Share

Bab 3

"Bel..."

"Tauk ah, Ra. Dah malem ini nggak usah berisik. Aku mau tidur."

Gara naik ke atas tempat tidur. Ia menarik selimut Bella dengan sekali tarik.

"Aku pergi seharian dengan Ayah untuk mencari sekolah baru untuk kita. Setelah itu aku nganter Papamu ke bandara. Dia bilang mau ke luar negeri untuk urusan entah urusan apa yang diurus mafia sepertinya aku tidak tahu. Dan pulang-pulang kau marah begini denganku."

"Aku nggak marah. Terserah kamu aja deh. Mau kemana kek."

Gara diam.

"Ngapain diem aja?"

"Lagi mikir enaknya cewek modelan kamu ini diapain."

Bella melebarkan matanya.

"Emangnya kamu mau ngapain?"

"Ngapain aja boleh kan kamu istriku."

"Ih, sumpah kamu serem banget. Katanya nggak suka sama aku. Kenapa sekarang begini?"

"Cowok bisa aja kok Bel bercinta tanpa mencintai."

"Dih gila."

Cletak!

Lagi-lagi Gara menyentil jidat Bella.

"Aww..."

"Nggak usah punya pikiran macem-macem. Besok kita mulai sekolah lagi. Bangun yang pagi. Aku nggak mau menjadi alarmmu."

"Peluk boleh?" Tanya Bella dengan nada manja pada Gara.

"Aku tidak menyukaimu, jadi kenapa aku harus memelukmu?"

Bella merengut.

"Yaudah sih. Si paling sok tidak suka. Tapi doyan kalo ciuman."

Bella mulai mengungkit kejadian tadi pagi yang mana Gara benar-benar mencium Bella selayaknya suami-istri.

Kesal karena disindir Bella akhirnya Gala merebahkan diri di samping Bella. Ia menepuk tempat kosong di sampingnya. Menyuruh Bella mendekat. Padahal tadi niatnya Gara mau belajar dulu.

"Cuma peluk?" Tanya Gara ketika Bella sudah mendekat. Ia sengaja bertanya begitu untuk menggoda istrinya.

"Peluk aja kalo dapet udah seneng kok," jawab Bella polos.

Gara pun melingkarkan tangannya ke pinggang Bella. Mereka saling berhadapan.

"Kamu udah nggak marah kan?" Tanya Bella.

"Marah soal apa?" Gara malah bertanya balik.

"Ya soal pemfitnahan ini. Kan gara-gara kejadian ini kita jadi menikah. Kemarin kamu kelihatan marah."

"Kalau pun aku marah nggak merubah keadaan juga Bel. Yaudah sih. Udah terlanjur. Dijalani aja."

"Kira-kira siapa ya Ra yang tega jebak kita kayak gini?"

Gara memperhatikan Bella. Dalam jarak sedekat ini bohong jika ia tidak berdesir. Sebagai laki-laki normal berada satu ranjang dengan seorang gadis pasti membuat sedikit banyak perasaannya bergejolak.

"Nggak usah dipikirin. Cepet tidur. Kalo nggak tidur nanti kamu nyesel."

Bella menurut. Ia kadang memang sepolos itu.

***

Drap! Drap! Drap!

Bella menuruni tangga dengan buru-buru. Ada selembar handuk yang tersampir di pundaknya. Ia kalang kabut karena lagi-lagi terlambat bangun.

Sementara di bawah ia melihat Gara sudah rapi, duduk santai menikmati sarapannya.

"Yaakkk!!! Bibi kenapa aku tidak dibangunin sih?" Gerutu Bella.

"Kan Nona sekarang sudah punya suami. Bibi nggak enak kalau mau bangunin Nona."

Bella beralih melihat Gara. Ia tampak sudah selesai dengan sarapannya.

"Terus kenapa kamu nggak bangunin aku Ra?"

"Kan aku sudah bilang nggak mau jadi alarm kamu. Buruan siap-siap sana. Aku tunggu di depan."

"Haduhh... Iya deh iya. Bi, tolong bawakan bekal ya untuk sarapan."

Bibi Ina malah diam saja.

"Kenapa Bi?"

"Anu... Bibi belum sempat bikin sarapan ee Non. Gimana ya?"

"Terus Gara tadi sarapan apa?"

"Itu... Tuan Muda masak sendiri."

"Hah? Serius?" Bella tidak menyangka jika seorang Gara mau masak sendiri untuk sarapan. Serius Gara sekeren itu?

"Udah. Nggak usah pusing. Buruan siap-siap. Nih, aku dah siapin bekel sarapan buat kamu. Tapi besok-besok buat sendiri. Nggak boleh terlalu manja dan apa-apa Bi Ina." Gara meninggalkan satu kotak bekal di atas meja.

"Ihh... So sweet. Diem-diem perhatian rupanya suamiku."

Bibi Ina terkikik sendiri melihat kelakuan Bella. Ah, Bibi Ina jadi keinget pas masih muda dulu.

"Sepuluh menit ya Bel. Kalo lebih dari sepuluh menit bakal aku tinggal."

"Ah, oke, oke. Aku siap-siap sekarang."

Lima belas menit kemudian Bella turun. Ia langsung masuk mobil. Kedatangannya terlihat riweuh. Ia meletakkan bekal yang diberikan Gara di dasbor. Kemudian melemparkan tasnya ke jok belakang.

"Aku bilang sepuluh menit ya Bel. Dan kamu baru datang setelah lima belas menit." Gara mulai melajukan mobilnya.

"Aku belum sempat catok rambut loh Ra. Kamu udah nggak sabaran aja." Bella memoleskan lipstik warna pink ke bibirnya. Selain itu Bella juga menyemprotkan parfum ke seluruh tubuhnya. Aroma strawberry langsung menguar di dalam mobil.

"Kamu mau sekolah apa mau ke kondangan sih rempong banget dandan."

"Yee... Namanya juga cewek. Kamu kayak nggak tau aja. Aduh, Ra. Aku haus banget. Mana tadi lupa nggak bawa air minum. Nepi ke minimarket bentar dong beli minum."

Gara yang sedang fokus menyetir berdecak kesal.

"Udah mau terlambat kita Ra. Ambil di tasku aja deh."

"Ohh... Sweet boy. Thanks Ra."

Bella meraih botol minum dari tas Gara. Sebelumnya ia sempat mengecup pipi Gara sebagai tanda terimakasih.

"Ada untungnya juga kamu yang jadi suamiku. Ternyata kamu orangnya rajin dan disiplin. Pantes ya di sekolah kamu banyak dikejar-kejar cewek." Bella memimum air itu.

"Kamu yang untung, aku yang buntung dapet istri suka telat bangun, manja, kek bocah."

"Ihh, jahat banget si Ra."

Gara tidak menjawab karena sekarang mereka sudah sampai di depan gerbang SMA swasta yang cukup elit. Kualitas sekolahnya hampir sama dengan sekolah Gara dan Bella yang kemarin. Hanya saja yang kemarin itu SMA negeri.

Gara memarkirkan mobilnya. Segera Bella sudah siap turun. Tasnya ia sandang, ia mengambil kotak bekal yang tadi di letakkan di dasbor.

"Aku turun dulu ya Ra."

Grep!

Gara menahan tangan Bella.

"Tunggu!" Gara malah menarik tubuh Bella mendekat. Ia mencium bibir Bella cukup lama. Bella yang tidak menyangka akan dicium Gara hanya bisa diam dan pasrah.

"Jangan dandan berlebihan," ucap Gara begitu melepaskan ciumannya. Rupanya Gara sengaja menghapus lipstik di bibir Bella. Tapi caranya sungguh tidak terduga.

"Tapi kalau begini kayak orang tipes Ra."

"Nurut sama suami."

"Hiss... Iya, iya suamiku sayang. Turun dulu ya. Bye..."

Gara membiarkan Bella turun lebih dulu. Ia melihat punggung istrinya terus menjauh dari area parkir. Sampi Bella benar-benar hilang dari pandangan Gara baru menyusul keluar.

"Lho, Gara? Kamu Sagara kan?" Seseorang langsung menyapa Gara begitu laki-laki itu keluar dari mobil.

"Eh, Edo, Revan, apa kabar bro?"

Rupanya yang menyapa Gara adalah teman akrabnya saat di SMP dulu.

"Ngapain bro disini?" Tanya Edo.

"Sekarang aku memang pindah ke sekolah ini."

Gara sengaja memilih sekolah ini dengan alasan banyak teman-teman SMPnya yang bersekolah di sini. Dengan begitu Gara akan mudah akrab dengan lingkungan baru.

"Lhahh... Nggak betah kan kamu di SMA negeri itu. Udah aku bilang dari dulu sekolah bareng kita aja. Ngeyel sok paling pengen di SMA negeri. Sekarang cabut sendiri kan dari SMA negeri."

Gara hanya terkekeh mendengar celotehan Edo. Andai teman-teman lamanya tahu apa yang terjadi di SMA negeri itu.

"Oh, Saraga! Hai...!"

Sagara menoleh dan saat itulah ia melihat Sabia. Gadis cantik dan pintar yang kemarin sempat meneleponnya. Kira-kira siapa Sabia ini sebenarnya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status