Anna menyipitkan kedua matanya menatap sang suami yang tersenyum menggoda. Setelah pergulatan pagi yang panjang, pria itu malah tanpa rasa bersalah berbaring sembari terus menatapnya. "Kamu memang sengaja, ya, melakukannya?" Anna berseru tidak senang. "Lain kali jika kamu mau membangunkanku, lakukan dengan cara tadi," Eric berucap dengan santai. Anna membelalak, dia segera mengambil bantal yang dikenakannya kemudian membanting bantal itu dan tepat mengenai wajah suaminya. "Aww!" Eric mengaduh kesakitan meski tenaga Anna tidak seberapa. "Kamu menyebalkan!" Anna segera berdiri dan menarik selimut yang digunakan untuk menutupi tubuh mereka. Dia tidak peduli jika dengan gerakannya maka akan membuat Eric terlihat polos di bawah sana. Anna langsung saja bergegas masuk ke dalam walk interview closet dan semakin masuk ke kamar mandi. Anna segera membersihkan diri sebab dia hendak menagih janji sang suami. Sementara Eric, dia mengangkat tangan kanannya dan menjadikan tangannya sebagai b
Hari demi hari berlalu dengan sangat baik, tidak ada apapun yang mengganggu pasangan suami istri yangsedang sibuk memadu kasih. Eric menjaga Anna dengan sangat baik, dia benar-benar memastikan bahwa tidak ada apapun yang akan mengganggu kehidupan harmonis yang mereka miliki. Anna dan Eric duduk berdampingan di ruang tunggu depan poli kandungan, wajah mereka penuh harap dan kegembiraan. Mereka saling bertatapan dengan senyuman hangat, menunggu dengan sabar untuk memeriksakan kandungan Anna dan mengetahui jenis kelamin anak mereka yang sedang dikandung. "Tenang saja, tidak perlu tegang," ucap Eric menenangkan Anna yang sejak tadi merasa berdebar untuk melihat calon anak mereka. Anna menolehkan kepala, dia tidak berkata apapun dan hanya membalas senyuman suaminya. Entah kenapa hari ini Anna merasa dia tidak seperti biasa. Sejak awal kehamilan, biasanya ketika akan melakukan kontrol bulanan, maka Anna hanya akan bersikap biasa saja. Senang tapi juga tidak sampai berlebihan. Namun, har
Setelah memberitahu Vania dan juga Edmund mengenai jenis kelamin anak pertama mereka, keduanya langsung melakukan sambungan telepon dengan Cedric dan memberikan kabar bahagia itu padanya. Respon yang diberikan oleh Cedric tentu saja sesuai dugaan, pria itu sangat bahagia karena akhirnya bisa mendapatkan cucu pertama laki-laki dari Putri kesayangannya. "Tapi, sebenarnya mau laki-laki ataupun perempuan, papa akan menerima dan menyayanginya dengan sepenuh hati. Hal terpenting untuk papa adalah kesehatan Anna dan juga bayi kalian." Anna menolehkan kepala, menatap Eric dengan penuh sukacita. Dia merasa sangat bahagia sampai tidak bisa untuk dideskripsikan. Anna merasa sangat bingung, kebaikan apa yang telah dia lakukan hingga Tuhan memberikannya kebahagiaan yang sangat banyak? "Anna, apa ada hal yang perlu kalian siapkan?" "Ada, hari ini kami akan mulai berbelanja." "Bagus!" Cedric segera mengambil ponsel kemudian mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Setelah itu dia kembali mengan
Anna menatap sang suami dengan perasaan tidak enak, dia tersenyum kemudian menjawab, "Sebenarnya aku sudah beberapa kali merasakan hal seperti ini. Dua hari lalu saat kamu sedang berada di kantor, aku hanya sendirian di rumah dan tidak bisa keluar kamar untuk meminta bantuan. Aku langsung mengambil ponsel dan menghubungi dokter kandungan. Dokter berkata bahwa jika kontraksi ini berlangsung sesekali, maka tidak perlu dikhawatirkan. Jadi, karena itulah aku tidak bicara denganmu."Mendengar penjelasan dari istrinya, seketika membuat Eric merasa kesal. Seharusnya dia menjadi suami yang siaga, menjaga Anna di masa-masa istrinya itu akan melahirkan. Namun, Eric malah pergi ke perusahaan dan meninggalkan Anna sendirian di rumah. Akhirnya saat itu juga Eric memutuskan bahwa mulai besok dia akan bekerja dari rumah saja. Eric tidak mau lagi terlewat ketika sang istri sedang merasa kesakitan. "Maafkan aku tidak ada di sisimu ketika kamu sedang kesakitan seperti tadi. Aku berjanji, mulai besok
Anna dan Eric duduk di dalam mobil, suasana di dalam mobil tegang namun penuh dengan kekuatan dan cinta. Anna merasakan kontraksi yang semakin intens, membuatnya merasa cemas dan tegang. Eric, yang duduk di sampingnya, memegang erat tangan Anna dengan penuh perhatian dan dukungan."Kuatkan dirimu, Sayang. Kita hampir sampai," ucap Eric dengan suara lembut, mencoba memberikan dukungan pada Anna.Anna menatap wajah Eric, dia hanya tersenyum lemah dan mengangguk pelan. Rasa sakit itu semakin terasa tetapi juga nikmat sebab dalam hatinya penuh rasa bahagia.Eric memeluk tubuh Anna semakin erat, wajahnya dipenuhi dengan ekspresi kekhawatiran dan kepedihan saat melihat Anna mengalami kontraksi yang intens di tengah perjalanan menuju rumah sakit. Dia merasa tidak tega melihat istrinya dalam rasa sakit yang begitu kuat, bahkan Eric sampai mengeluarkan air mata, namun dia juga merasa tegar dan siap memberikan dukungan sebanyak mungkin.Saat ras
Anna melihat pantulan dirinya di sebuah cermin besar yang berada di kamarnya. Tidak pernah menyangka bahwa dia bisa tampak begitu menawan seperti sekarang.Tangannya terangkat ke cermin, menyentuh pantulan wajahnya yang sudah dihias dengan riasan khas pengantin. Satu kata yang menggambarkan dirinya saat ini, cantik.Kemudian dia memegang dada yang malah terasa sesak. Anna sama sekali tidak merasakan bahagia ketika wanita di luar sana pasti sangat senang di hari seperti sekarang.Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ke arahnya. Wanita itu melangkah mendekati Anna kemudian memeluknya dengan erat. Wanita itu melepaskan pelukannya lalu memegang wajah Anna dengan kedua tangan. "Terimakasih," ucap wanita itu. Dia mengusap wajah Anna dan tersenyum penuh arti, "Tidak perlu bersedih dan mengkhawatirkan perusahaan lagi. Aku yakin bahwa ayahmu pasti sangat bangga dengan keputusanmu ini."Tanpa bisa dicegat, air matanya mengalir keluar. Anna tert
Pagi-pagi sekali Eric sudah rapi dengan setelan kerja, dia berbalik dan mengambil jas yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya. "Bagaimana dengan yang sudah kuminta darimu sebelumnya?""Sudah disiapkan seperti yang Anda minta, Tuan. Hari ini akan ada orang yang langsung bertransaksi dengan ibu mertua Anda di rumahnya," ucap sang sekretaris melaporkan. Tatapan Eric menerawang, setelah terdiam beberapa saat, dia kembali bertanya, "Apakah Anna sudah bangun?""Sepertinya belum karena nyonya muda masih belum keluar dari kamar. Tapi saat ini Hellen sedang memeriksanya."Eric menganggukkan kepala kemudian melangkah pergi keluar walk in closet dan terus keluar dari kamar menuju ruang makan, menunggu Anna datang kepadanya. Sementara itu di kamar Anna, dia membuka mata dan seketika terkejut, segera melihat ke arah jam dinding. Dia semakin dibuat terkejut karena interior kamar yang tidak seperti biasa. Setelah beberapa saat berpikir, barulah Anna teringat bahwa dia sudah tidak tinggal lagi di
Eric menarik nafas panjang ketika Anna bertanya mengenai dirinya. Ia sebenarnya malas memperkalkan diri, karena itu akan membuat Anna pasti terkejut dan waktunya belum tepat baginya."Dia sudah pergi bekerja," jawab Eric ketus.Anna menganggukkan kepala. "Ternyata pria itu juga bekerja rupanya," ucap Anna dengan suara kecil. Dalam pikiran Anna, suaminya itu adalah seorang pria tidak sempurna yang hanya berpangku tangan dengan uang keluarganya. Tidak menyangka bahwa ternyata pria itu juga bekerja. Bukan bermaksud mengecilkan, tetapi dari kekayaan keluarga Shailendra sudah cukup membuat suaminya itu tidak perlu bekerja selama beberapa generasi ke depan."Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Kau pikir suamimu itu pemalas?!" ucap Eric dongkol. Anna menolehkan kepala terkejut. Padahal dia yakin telah berbicara dengan suara yang kecil, tetapi ternyata pria itu masih bisa mendengar suaranya. Namun, melihat ekspresi wajah Eric, dia berpikir bahwa pria itu juga tidak terlalu jelas mendenga