Share

Bab 2

"Hooaammm..." Bella mengeliat. Saat ia hendak bangun ia merasa sesuatu menumpang di atas perutnya.

"Apaan nih?" Bella membuka selimut dan mendapati tangan Gara berada di atas perutnya. Entah Gara sadar atau tidak jika melakukan hal ini.

Bella menoleh pada Gara. Dalam keadaan tidur seperti ini wajahnya terlihat sangat tenang. Gara adalah laki-laki tampan yang populer di sekolah. Dengan adanya kejadian kemarin sudah pasti semua citra Gara hancur.

"Ra... Bangun Ra." Bella menusuk pipi Gara sampai laki-laki itu kaget.

"Ngapain sih Bel?" Gerutu Gara. Ia tidak terima dibangunkan dengan cara seperti itu.

"Bangun. Pindahin tanganmu nih. Aku jadi nggak bisa bangun."

"Tangan apa?" Rupanya Gara masih tidak sadar.

"Tanganmu. Kamu semalam tidur sambil meluk aku ya? Cieee... Ciee..."

Seketika Gara menarik tangannya. Ia tidak mau dianggap tidur sambil memeluk Bella.

"Mana ada. Namanya orang tidur bisa aja nggak sadar kan tangannya kemana. Lagian aku ngiranya kamu pasti guling. Jangan sok kepedean kamu."

"Emang pede wekkk..." Bella mengejek Gara sesaat sebelum ia turun dari ranjang.

"Wastaga jam tujuh!!!" Seru Bella kaget begitu melihat jam di gawai miliknya. Bella buru-buru menyambar handuk, masuk ke kamar mandi untuk mandi bebek. Setelahnya ia keluar dengan handuk melilit tubuhnya. Ia masih terlihat panik dan buru-buru. Bahkan ia tak sabaran saat mengambil seragam dari dalam lemari.

Gara hanya bisa melongo menyaksikan tingkah istrinya. Sepagi ini ia sudah disuguhkan pemandangan seperti ini.

"Mau kemana?" Tanya Gara curiga saat melihat Bella mulai mengenakan seragam sekolah.

"Sekolahlah. Ini dah hampir telat. Kamu nggak siap-siap?"

Sagara mendekat.

Cletak!

Ia menyentil jidat Bella.

"Oucchh! Sakit Ra!" Bella mengusap jidatnya.

"Sekolah kemana? Kita udah dikeluarkan dari sekolah tahu." Gara mengingatkan.

"Ohhh, iya! Bilang kek dari tadi Ra. Jangan buat orang panik kelabakan."

"Harus banget aku bilang ke kamu?" Tanya Gara dengan nada seperti tidak sudi untuk mengingatkan istrinya.

"Harus. Soalnya aku ini orangnya pelupa. Mungkin kita memang berjodoh supaya kamu bisa selalu jadi pengingat buat aku."

"Aku nikahin kamu bukan buat jadi pengingat. Kalo mau diingatkan setiap saat nikah aja sama alarm."

"Terus kamu nikah buat apa?"

"Ya, kita nikah kan udah jelas untuk menjaga nama baik kedua keluarga. Pake ditanya lagi. Kalau bukan karena difitnah hari ini aku masih jadi bujangan Bel."

"Jahat!" Bella mendengus.

"Bodo amat! Kamu tuh yang jahat. Difitnah ngajak-ngajak."

"Tapi kamu suka kan nikah sama aku?" Sergah Bella.

"Yang bilang suka siapa? Aneh!"

"Lihat aja. Nanti lama-lama kamu juga suka sama aku."

"Oh, ya? Percaya diri sekali kau Tuan Putri?" Gara meledek istrinya.

"Hei, Tuan Muda, aku ini cantik. Kamu nggak normal kalau nggak suka sama aku."

"Iya, karena kamu merasa cantik, kamu jadi berpikir semua laki-laki akan menyukaimu. Padahal nggak semua laki-laki menyukai gadis dari kecantikannya. Percuma cantik kalau otaknya kosong. Itulah kamu jadi kena fitnah hamil di luar nikah."

"Yang penting aku nggak hamil kok." Tukas Bella.

"Mana aku tahu kamu hamil apa nggak."

"Hihhh... Nyebelin!"

Drttt... Drrrtttt...

Lagi-lagi gawai Gara berdering menampilkan panggilan masuk dari Sabia.

"Ciiee sepagi ini pacarnya dah nelpon. Angkat tuh."

Gara mengambil gawainya tapi langsung menolak panggilan dari Sabia.

"Kenapa nggak diangkat?" Selidik Bella.

"Males. Ntar jadi perkara."

Bella tertawa karena teringat kejadian semalam. Mungkin Gara tidak mau lagi jika pacarnya dibuat cemburu oleh Bella. Terlebih pagi hari seperti ini mereka sudah bersama. Sabia bisa berpikiran yang tidak-tidak.

"Nggak usah ketawa!" Gara merengut kesal.

"Ngapa sih. Orang ketawa nggak dilarang kamu sok ngelarang."

"Nggak lucu ya Bella bikin suamimu kesel terus. Kamu mau mau ngajak berumah tangga apa ngajak gelut sih?"

Bella seketika terdiam. Ia memperbaiki air mukanya agar terlihat tidak sedang menahan tawa. Padahal sebenarnya ia masih ingin tertawa. Terlebih saat melihat wajah kesal Gara.

"Yaudah sih. Aku minta maaf kalo udah bikin kamu kesel."

Bella berjinjit sambil menangkup wajah Gara.

Cup!

Ia mendaratkan satu ciuman di pipi Gara dengan maksud meredam amarah suaminya. Setelahnya Bella bermaksud hendak ganti pakaian.

"Heh, mau kemana?" Gara menahan tangan Bella.

"Ganti baju. Kan nggak jadi sekolah."

"Kau dari semalam seenaknya saja ciam cium pipiku." Protes Gara.

"Apa yang salah? Kita gini-gini suami istri lo Ra. Nggak ada larangan buat cium kamu. Apalagi cuma sekedar cium pipi."

"Sekedar ciuman pipi? Sini aku kasih tahu caranya ciuman yang bener."

Gara menarik tubuh Bella ke dalam dekapannya. Setelahnya ia mengajari Bella bagaimana ciuman yang sesungguhnya. Bukan sekedar kecupan dipipi.

***

Setelah keributan tadi pagi yang ditutup dengan adegan ciuman mesra, Gara tidak tampak di rumah seharian. Entah ia kemana Bella tidak tahu. Yang jelas Gara baru kembali saat malam sudah tiba.

Dor! Dor! Dor!

Gara menggedor pintu tidak sabaran. Bi Ina tergopoh-gopoh menuju pintu.

"Siapa Bi?" Tanya Bella.

"Sepertinya Tuan Muda Gara, Non."

"Biarin aja. Bibi kembali saja. Biar aku yang buka pintunya."

"Baik Nona."

Dor! Dor! Dor!

Bella mendengus. Ia sengaja berlama-lama membukakan pintu.

Drrtttt... Dddrrrttt...

Kali ini Gara menelpon Bella. Tapi dasar Bella saja tidak mau mengangkat telepon dari Gara.

Ceklek!

Akhirnya Bella membukakan pintu. Terlihat Gara masih menempelkan gawainya di telinga.

"Sialan! Lama amat bukain pintu." Gara langsung mengumpat kesal.

"Enak aja datang-datang ngumpat ke orang. Nggak usah masuk lah sekalian. Pergi lagi sana!"

Bella benar-benar akan menutup pintu kalau saja Gara tidak menahan pintu itu dengan kakinya.

"Lagian buka pintu lama amat."

"Siapa suruh pulang malam banget. Dari mana? Mana pergi nggak ngabarin."

"Posesif banget sih Bel?"

"Wajib itu," tukas Bella. "Jangan bilang ya kamu pergi seharian sama Sab..."

Bella tidak melanjutkan kalimatnya. Ia merasa kesal sendiri kalau saja Gara benar-benar pergi seharian untuk bertemu dengan Sabia.

"Tauklah. Terserah kamu!" Bella berbalik dengan cepat meninggalkan Gara. Sepanjang jalannya menuju ke lantai dua terdengar langkah kakinya dihentak-hentakkan. Sepertinya ia sedang kesal.

Blam!

Gara menutup pintu di belakangnya. Ia segera menyusul Bella ke kamar.

"Ngapain sih Bel, marah-marah?"

Bella bergelung di dalam selimut. Ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut sampai ke kepala.

"Bel," Gara menowel lengan Bella karena gadis itu tak kunjung menjawab.

Bella membuka selimutnya dengan kesal.

"Ya, kamu sih kelayapan dengan gadis sampai malam."

"Maksudmu apa?" Tanya Gara tak paham.

"Pake nanya. Kamu abis ketemuan sama Sabia kan? Di depanku sok-sokan reject teleponnya. Ternyata diam-diam ketemuan."

"Iya... Aku memang pergi Bel."

Jawaban Gara cukup membuat hati Bella hancur.

"Tapi..."

"Nggak ada tapi-tapi. Aku nggak mau denger penjelasan kamu lagi!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status