Eric tidak langsung menjawab pertanyaan teman kecilnya. Tetapi pandangannya semakin tajam, apa yang tersembunyi di dalam hati gadis ini, tentu saja dia sangat tahu. "Tidak ada yang ingin kamu bicarakan? Kalau gitu, aku akan pergi." Eric segera berdiri dan berjalan menuju pintu. Ketika tangannya sudah memegang handle pintu, tiba-tiba sepasang tangan langsung memeluk tubuhnya, membuat gerakannya terhenti. "Kakak, aku mohon jangan pergi. Kita sudah lama tidak bertemu. Aku sangat merindukan kakak," ucap gadis itu, nada suaranya terdengar sangat mendayu, seakan sedang merayu kekasihnya untuk tetap tinggal bersama dengannya.Namun, Eric tidak suka dirinya disentuh sembarangan. Dia memegang tangan teman kecilnya kemudian melepaskannya dengan kasar. "Jessie, kelak jika di kemudian hari kita kembali bertemu, jangan sembarangan menyentuh tubuhku karena aku tidak suka ketika orang lain menyentuhku sembarangan sepertimu!"Setelah mengatakan itu, Eric segera melangkah pergi meninggalkan Jessie
Melihat ekspresi wajah putranya yang terlihat sangat terkejut, seketika membuat jantung Vania berdebar dengan kencang. Dia menduga bahwa ada sesuatu yang tidak benar. "Eric, ada apa?" Vania bertanya dengan perasaan yang cemas. Eric hanya diam saja, dia langsung mengambil ponselnya dari dalam saku celana kemudian menekan nomor istrinya. Berulang kali dia berusaha untuk melakukan sambungan telepon tetapi tidak diangkat. Eric mengangkat wajah, buru-buru dia berkata, "Ma, aku pergi sebentar untuk mencari Anna. Jika nanti dia sudah pulang, tolong kabari aku secepatnya." Vania hanya bisa menganggukkan kepala dan membiarkan putranya untuk mencari Anna. Dalam hatinya hanya ada perasaan cemas untuk menantunya. Dia sangat takut sekali jika sesuatu yang buruk telah terjadi pada Anna. Sementara Eric, begitu dia kembali masuk ke dalam mobilnya, dia langsung memasang earphone dan menekan nomor Liam. Sembari menyalakan mesin mobil, ketika panggilannya diangkat, Eric langsung berkata, "Cari t
Meski saat ini Anna sudah dalam kondisi mabuk, ketika mendengar perkataan John, tidak serta-merta membuat dia langsung mengangguk setuju. Anna menggelengkan kepala dan mendorong tangan John yang terulur padanya."Aku tidak bisa ikut denganmu, John," Anna berucap masih dengan berusaha untuk membuka kedua matanya.John tentu saja tidak langsung menyerah, masih dengan senyuman di wajah, dia berusaha untuk membujuk Anna."Kalau gitu, biarkan aku mengantarmu untuk pulang ke rumahmu. Malam-malam seperti ini tidak baik bagi seorang wanita untuk berjalan sendirian terlebih dalam keadaan mabuk."Tanpa sadar Anna menganggukan kepala, tetapi sesaat kemudian dia teringat tempat dia berada sekarang. Anna kembali menggelengkan kepala, menolak lagi ajakan John untuk pulang bersamanya."Tidak apa-apa. Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula rumahku tidak jauh dari sini. Perumahan ini juga sangat aman karena tidak sembarangan orang bisa masuk. Jadi tidak perlu merepotkan untuk mengantarku pulang. Terima ka
Eric melihat ke arah benda berharganya, dilihat tangan mungil Anna yang memegang area sana. Seketika Eric langsung menegang, dia tidak bisa dibuat seperti ini oleh istrinya. Eric memejamkan kedua matanya, dia sangat menahan diri supaya tidak melakukan hal yang sejak tadi ditahan. Dia menggertakkan giginya, "Anna." Nada suaranya yang merdu, mampu membuat Anna membuka kedua matanya. Tatapannya bertemu, membuat Anna langsung tersenyum. Perlahan Anna mengangkat tangan, mengusap wajah Eric yang sangat tampan. Setelah hampir satu tahun tinggal bersama dengan suaminya, entah kenapa dia malah baru menyadari wajah suaminya yang sangat tampan. Tadinya dia hanya melihat Eric sebagai seorang pria yang lumayan bisa dilihat. Tetapi ternyata ketika diperhatikan lebih jauh, wajah sang suami sangat tampan bak dewa Yunani. "Suamiku, kamu tampan sekali." Nada suara Anna yang mendayu, semakin membuat kelelakiannya bangun. "Anna, bangunlah. Jangan seperti ini!" Eric memperingati, suaranya begitu rend
Anna merasakan silau yang teramat di kedua matanya. Dia otomatis mengangkat tangan dan menutup wajahnya. Anna menutup mulut dengan kedua tangan ketika rasa kantuk menderanya. Ketika dia akhirnya berhasil membuka mata, disitulah dia melihat wajah Eric yang tersenyum ke arahnya. Otomatis Anna langsung memalingkan pandangan, dia teringat dengan hari kemarin saat dia melihat Eric bersama dengan wanita lain. Dia sama sekali tidak tergoda dengan ketampanan wajah suaminya. Eric menghela napas, dia tahu Anna sedang marah. Jadi, dia harus lebih bisa bersikap dingin supaya bisa meredam amarah istrinya. "Aku sudah menyiapkan air hangat. Mandilah supaya tubuhmu menjadi lebih segar," ucap Eric. Dia adalah seorang yang kini menjabat sebagai CEO Shailendra grup. Di luar, dia begitu berani dan juga berprinsip. Tetapi ketika bersama dengan Anna, dia bagai seekor singa yang takut dengan betinanya. "Untuk apa?""Tentu saja supaya kamu lebih segar. Kemarin kamu sudah minum alkohol sampai memuntahkan
Kedua mata Anna terbelalak, tidak tahu dengan siapa sang suami berbicara tetapi dia tahu bahwa hal yang dibicarakan itu adalah mengenai pernikahan mereka. Dan kemungkinan besar seseorang yang sedang menyuruh Eric untuk bercerai darinya adalah ayah mertuanya, sebab yang biasanya bertugas untuk memberikan jabatan CEO adalah pemimpin sebelumnya. Saking terkejut dengan apa yang dia dengar barusan, Anna sampai tidak bisa berkata-kata. Dia bahkan tidak tahu harus berbuat apa, apakah lebih baik pergi dari sana atau menunggu saja sampai suaminya selesai. Namun, belum sempat Anna memutuskan, tiba-tiba pintu ruang kerja suaminya terbuka. Tepat pada saat itu mereka saling bertatapan, keterkejutan di wajah Eric sangat terlihat. Dengan segera Eric mematikan sambungan telepon dan berjalan mendekati Anna. Dia tidak tahu sudah sejauh mana istrinya mendengarkan perkataannya. "Anna, sejak kapan kamu di sini?" Eric bertanya dengan penuh keraguan. "Aku ...." Anna tidak bisa menjawab, dia terdiam beb
Anna merasa tidak enak karena sudah pergi begitu saja di tengah mereka yang sedang ditimpa beberapa masalah. Seharusnya dia mau berbicara dengan suaminya dan menyelesaikan masalah mereka berdua. "Maafkan aku, tidak tahu kenapa tapi ...." Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia seperti kehilangan kata-kata yang hendak diucapkan pada suaminya.Eric tersenyum, dia terlihat sama sekali tidak marah, segera diraihnya bahu Anna, kemudian memberikan pelukan hangat untuk istrinya. Eric tidak mau sang istri merasa sendirian, dia tidak mau kesalahpahaman di antara mereka semakin larut hingga akhirnya menjadi bumerang untuk mereka berdua. "Aku tahu bahwa kemarin kamu melihatku bertemu dengan wanita lain. Tapi, percayalah bahwa aku sama sekali tidak ada hubungan apapun dengannya. Kami bertemu karena ada urusan pekerjaan, hanya sebatas itu saja."Mendengar penjelasan suaminya, Anna merasa sangat lega luar biasa. Dia bisa bernapas dengan lega karena pemikiran buruk itu h
"Eric, kamu tidak boleh bicara seperti itu pada papamu," ucap Vania. Mendengar perkataan yang diucapkan oleh ibunya, seketika membuat Eric sangat terkejut. Padahal jelas kemarin sang Ibu begitu berani untuk tidak lagi bertemu dengan Edmund tetapi sekarang malah membiarkan Edmund untuk datang dan masuk sampai ke ruang makan rumahnya. Eric beralih pada seorang pria lainnya yang duduk di sebelah sang ayah. Dia tidak menggubris kata-kata Vania. Pandangannya berubah semakin gelap. Siapa yang pernah menyangka bahwa pria itu akan datang dan mengusik kembali hidup mereka? Di tengah keluarga Eric yang sudah tidak akan lagi memikirkan kehadiran ayahnya, tiba-tiba Jason malah datang dengan senyum lebar di wajah.Jason berjalan mendekati Anna, senyumannya sama sekali tidak menggambarkan perasaan tidak enak. Dia malah senang karena akhirnya bisa berjumpa dengan orang yang sangat ingin ditemui olehnya."Halo, Anna, Eric! Senang karena akhirnya bisa bertemu dengan kalian!" Jason bahkan sampai mel