Pernyataan yang baru saja Idris ungkap bagaikan sebuah bom waktu yang siap meletup kapan saja. Erlangga ingin sekali berteriak dan menghabisi seluruh musuhnya. Namun, pria yang sedang tertidur di samping Olivia tetap tidak bisa melakukan itu.
Erlangga menoleh ke sampingnya. Perempuan manis yang sedang tertidur dengan alis yang bertaut adalah satu-satunya alasan kenapa Erlangga sulit bergerak. Dia tidak bisa asal mengambil keputusan, karena ada Olivia di rumah ini. Erlangga takut kalau ada peluru nyasar ke arah Olivia. Bagaimana kalau Olivia terluka?
“Aku tidak mau membuatmu terluka, Liv.” Erlangga mengecup puncak kepala Olivia. Dia mengangkat kepala Olivia untuk merebahkannya di kasur. Ada yang harus dia lakukan sekarang.
Setelah Olivia sudah nyaman di kasur, Erlangga langsung berdiri dan duduk di sofa di ruangan itu. Tangannya menempelkan ponsel yang masih menghubungi Idris ke telinga. “Hari ini aku mau Ryuzen tamat, Dris.”
&ldquo
Satu bulan setelah perkelahian antara Erlangga dan anggota Ryuzen telah berlalu. Pria itu benar-benar mengerahkan semua kemampuan dirinya dalam bertarung melawan delapan pria besar dan kuat hingga mereka semua tewas. Bukan hanya alasan tugas yang menjadi penyemangat Erlangga, pria itu memiliki alasan lainnya. Dia sangat ingin melindungi Olivia, perempuan yang mengisi harinya beberapa hari belakangan.Sampai detik ini, Olivia masih bingung dengan yang terjadi pada dirinya. Dia tidak mengetahui siapa yang menyerangnya dan dia juga tidak tahu motif apa di balik semua itu. Setelah melihat Erlangga dalam keadaan yang mengenaskan, Olivia dipaksa untuk pulang ke rumahnya bersama Yoseph. Dia sudah menolak, tetapi dia dipaksa untuk ikut dan pergi tanpa Erlangga. Sehingga, dia tidak mengetahui di mana keberadaan Erlangga sekarang.Erlangga sudah mulai membaik keadaanya. Dia harus dijahit untuk menutup lukanya yang cukup panjang. Sekarang dia sudah bisa berjalan normal. Pria itu
Ke Paris, Olivia sudah memutuskan untuk menyusul Erlangga ke sana. Sesulit apa pun rintangannya, Olivia harus sampai ke sana dan memberitahukan permasalahan yang sedang dia hadapi.“Aku ingin ke Paris, Yah.”Firman melotot sejadi-jadinya. Pernyataan Olivia benar-benar tidak masuk akal. Apa maksudnya dia akan ke Paris sekarang? “Apa kamu sudah tidak waras? Kamu masih kuliah dan belum liburan. Apa yang akan kamu lakukan di sana?” tanya Firman dengan nada yang tinggi. “Aku ingin bertemu temanku yang sedang berada di sana. Aku harus bertemu dengan dia, karena aku takut dia pergi ke tempat lain jika aku tidak ke sana sekarang. Ada urusan yang harus aku selesaikan dengan temanku, Yah. Semua urusan di kampus sudah Oliv atur. Semuanya sudah Oliv bicarakan dengan kepala program studi dan Oliv diizinkan untuk mengikuti perkuliahan jarak jauh. Apa lag
Kelopak mata perempuan yang memakai cardigan hitam itu mulai terbuka. Temaram lampu kamar yang berwarna jingga mulai menelisik ke retinanya. Olivia tersadar dari pingsannya yang tiba-tiba. Setelah pandangann berhasil jelas terlihat, perempuan itu melihat keadaan sekitar dan seketika Olivia terkejut. Perempuan itu bangkit dengan mata terbelalak.Ini bukan kondisi waktu dia pingsan tadi, Olivia mengingatnya. Olivia ingat kalau dia sedang menghubungi seseorang di telepon di dekat sofa. Ketika dia berdiri dan berbicara, lalu dia lupa. Seharusnya dia berada di dekat sofa, bukan di kamar bahkan atas kasur. “Siapa yang membawa aku ke sini? Apa petugas apartemen? Sepertinya nggak mungkin,” gumam Olivia.“Aku yang bawa kamu ke sana.” Sosok pria dengan blazer hitam dan gambar harimau di dasinya sedang berdiri di samping Olivia. Perempuan itu terkejut bukan main melihat pria yang selama ini dia cari.Olivia menarik kedua sudut bibirnya sehingga terb
Tidak hanya marah, Olivia juga kecewa mendengar perintah Erlangga. Bagai ditimpa ditikam pisau, hatinya sungguh sakit mendengarnya. Dia tidak pernah sangka kalau Erlangga akan sejahat itu untuk memberi perintah Olivia agar menggugurkan anak dalam kandungannya.Sia-sia semua perjuangan Olivia terbang dari Jakarta ke Paris. Dia hanya ingin meminta Erlangga untuk tanggung jawab. Pria itu yang sudah mengajaknya melakukan hal terlarang itu, mengapa Erlangga tidak mau bertanggung jawab?Olivia hanya bisa menunggu waktu berputar sampai hari esok. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya sejak perintah Erlangga untuk menggugurkan bayi di dalam kandungannya. Sejak saat itu, mereka berdua bagaikan kedua insan yang tidak mengenal sama sekali.Sekarang, Olivia ingin mengisi perutnya dengan hidangan yang sudah dia pesan. Perempuan itu sedang menunggu kehadiran pelayannya. Dia duduk di hadapan Erlangga yang sedang diam juga. Pria itu juga sebenarnya memikirkan omongannya, tet
Hidup Olivia masih berada di ambang ketidak jelasan. Olivia masih belum jelas akan diberi kepastian oleh Erlangga terkait hubungannya walaupun pria itu sudah berjanji akan menemuinya di Jakarta dua hari setelah dia tiba di Jakarta. Namun, entah kenapa di mata Olivia itu semua hanya sebuah alasan dan bentuk penenang agar dia menuruti keinginannya.Hal yang begitu mengganggu pikiran dan hidupnya yang lain adalah kelompok berlogo elang di jaket atau pakaiannya. Olivia masih bertanya-tanya siapa mereka sebenarnya?Setelah tiba di bandara Charles de Gaulle, Erlangga sungguh memperhatikan keamanan dan keselamatan Olivia. Pria itu mengantarkan Olivia sampai gate, kemudian mengawasinya dari luar. Walaupun tidak dapat terlihat, setidaknya Erlangga sadar kalau ada dia di sana berarti Olivia aman."Baru aja kemarin aku tiba di Paris. Berharap ada banyak pengalaman yang bisa aku dapatkan di kota yang indah itu. Sayangnya, Erlangga yang selalu bersikap diktator m
Matanya terbuka dan seketika tangannya tidak bisa digerakkan. Dia duduk di atas bangku di tengah ruangan dengan tangan yang diborgol. Kakinya? Sayang sekali, diborgol juga di kedua kaki bangku. Olivia bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi pada dirinya. Dia hanya ingat kalau sedang berada di dalam taksi dan kelelahan. Setelah itu, dia tertidur. Pandangan perempuan itu mengedar dan mencari siapa pun manusia yang berada di dekatnya. Sayang sekali, Olivia tidak menemukan siapa-siapa di sana. Hanya ada tumpukan jerami dan beberapa balok serta drum tidak terpakai. Akhirnya, dia hanya bisa diam dan menunggu. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain itu. Borgol yang menahannya tidak mungkin bisa terlepas hanya karena Olivia menariknya. Olivia yakin kalau takdirnya di sini akibat ulah pria-pria jahat itu. Dia yakin kalau orang yang mengusiknya sejak lama tidak akan sudi menyerah sebelum mendapatkan dirinya. Padahal Olivia sudah bingung
Seketika tubuh Erlangga membeku ketika letupan pistol itu memekakkan telinga mereka berdua. Olivia yang duduk di depannya juga membelakkan matanya. Pria itu melirik ke arah lengan kanannya yang sudah mengeluarkan darah dari sana.Olivia yang tidak tega ingin sekali melindungi Erlangga. Perempuan itu pun menarik tubuh Erlangga agar ikut bersembunyi di balik tembok bersamanya. Bagian lengan yang tadi mengeluarkan darah sudah ditahan oleh telapak tangan Erlangga. Namun, tetap saja masih mengeluarkan darah.“Kreeet!” Olivia merobek pakaiannya untuk digunakan membebat tangan Erlangga. Dia ikat luka itu dengan niat agar darahnya berhenti mengalir. Setelah selesai, Olivia mengeratkan pegangan tangannya dengan Erlangga.“Aku nggak kenapa-kenapa. Ayo kita pergi dari sini,” kata Erlangga.Saat itu juga Olivia menggelengkan kepalanya dengan wajah yang penuh keyakinan. Dia berniat melindungi Erlangga dengan cara yang dia pikirkan sendiri.
Setelah perdebatan alot dengan ayahnya, Olivia akhirnya memutuskan panggilan itu. Dia tidak mau berbicara dengan ayahnya untuk beberapa saat ini. Dia masih sulit untuk percaya kalau ayahnya sendiri yang merencakan penyerangan itu.“Aku nggak nyangka kalau Ayah setega ini. Orang yang Oliv sayang bisa terluka gara-gara kekejaman Ayah. Apa Ayah nggak seneng lihat Oliv bahagia? Apa bahagia di mata Ayah?” gerutu Olivia di ruang tunggu.Dia sejak tadi sudah murung. Erlangga sudah terluka dan itu akibat ulah ayahnya. Sampai sekarang Olivia masih bingung dengan motif yang ayahnya berikan. Bagaimana bisa dia memerintahkan orang untuk melakukan penyerangan terhadap dirinya bahkan sampai ke Paris?“Apa yang sebenarnya Ayah lakukan? Mengapa Ayah begitu terlihat tidak menyukai Erlangga?”Hampir satu jam Erlangga di dalam ruangan sana tanpa ada kabar dari perawat atau dokter. Olivia takut kalau Erlangga kehabisan darah. Dia melihat sendiri kalau