Share

Pria misterius

Pria misterius.

"Tutup matamu Camellia ... Saya mohon!" 

"O-oke."

"Jangan di buka sebelum saya bilang buka! Kamu paham?" Jerry memperingatinya sekali lagi.  

Jerry beranjak keluar dari mobilnya. Ia berjalan dengan tenang menghampiri pria paruh baya tersebut. Kini keduanya saling berhadapan. Saling memancarkan raut wajah yang angkuh. 

Pria paruh baya itu menghembuskan asap cerutunya tepat di wajah Jerry. Kemudian ia tertawa. Tawa yang terdengar tak bersahabat. Namun Jerry tetap tenang.

"Mau kabur?" 

Pria paruh baya itu menatapnya sinis sambil menyeringai.

"Bukan urusan anda! Jangan ganggu kehidupan saya lagi! Kalau anda tidak ingin hal yang lebih buruk terjadi!"

"Waw!" pria itu bertepuk tangan, entah untuk apa.

Ia memangkas jarak di antara mereka, dan berdiri sangat dekat dengan Jerry. Menatap wajah yang masih tenang itu dengan lekat.

"Urusan kita belum selesai!" ucap pria itu lirih di telinga Jerry. Lalu kembali pada posisi semula. "Dia istri barumu? Hmm ... Cantik!" ucapnya lagi seraya melirik Camellia yang terpejam di dalam mobil.

Sontak membuat Jerry murka. Ia menarik kerah pria itu dan hampir memukulnya. Melihat itu, anak buah dari pria itu pun ingin menghajarnya juga, namun bos mereka melarang dengan satu goyangan dari jari telunjuknya. 

"Jangan libatkan dia!! Berhenti menggangguku bangsat!!!" Jerry melepaskan kerah pria itu dengan kasar. Hembusan nafasnya bergerak cepat seirama dengan amarah yang membuncah.

"Hahahah, Oke oke ... Dimana Marcel? Ku dengar kau menculikanya ..." tanya si pria tua itu santai sambil sesekali menghisap cerutunya dengan nikmat.

"Dia pantas mati! Anakmu itu pantas mendapatkannya!" 

Kini giliran Jerry yang menyeringai, menatapnya penuh kebencian. Jawaban itu membuat si pria tua tertegun. Ia tak lagi menghisap cerutunya dengan nikmat.

"Kau membunuhnya?" tanyanya dengan raut wajah nanar.

"Menurutmu ... " 

"Bangsat!! Dimana kau buang mayatnya!!!" si pria tua bergantian jadi sangat murka. Ia mencengkram cerutunya dengan kuat hingga hancur.

"Kau marah? Haha ku pikir orang sepertimu akan biasa saja saat melihat anaknya mati! Seperti halnya saat kau membiarkan anakmu yang brengsek itu membunuh istriku!" Jerry semakin tajam menatap pria di hadapannya.

"Bangsat!! Hajar dia! Kalau bisa sampai mampus!!!" seru si pria tua pada anak buahnya.

Dan perkelahian pun terjadi. Satu banding lima, tentu bukanlah hal yang mudah. Di tambah tubuh ke lima anak buah si pria tua itu besar-besar dan berotot. Membuat Jerry benar-benar kewalahan. 

Jerry berhasil membuat tiga orang di antaranya tumbang. Namun tubuhnya sudah lelah. Ia bisa benar-benar mati jika meneruskan perkelahian ini. 

Setelah  keadaan sedikit lenggang. Jerry memutuskan untuk berlari masuk ke mobilnya. Dan melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalan tol yang sepi pengendara.

"Sial!! Bodoh! Bagaimana bisa dia membuat kalian kecolongan!! Kejar dia!" si pria tua masuk ke mobilnya dengan perasaan dongkol. Lalu di susul anak-anak buahnya.

"Ada apa dok? Kenapa dokter ngebut? Ya tuhan! Dokter kenapa??" cecar Camellia saat melihat Jerry yang tampak lelah dan berantakan.

" Nanti saya jelaskan! Pegangan yang kuat dan harap tenang! Jangan bertanya sebelum saya perintah." jawab Jerry tegas tanpa menoleh pada Camellia.

Gadis itu bergeming dan menuruti perintah Jerry. Mobil semakin kencang melaju, membuat jantung Camellia hampir copot dari tempatnya. Kepalanya di penuhi tanya. Ia bingung dan penasaran apa yang sebenarnya di lakukan suaminya itu.

Namun saat ia melihat kaca spion, Camellia tertegun. Ia melihat mobil yang menghadang mereka tadi, mengikuti. Gadis itu melirik wajah Jerry yang tampak tegang. 

Dan sekarang ia mengerti, mengapa Jerry mempercepat laju mobilnya. Jerry terlihat mengotak-atik ponselnya. Ia ingin menelepon seseorang.

"Halo! Saya di kejar pak danuarta! Bisa kau alihkan perhatiannya? Aku sudah lelah! Iya sekarang!" 

Tut. Pembicaraan berakhir. Ia kembali menyimpan ponselnya. Sesekali mobil mereka hampir di pepet, namun dengan cekatan Jerry berhasil menghindar.

Seorang pria berteriak lantang mencoba untuk menghentikan mereka. Namun Jerry tak menggubris. Hingga tiba di persimpangan, sebuah mobil yang tiba-tiba datang entah dari mana, menabrak mobil yang di kendarai para preman dan pria tua tadi.

Seketika mobil itu terpental dan berputar-putar di sana. Jerry melirik kejadian itu dari kaca spion. Ia terlihat menghela nafas legah, dan kembali melaju dengan kecepatan normal.

Camellia ikut legah saat mobil para preman itu akhirnya berhenti mengikuti mereka. Namun yang membuatnya heran, dari mana mobil yang menabrak itu datang? Apa suruhannya Jerry? Ah entahlah ... Yang penting mereka sudah selamat.

🌻

Mereka pun tiba di bandara, setelah chek in dan segala macam. Pesawat yang akan membawa mereka ke kota bali pun lepas landas membelah langit malam.

"Dokter nggak papa? Perlu saya obati?" 

"Tidak perlu. Hanya luka ringan, nanti sembuh sendiri." ia tersenyum kecil menatap Camellia yang khawatir.

"Em, baiklah." 

"Maafkan saya ya, sudah buat kamu takut."

"Iya dok, nggak papa." Camellia tersenyum manis menatap Jerry.

"Baiklah, sekarang sebaiknya kita istirahat." Jerry menyenderkan tubuhnya di kursi pesawat. Ia tampak lelah hingga langsung terpejam.

Camellia menghela nafas berat. Ia sedikit kecewa, karena Jerry tidak langsung memberi tahunya soal kejadian tadi. Ia pun ikut menyenderkan tubuh di kursinya. Pandangannya tertuju ke luar jendela.

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu menimpa pundak kirinya. Ia pun menoleh, pupil matanya mengembang, ternyata Jerry tidur disana. 

Irama jantungnya kembali tidak stabil. Ia memperhatikan setiap sisi wajah atasan yang kini menjadi suaminya itu dengan seksama. 

"Tampan ... "gumamnya lirih sambil tersenyum manis. 

Namun saat tengah menikmati pesona pria tampan yang di sampinya itu, tiba-tiba Jerry membuka matanya. Pandangan mereka seketika beradu. Membuat Camellia segera mengangkat kepalanya dan memutar pandangannya ke tempat lain.

Jerry yang sebenarnya pura-pura tidur merasa puas sudah menggoda istrinya itu.

"Camellia ..." panggilnya lirih.

Gadis itu menoleh. Dan saat itu jarak di antara wajah mereka menjadi sangat dekat. Hembusan nafas mereka saling beradu, terpecah hangat membelai wajah yang hanya berjarak satu centi saja.

Camellia tertegun. Degupan jantungnya semakin menggila. Jerry perlahan melumat bibir sexy milik Camellia. Gadis itu bergeming, ia terlihat menikmati perlakuan Jerry.

Ciuman itu pun terhenti, ketika seorang pramugari menghampiri mereka dengan membawa troli berisi makanan ringan sebagai cemilan.

Pipi Camellia bersemu merah, antara malu dan gugup. Malu dengan pramugari yang tiba-tiba datang, dan gugup karena Jerry yang menciumnya tiba-tiba.

"Kamu mau ini?" tawar Jerry pada Camellia, ia mengangkat puding ke hadapan istrinya.

"Aku masih kenyang." 

"Oh. Terima kasih mbak. Tidak perlu." ucap Jerry pada pramugari itu.

"Oke. Lanjutkan aktivitas anda ..." ucap si pramugari seraya tersenyum manis. Lalu beranjak pergi dari sana.

Camellia tak mampu menatap Jerry, ia terlalu malu setelah kejadian tadi.

"Kenapa? Kamu marah?" 

"Ah ... Enggak dok. Saya ngantuk." dustanya lalu pura-pura tidur.

Jerry tersenyum kecil, ia sepertinya tahu jika Camellia tengah tersipu malu. Pria itu merangkul istrinya, dan membawa ia ke pelukannya.

Lagi-lagi Camellia tertegun, ia tak menyangka sosok laki-laki yang ia kenal cuek dan sadis ini, ternyata romantis. Jerry membelai kepala istrinya lembut, hingga ke duanya sama-sama tertidur.

🌻 

Tiga jam berlalu, mereka sudah tiba di bali pukul 12 malam. Jerry terlihat menelpon seseorang untuk menjemput mereka di bandara. Setelah menunggu beberapa menit, sebuah mobil sedan merah menghampiri mereka.

 

Jerry menggenggam jemari Camellia, membuat hati gadis itu tersanjung. Apa mungkin Jerry memang mencintainya? Namun sengaja menggunakan alibi untuk menikahinya. Entahlah ... Jerry memang penuh tanda tanya bukan.

Mereka pun masuk, dan duduk di kursi belakang kemudi. Seorang pria yang terlihat masih muda, mungkin umurnya sekitar delapan belas atau dua puluhan tahun. Tersenyum ramah menyambut mereka.

Mobil pun melaju membelah jalanan yang terlihat ramai meski sudah tengah malam. Jerry akan membawa kehidupan baru di kota ini, ia tak ingin terus menerus menyimpan luka yang tak kunjung usai di kota kelahirannya. 

Ia selalu saja teringat akan Tamara, istri yang amat ia cintai itu, yang pergi dengan cara mengenaskan. Dan Camellia ... Perasaan takut yang menyerang kini berubah menjadi nyaman saat berada di dekat Jerry.

Ia seakan tak lagi peduli dengan apa yang di lihatnya waktu itu. Begitulah wanita, ia akan mudah tersentuh dengan hal-hal kecil yang di berikan oleh lawan jenisnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status