus juga.” Julie mengangguk mendengar kalimat Ipang barusan. Kemudian ia berdecak pelan dan mengibaskan tangannya. “Udah deh, kamu jauhan sana! Gimana superhero bisa ngeliat aku yang desperate ini kalau kamu ada di sini?!”

Ipang mengerutkan keningnya. “Emang kamu yakin mau nikah sama orang asing hanya karena kamu ditinggal nikah sama calon suamimu?”

Hanya karena?” Julie menggertakkan giginya. “Hei, papaku bisa kolaps kapan aja bahkan sebelum operasinya bulan depan dimulai, karena aku yang nggak jadi nikah hari ini!”

“Dasar akal pendek.” Ipang tak setuju dengan gagasan Julie barusan. “Gimana kalau yang kamu nikahin itu pembunuh bayaran? Atau residivis?”

Julie tahu ia seharusnya memikirkan hal tersebut. Hei, untuk apa ia pacaran lima tahun? Tentu saja untuk memantapkan hati dan dirinya kalau Raveno memang baik dari sisi mana pun.

Sayang, waktu ternyata tidak seharusnya menjadi tolok ukur ia menilai seseorang.

“Nggak usah ngomong begitu seakan kamu peduli ya, Ipang,” tampik Julie dengan kesal. “Daripada kamu ngurusin aku, mending kamu urusin urusanmu sendiri sana.”

Julie segera angkat kaki dari sana daripada ingin menyumpal mulut Ipang dengan kitten heels yang ia kenakan. Sudah tidak memberikan solusi, malah menghinanya akal pendek, pula!

“Jules!”

Julie tak memedulikan panggilan Ipang dan terus berjalan menuju arah pintu samping hotel yang menghubungkannya dengan area kolam renang.

“Jules!”

Jules hanya mengangkat satu tangannya dan melambaikan tangan pada Ipang, menandakan kalau apa pun yang Ipang akan katakan ia sudah tak peduli lagi.

“Jules,” panggil Ipang dengan lebih keras hingga semua orang di lobi rasanya langsung mencari siapa yang dipanggil Ipang.

Julie mendengus kesal, dasar Ipang pasti ingin membuatnya malu!

“Jules, daripada nyari orang halu yang nawarin kamu nikah padahal nggak tahu namamu siapa, gimana kalau kamu nikah sama aku aja hari ini?”

“WHAT?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status