“SIAPKAN DIRI KALIAN, PERTANDINGAN INI HARUS BERLANGSUNG AMAN SAMPAI SELESAI,” ujar Dion memberikan pengarahan melalui pengeras suara pada seluruh anggotanya. Mereka telah berada di stadion Gelora Bung Karno, Senayan untuk mengamankan pertandingan sepak bola liga nasional dari dua klub sepak bola terbesar Indonesia.
Dion akan menjalankan tugas pengamanan terakhir sebelum ia akan menjalani upacara pelepasan purna bakti yang akan dilakukan minggu depan. Proses pensiunnya tengah dilakukan dan selama jeda waktu itu, Dion akan tetap bertugas seperti biasa.
“PASANG MATA DAN INSTING KALIAN DENGAN BAIK, PROVOKATOR HARUS DIAMANKAN DAN PARA PENONTON YANG TELAH MEMBAYAR TIKET SERTA MEMENUHI PERSYARATAN HARUS DILINDUNGI. INGAT! PERTANDINGAN INI TIDAK LEBIH BERHARGA DARI NYAWA. SIAP BERTUGAS?”
“SIAP, KOMANDAN!” sahut seluruh anggota dengan serempak. Dion mengangguk dan membubarkan anggotanya.
“BUBAR ... JALAN!” Dion berb
Dion masih belum menyerah. Ia masuk ke dalam kumpulan manusia itu merisikokan nyawanya bisa melayang karena ikut terjepit demi menolong dua orang suporter itu.“Sebelah sini! Sebelah sini!” teriak Dion meminta bantuan dari anggotanya. Peter dengan sekuat tenaga dibantu Jasman dan tiga orang lainnya menekan lalu membuka ruang. Dengan sisa tenaga dan oksigen, Dion menarik dua pria itu keluar dari kerumunan.Dion terengah luar biasa tapi ia masih bangun untuk melakukan CPR pada salah satu pria yang tidak bergerak lagi. Jasman juga melakukan hal yang sama. Dion sampai membuka helmnya untuk melakukan napas buatan tapi sepertinya tidak berhasil.Dion menggelengkan kepalanya dan terduduk lemas. Sementara satu pria lagi berhasil bernapas kembali.“Oh Tuhan ...”Dion duduk dengan kaki menekuk ke dada dan masih berseragam. Ia sudah melepaskan helm dan pelindung tangan. Ia sedang melepaskan lelah seiring senja yang sedang menggelincir
Sebuah mobil dinas Kepolisian berhenti dengan baik di lobi samping Polda. Empat orang anggota perwira polisi keluar bersamaan termasuk salah satunya adalah Dion Juliandra. Dion memiliki dua hal yang harus ia lakukan dan selesaikan. Yang pertama menyangkut masalah pensiun dini yang tengah berlangsung dan yang kedua adalah bertemu dengan Laras.Laras tidak ditahan di rutan Polda seperti layaknya Rico yang akan menjalani proses pengadilan nantinya. Laras diberikan status tahanan kota yang tidak memungkinnya keluar kota sampai permasalahan hukumnya masuk pengadilan.Oleh karena Dion setuju untuk membujuk Laras bicara tentang nama-nama orang yang sudah mengirimkannya uang, AKBP Anton menginisiasi agar pertemuan itu dilakukan di Polda dengan diawasi ketat oleh polisi sendiri.“Ini calon CEO ya?” sapa salah satu perwira tinggi yang masuk ke ruang tunggu saat Dion tengah mengurus proses pensiunnya. Dion tersenyum berdiri dan memberikan hormat seperti biasa.
“Laras, cukup! Aku mohon, aku datang bertemu kamu bukan untuk membicarakan hubungan kita.” Laras lantas melepaskan tangannya dari Dion dan berdiri.“Aku akan bicara pada teman-teman kamu tapi dengan satu syarat. Kamu akan kembali sama aku!” tukas Laras memberikan syarat yang sudah diprediksi oleh Dion. Dion membuang pandangannya dan menghela napas. Ia ikut berdiri di depan Laras dan bicara.“Kalau begitu aku gak bisa membantu kamu, Laras. Aku ingin membantu kamu untuk bebas lebih cepat dengan hukuman seminimal mungkin tapi kamu sendiri gak mau membantu diri kamu. Apa gunanya?” Laras terdiam menatap Dion dengan matanya yang masih meneteskan air mata. Dion mulai sedikit menundukkan pandangannya dan mengangguk.“Laras, aku pernah mencintai kamu, sangat menyayangi kamu dengan tulus dulu. Jika sekarang aku datang untuk membantu kamu, itu semua atas pertimbangan masa lalu yang kita miliki bersama.”“Aku suda
Setelah selesai berbicara, Dion keluar lebih dulu dari ruangan tempat ia dan Laras berada. Di luar, AKBP Anton sudah menunggu lalu mengangguk dari kejauhan pada Dion. Laras ikut keluar dan masih berusaha untuk tetap memegang lengan Dion. Atas alasan kemanusiaan, Dion masih membiarkan Laras untuk tetap dekat dengannya sementara waktu sampai ia pulang.Dion bisa menyaksikan jika mental dan kejiwaan Laras cukup terguncang. Ia bukan lagi Laras yang dulu sempat begitu angkuh. Kali ini Laras lebih banyak menundukkan kepalanya.“Kita bisa lanjutkan besok?” tanya salah satu penyidik pada Laras. Ia sedang meminta kesediaan Laras untuk memberikan saksi. Laras tetap menggelengkan kepalanya. Dion hanya bisa menghela napasnya dan akhirnya mengajak Laras untuk diantar ke mobilnya.“Aku mau ikut kamu, Mas ...” rengek Laras mulai menarik lengan Dion.“Sebaiknya kamu pulang dan istirahat ya. Nanti kamu bisa berpikir dan menimbang-nimbang tent
Dalam minggu ini, Dion akan sangat sibuk dengan banyak hal. Selain persiapan pensiun dini dan upacara pelepasan purna bakti beberapa anggota Polisi termasuk Dion yang sudah dimasukkan ke dalam daftar anggota Kepolisian yang akan menjalani acara tersebut mulai membereskan sisa-sisa pekerjaannya.Untuk saat Dion masih melakukan tugasnya termasuk memimpin apel anggota Sabhara Dalmas dan mengawasi latihan fisik para anggotanya. Sementara itu, Jasman dan Peter telah berdiskusi untuk membuat acara perpisahan bagi Dion yang akan segera melepaskan seragamnya.“Lo udah ngomong belom sama Pak Kapolres?” tanya Jasman separuh berbisik pada Peter. Peter celingukan dan mengangguk.“Beres! Pokoknya skenarionya dia bakalan kita kerjain abis-abisan!” jawab Peter sembari berbisik pada Jasman. Jasman mengangguk-angguk dan mendengarkan seluruh rencana Peter untuk membuat acara perpisahan Dion jadi berkesan.“Oke, gue siap! Tapi jangan tanggung y
Venus membuka matanya perlahan. Ia tersenyum kala melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tubuhnya sudah jauh lebih segar setidaknya dibandingkan kemarin.Tangannya otomatis meraba perut sambil masih berbaring belum sepenuhnya ingin bangun. Meskipun sudah menerima keguguran yang dialaminya, tapi Venus belum bisa sepenuhnya menghapus rasa kehilangan dan penyesalan dalam hatinya.“Uh, aku gak boleh sedih lama-lama. Nanti malah menangis lagi,” gumam Venus sembari bangun dari ranjangnya dan sedikit mengerakkan tubuhnya. Venus merasa seperti pasien di rumah sakit. Ia belum boleh berolahraga dan kembali berlatih bernyanyi. Padahal ia sudah merindukan suasana panggung dan kembali bernyanyi.Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya, Venus keluar untuk menemui orang tuanya. Kening Venus mengernyit kala melihat ayah dan ibunya begitu santai dengan pakaian kasual seakan tidak pergi bekerja.“Morning, Mom? Dad? Kalian gak berangkat
“Pokoknya kalau Mas gak mau penuhi ini semua. Kita batal saja deh nikahnya!” “Jangan begitu dong! Kita pasti menikah, aku kan sudah janji sama kamu!” jawab Dion masih lembut dan memelas.“Ya, apa kek usahanya! Pinjem uang di bank kek atau apa gitu! Jangan diem saja kayak batu!” “Aku gak diem, Sayang. Aku sedang usaha buat nabung!”“Alah, nabung apa cuma dapetnya 40 juta!” tukas Laras dengan ketus. Dion mengurut keningnya dan tak tahu harus menjawab apa. Tak lama, pintu ruangannya diketuk oleh salah seorang anggotanya yang memintanya untuk masuk ke ruangan kepala polisi.“Sayang, aku menghadap Pak Kepala dulu ya. Nanti kita bicara lagi!” ujar Dion hendak pamit pada kekasihnya sekejap.“Trus gimana jadinya?”“Iya, aku akan temui Rico. Aku akan minta tolong dia mencarikan pinjaman,” jawab Dion akhirnya menyerah. Setelah menutup sambungan telepon, Dion menghela napas panjang untuk menemui kepala polisi.“Iptu. Dion melapor, Pak!” kepala polisi mempersilahkan Dion yang langsung memberika
“Saya hanya butuh beberapa menit untuk memeriksa tempat ini sebelum digunakan!” jawab Dion sembari memeriksa seluruh sudut ruangan tanpa memedulikan Venus. Venus sendiri sudah melipat tangan ke depan dada karena kesal.“Tapi ini kamar mandi wanita!”“Saya tahu!” jawab Dion dingin dan cepat. Ia memeriksa dengan alat detektor gelombang elektronik untuk mencegah adanya kamera tersembunyi.“Huh, aku sudah masuk ke kamar mandi ini berkali-kali dan tak ada apa pun!” protes Venus masih sengit. Dion berbalik dan menyimpan alat itu dibalik saku jasnya.“Sudah selesai, Nona. Silakan!” tunjuk Dion pada salah satu bilik tak peduli dengan protes Venus. Ia bahkan masih di ruangan itu dan tidak keluar. Venus sampai mendelik tak percaya.“Apa kamu akan tetap di sini?” sahutnya mulai menaikkan nada bicara.“Iya,” jawab Dion singkat. Ia lalu membuang pandangannya ke arah lain agar tak terus menatap Venus. Sementara Venus yang kesal lantas mengibaskan kedua tangannya ke atas dan terpaksa memanggil asist