Haris bertanya pada Ajun, "kamu kelas berapa?""Baru 3 SMP, Om.""Jadi kamu sama Kakak kamu itu cuma tinggal berdua? Apa gak repot?""Enggak, kok. Paling ribut doang," jawab Ajun terkekeh.Pria paruh baya itu tersenyum kecil. Ajun ini mengingatkan dirinya pada Jevran muda. Sama-sama ditinggal orang tuanya. Bedanya Ajun masih dalam lingkup seorang Kakak sedangkan Jevran tidak.Haris mengusap dagunya pelan. "Saya lihat kamu ini suka tertarik sama koleksi-koleksi di depan?""Ajun ini suka koleksi sepatu," celetuk Jevran memindahkan acara Tv."Eh, enggak kok. Itu cuma iseng doang. Harganya juga gak mahal-mahal. Yang paling mahal itu sepatu yang dikasih Kak Jevran," elak Ajun. Toh memang benar.Haris menggeleng tak setuju. "Jangan menganggap sepele hal kecil. Semua koleksi yang kamu lihat itu dimulai dari saya iseng. Kalau kamu mau nanti habis makan malam saya kasih liat koleksi sepatu di atas. Beda kalau Jevran ini gak suka mengoleksi barang. Sukanya mengoleksi mantan.""Wah, parah. Mau di
Hari demi hari berlalu. Semakin hari kedekatan Naura dan Jevran semakin dekat. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama-sama. Selain bekerja di tempat yang sama, Jevran juga mengajak Naura jalan diluar jam kerja. Hubungan mereka tumbuh dengan baik, bahkan setelah makan malam itu Naura juga kembali bertemu dengan Ibunya Jevran.Saat ini Naura akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun pulang sedikit telat tapi Naura senang karena dia tidak lembur. Jevran hanya membiarkan gadis itu melihat ulang hasil kerjanya di rumah. Daripada harus membiarkannya lembur, sedangkan Jevran tak bisa menemaninya di sini karena memiliki urusan dengan Jerry malam ini."Kamu jalan duluan, ya. Aku mau ke kamar mandi. Tunggu di mobil aja," ucap Jevran mengusap rambut Naura pelan."Oke. Jangan lama-lama."Naura pergi menuju lift dan menekan tombol menuju lantai bawah. Gadis itu terlihat membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Sampai di lantai bawah ia segera keluar dari lift dan berjalan men
"Kak Arga? Tumben ke sini." Ajun yang sedang duduk di teras rumah melihat kedatangan Arga sudah lama tidak datang. Padahal biasanya bisa setiap hari. Apakah karena dia sudah tau kalau Kakaknya sudah punya pacar? Ajun tentu tau jika teman Kakaknya ini memiliki perasaan rasa suka."Naura belum pulang?""Belum. Mau titip pesan apa mau tunggu?"Arga menyodorkan sebuah paper bag pada pemuda itu. "Kasih ke Naura kalau pulang, bilang gue datang ke sini tadi.""Gak mau tunggu dulu? Nanti dibuatin minum.""Yaudah, deh," ucap Arga beralih duduk di sana.Ajun membawa paper bag tadi ke dalam sambil mengambil minum untuk Arga. Saat menunggu di luar Arga melihat kedatangan seseorang. Dia adalah Rival, yang memarkirkan mobilnya di halaman dan berjalan ke arahnya.Pria bertubuh tegap itu menatap tajam Arga yang berada di sana. Pasti mau mendekati adiknya lagi. "Ngapain Lo di sini?""Bang, gue lagi nunggu Naura pulang.""Dia belum pulang kerja? Terus di rumah ada siapa?""Ajun," jawabnya.Rival meleta
Jatuh cinta itu mudah, yang susah adalah berjuang dan komitmen. Itu yang dirasakan Jevran sekarang. Tak butuh waktu lama baginya mencintai Naura, bahkan di hari pertama mereka bertemu Jevran sudah menyadari ada benih cinta yang diawali dengan ketertarikan. Memiliki komitmen dan berjuang yang sulit. Kalau sudah jatuh cinta tapi tidak bisa memperjuangkan maka tetap akan hangus. Karena itu Jevran harap dia bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik sampai mendapatkan restu untuk hubungannya dengan Naura."Diem terus kenapa, sih?" tanya Jerry yang memperhatikan gelagat temannya.Mereka kini berada di acara kolega yang diisi 90% laki-laki. Hanya ada perempuan di depan sana. Sebenarnya Jevran tidak dalam mood yang baik tapi tidak mungkin dia melewatkan acara ini setelah mengatakan akan menghadirinya."Tadi sore waktu gue nganterin Naura pulang ternyata Abangnya udah datang," jawab Jevran memainkan gelas berisi alkohol di tangannya."Terus?"Jevran menghela nafas sesaat dan mulai menceritaka
Aurel, sudah lama tak nampak ternyata dia merasa begitu terpuruk setelah kedua orangtuanya masuk ke dalam sel tahanan. Perusahaan Ayahnya bangkrut, dan akibatnya ia harus tinggal sendiri di apartemen dengan uang miliknya sendiri. Bahkan usaha kosmetik dan butik miliknya mulai sepi setelah berita tentang keluarganya mencuat.Yang dipikirkan Aurel saat ini dirinya hanya ingin bertemu dengan Jevran. Pria itu harus membalas semua yang dia alami sekarang. Karena dia orang tuanya masuk penjara, dan karena dia juga Aurel mengalami kerugian."Jevran ada di ruangannya?" tanya Aurel pada resepsionis.Orang itu menggeleng. Sudah lama ia tak melihat perempuan ini mencari bos-nya. "Pak Jevran belum datang.""Gak mungkin, lah. Jevran itu datang ke kantor selalu pagi. Kamu mau bohongin saya?""Mbak, Pak Jevran memang belum datang. Yang ada di atas itu cuma Pak Jerry sama sekretaris-nya.""Sekretarisnya? Maksud kamu pacarnya Jevran yang baru itu?"Aurel mendengus sebal mengingat jika Jevran sudah memi
Bahar keluar dari kamarnya dengan dengan membawa selembar koran. Pria paruh baya itu duduk di sofa dan mulai membaca berita yang disajikan di sana. Dia baru saja datang dua jam yang lalu dan sudah membersihkan tubuhnya serta beristirahat sebentar. Sebelum nanti malam kekasih putrinya itu datang, Bahar akan menjernihkan otaknya dulu dengan melakukan sesuatu yang membuatnya rileks. Kalau ditanya marah atau tidak, jelas saat dia tau Naura memiliki kekasih rasanya begitu marah. Dia tidak tau siapa kekasih anaknya dan bahkan bagaimana rupa dan sifatnya."Mau dibuatin kopi?" tanya Rival yang berada di lain kursi. Dia sedang menonton TV. "Gak perlu. Itu adik kamu udah sore gini kenapa belum pulang?""Naura masih kerja. Kalau Ajun, dia bilang ada ekskul jadi lulang sore," jelasnya.Bahar menyingkirkan Korang di depan wajahnya. "yang kamu bilang pacar Naura itu bos-nya di kantor?""Iya. Aku juga bingung kenapa Naura mau sama dia. Mereka baru kenal, tapi kenapa Naura bisa yakin kalau dia suka
"Hah?" Naura menutup mulutnya terkejut saat Papanya memukul Jevran.Jevran tentu lebih terkejut. Dia tidak siap dengan apa yang baru saja didapatkannya. Loh, siapa sangka? Jevran berdiri dan meringis pelan."Kenapa, Om?""Kamu bilang kamu bisa. Orang-orang sebelumnya menyerah itu dan memilih mundur, ketika saya mempertanyakan apakah mereka bisa beladiri? Kalau kamu bisa ayo tahan serangan saya.""Papa tunggu!" Naura tiba-tiba berlari ke arah mereka.Bahar yang akan melayangkan tangannya langsung berhenti. Ia melihat Naura berlari dan menghampirinya. "Kamu ngapain? Papa bilang tunggu di kamar.""Papa kenapa pukul Jevran? Tadi bilangnya cuma mau ngobrol doang. Dia gak bisa bela diri, Pah!""Gak bisa?" Ia menatap kembali Jevran yang kini memasang wajah datar. "Gimana cara kamu melindungi putri saya? Nanti yang ada malah Naura yang jagain kamu.""Saya bisa jaga Naura dengan cara saya sendiri," jawab Jevran tak gentar.Saat itu juga datang Rival dan Ajun bersamaan. Mereka terkejut karena se
Pagi ini Rival berniat untuk bertemu temannya. Karena jujur sulit sekali untuk bertemu temannya yang satu ini. Selain mereka berada di kota yang berbeda dengan tempat Rival ditugaskan, mereka juga sama-sama sibuk. Kalaupun setiap Rival pulang, tidak selalu bisa bertemu.Pria itu kini berada di depan sebuah rumah dan menekan bel-nya. Tak lama kemudian pintu terbuka dan menampilkan seorang pria yang terlihat rapih dengan jas yang dikenakannya. Loh, memangnya mau pergi?"Mau pergi kerja sekarang?" tanya Rival melirik jam arloji di tangannya."Belum. Gue ke kantor agak siangan, kok. Ayo masuk."Teman yang dimaksud Rival adalah Jerry. Saat ini mereka berada di rumah Jerry dan ada yang harus Rival sampaikan. Jadi mereka tergabung di grup yang berisi beberapa orang kenalan. Salah satu dari mereka akan menikah dan Rival berniat menyampaikan undangannya. Karena rumahnya yang paling dekat dengan Jerry."Gue denger Lo pulang kemarin tapi ga kabarin gue. Eh, sekarang malah datang."Rival ikut dudu