Dua hari ini aku berhenti mengirim bekal makan siang kepada Richard. Aku terus kepikiran dengan kata-kata Damien, sehingga menghindari Richard. Namun, setelah tiga hari berlalu, aku akhirnya luluh dengan semua sikap manis Richard dan mulai sedikit melupakan ucapan Damien. "Aku merasa bersalah sudah menghindari dia dan tidak mengirim bekal makan siang padanya. Bukankah dia bilang kalau tidak bisa makan kecuali makanan buatanku?"Berpikir seperti itu, aku pun mulai membuatkan bekal makan siang untuk Richard dan mengirim pesan padanya. [Suamiku, aku akan datang ke rumah sakit mengirim bekal makan siang. Boleh?]Begitu pesan terkirim, pada saat itu juga, Richard langsung menjawab. [Boleh, aku tunggu.]Aku segera tersenyum saat membaca jawabannya. Lega karena sepertinya Richard tidak marah padaku meski aku telah menghindari dirinya beberapa hari ini. Ketika hendak menaruh ponsel, Richard tiba-tiba menelepon. "Hah? Kenapa? Apa dia berubah pikiran?" gumamku, tiba-tiba takut. Setelah
"Richard!"Aku segera berlari masuk tanpa memedulikan apa pun. Sampai di dalam, aku hanya menatap kosong pada pria yang duduk di depanku. Tepatnya, ke arah lengannya teriuka parah dan dia tidak bisa bergerak."Kamu mungkin akan mengatakan bahwa lukamu bukanlah masalah besar." Suara kecil dan tipisku bergema di seluruh kantor.Berbeda denganku, yang memandang keadaan Richard dengan tubuh gemetar, wajah Richard, dengan punggung bersandar di sofa setelah menerima perawatan, tampak sangat rileks."Kamu pasti akan bilang tidak apa-apa, meskipun kamu tidak bisa menggunakan tanganmu samasekali," lanjut ku dengan suara bergetar. Richard belum membicarakan apa pun, tapi aku sudah merasa putus asa dengan keadaan suamiku yang terluka. Kakiku bahkan gemetar dan badanku terhuyung-huyung. "Bagaimana bisa.... "Hatiku berdenyut sakit melihat banyaknya darah yang berceceran, seberapa parah lukanya? Aku benar-benar khawatir. Richard yang memperhatikanku dengan tenang, membuat senyuman indah yan
Pipiku merona mendengar ucapan Richard itu dan memegang tangannya."Tetap saja rasanya pasti sakit, lain kali tolong hati-hati, oke?" pintaku dengan mata sembab."Tidak apa-apa bagiku sakit seperti ini, Jeany. Tapi ini mungkin akan menjadi masalah bagimu,"ucapnya, yang membuat aku bingung. "Masalah untukku? Apa maksudmu, Rich?"Richard menghela napas panjang dan berkata. "Yah, kamu tahu. Meski sudah terluka seperti ini, aku masih harus bekerja, dan, bekerja sendirian dalam kondisi ini rasanya sangat sulit."Mata Richard beralih ke meja dekat ranjang yang disulap menjadi meja kantor dan di atasnya ada tumpukan dokunmen yang belum diproses.Aku yang juga melihat ke arah mana Richard menatap, mengepalkan tinjuku dan melompat."Jangan khawatir, aku akan membantumu," ucapku dengan percaya diri. Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan untuknya selama ini, sudah waktunya dia membalas kebaikan Richard. "Ayo duduk. Aku akan menyerahkan kertasnya padamu," ujarku lagi, membantu dia untuk dud
Aku dengan cepat menundukkan kepala dan menatap kosong ke Iantai marmer. Merasa tindakan Richard ini cukup tidak wajar. "Jeany. Menurutku tidak akan mudah bagiku untuk mandi sendirian dalam kondisi seperti ini, jadi tolong panggilkan suster."Richard membahas hal itu lagi padaku yang masih linglung.Menyadari bahwa dia tidak memintaku untuk memandikannya, aku dengan pelan mengangguk dan memegang bel dengan tanganku. Ada masalah juga dengan hal ini.Setelah memikirkan tentang apa yang akan terjadi segera setelah aku menekan bel danmemanggil suster, tatapanku berubah teguh dan berkata. "Jadi kamu akan memamerkan seluruh tubuh telanjangmu kepada wanita lain?" tanyaku dengan suara bergetar. Seperti tak menyadari kecemburuan yang begitu besar dalam diriku, Richard malah tersenyum santai. "Aku tidak mengatakan saya akan memperlihatkan seluruh tubuh telanjangku kepada suster, tetapi aku harus melepas pakaianku untuk mandi, Jeany."Richard menjawab dengan suara tenang, tapi itu hanya me
Saat jakun Richard bergerak naik turun, jantungku berdetak kencang. Apa yang dia inginkan darinya saat ini sudah sangat jelas.Itu tidak terasa memaksa atau apa pun, tapi itu adalah perintah yang tidak bisa kuyolak.Saat tanganku meraih handuk yang jatuh lagi, Richard segera menghentikannya."Dengan tanganmu, Jeany. Gosok dengan tanganmu."Pria berwajah dewa Yunani meminta.Meskipun ada sedikit getaran di pupil mataku, aku menurunkan tanganku sambil menataplurus ke matanya.Otot perut bagian bawah Richard menegang. Melihat itu, panas menyebar ke seluruh tubuhku. Ternyata tubuhku juga sangat menginginkannya. Richard membuatku terengah-engah dan bahkan membuatjy basah, mencapainkedalaman tersembunyi yang tidak bisa dijangkau oleh air yang menetes ke seluruh tubuh kami. Anehnya, hal itu bisa terjadi tanpa Richard menggerakkan lengannya yang terluka. ***Lampu di kantor Richard belum padam hingga jarum jam menunjukkan angka lebih dari tiga.Proyek perdagangan yang baru diluncurkan
Richard sangat senang karena Jeany terus menerus menunjukkan perhatiannya saat lengan Richard terluka, karena itu Richard terus bertahan dengan pura-pura terluka di depan Jeany, sehingga dia bisa terus merasakan dimanja oleh istrinya yang cantik itu. Apalagi saat Jeany mendengar rumor bahwa yang menyerang Richard adalah Damien, saudara tirinya, sehingga membuat Jeany, yang sepertinya merasa bersalah, akhirnya memperlakukan Richard dengan lebih baik. Semuanya terasa sempurna. Namun, ada masalah. Itu karena Jeany menolak bercinta dengannya. "Tidak, tidak bisa, Rich. Lenganmu sedang terluka, Sayang. Aku tidak mau memperparah lukanya dengan memaksamu bercinta. Kamu ingat saat di kamar mandi waktu itu? Aku terus merasa bersalah karena membiarkan dirimu bercinta denganku. Jadi tidak bisa, sampai kamu sembuh total."Jeany yang lembut itu menolak dengan tegas permintaan Richard untuk bercinta sehingga Richard benar-benar frustasi. "Ayolah, Sayang. Hanya dengan satu lengan, aku bisa men
"Rich."Aku menelepon Richard yang tengah berada di kantornya karena sesuatu yang cukup mendadak. Lengan Richard sudah benar-benar sembuh sehingga aku tidak menghawatirkan dirinya lagi dan tadi, pemilik kontrakan tempat aku dulu menyewa, menelepon dan mengatakan bahwa aku harus mengambil semua barang-barangku di sana supaya tempatnya bisa disewakan lagi, itulah kenapa sekarang aku terpaksa menelepon Richard di tengah pekerjaannya. "Ya, Sayang?"Richard yang menjawab telepon dariku dengan suara yang begitu lembut sehingga membuat pipiku merona. Sekarang dia sangat sering memanggilku sayang sehingga aku merasa sering tersanjung dengan panggilannya itu. "Emmm, aku berencana pulang ke tempat kos sebentar untuk mengurus beberapa hal, boleh?" tanyaku yang perlu ke rumah yang kusewa untuk menyelesaikan masalah penyewaan kepada pemilik rumah dan membereskan barang-barang milikku yang tersisa di sana. "Boleh dong, Sayang. Apakah perlu kujemput nanti?" tawar Richard dengan lembut, yang seg
"Aku tidak tahu apa salahku. Tolong ... jangan marah," pintaku dengan suara tersendat.Setelah mengatakan itu, aku segera memukul mulutku sendiri, menyadari kesalahanku saat mengatakan bahwa aku tak tahu apa yang membuat Richard marah.Jelas-jelas Richard marah karena diriku di mata Richard terlihat sedang berpelukan dengan Damien! Richard pasti mengira bahwa aku masih berhubungan dari pria itu, padahal tidak.Mataku seketika berkaca-kaca dengan satu tangan memegang dada, beberapa saat kemudian, tetes demi tetes jatuh ke pipi. Aku... sangat takut dengan kemarahan Richard. Apalagi saat Richard diam seperti ini, aku semakin takut."Aku minta maaf, tapi jangan diamkan aku. Tolong, tolong jangan marah, Rich. Aku tahu aku mungkin telah melakukan hal yang salah, tapi tolong jangan diamkan aku seperti ini. Sungguh, aku dan Damien tidak pernah ada hubungan apa pun, Rich."Aku berkata dengan suara memelas. Richard menoleh padaku, tampak begitu terkejut melihatku yang tiba-tiba menangis dan