Saat ini Jevran dan Jerry pergi ke kantor polisi. Salah seorang polisi menghubungi Jerry jika tahanan mereka meminta untuk bertemu Jevran. Yang tak lain dan tak bukan adalah mantan ajudan Kakeknya yang telah tiada. Entah untuk apa orang itu ingin kembali bertemu dengan Jevran.Mereka masuk ke ruang tunggu lapas untuk bertemu orang di sana. Tepat sekali ini adalah waktu untuk menerima kunjungan. Kini mereka berada di satu meja, bertiga, dengan seorang polisi yang mengawasi di sisi lain."Terimakasih Tuan muda masih mau bertemu dengan saya di sini," ucap pria dengan borgol di kedua tangannya. Awalnya dia pikir Jevran tidak mungkin datang ke sini untuk menemuinya, apalagi dia dikenal sibuk dengan pekerjaannya."Jadi kenapa kamu minta kita ketemu di sini?" tanya Jevran memainkan korek apinya. Polisi itu memperhatikan Jevran dan siap menegur jika saja pria itu merokok di dalam ruangan.Di sisi lain Jerry menelisik. Sebenarnya apa yang ingin dikatakan orang di depannya? Padahal sudah diputu
"Kak, di depan ada Kak Sisil, tuh."Naura yang tengah berbaring di kasurnya sontak merubah posisi menjadi duduk. "Suruh tunggu. Aku ke luar sekarang."Gadis itu mengambil mengambil jaket miliknya yang tergantung dan sebuah sepatu. Niatnya memang hari ini mereka berdua akan pergi. Sudah lama dua perempuan itu tidak menghabiskan waktu bersama karena kesibukan kerja.Setelah siap Naura segera keluar kamar untuk menemui Sisil di luar sana. Rencananya mereka akan pergi ke pasar malam di dekat komplek. Dia sengaja tak membawa Ajun agar pemuda itu menjaga rumah. Lagipula Nuara juga tak akan lama. Di sisi lain Sisil tengah duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Ia melirik-lirik sekilas rumah di samping yang terlihat kosong dan sepi. Tetangga Naura yang culun itu tidak ada?"Hey, ayo jalan sekarang." Tiba-tiba Naura muncul dengan pakaian yang sudah rapih.Sisil seketika tersentak. "Udah siap?""Udah. Ayo.""Tunggu sebentar." Gadis itu berdiri dari duduknya dan kembali menatap rumah
"Lo kenapa, Jev?"Jerry menghampiri temannya yang minum alkohol di depan rumah. Malam-malam begini pria itu datang dan mengatakan ingin menginap dan raut wajahnya kusut seperti memiliki suatu masalah. Mungkin ini ada hubungannya dengan Naura."Gue cuma lagi pengen minum," balas Jevran kemudian menyalakan sebatang rokok yang diapit kedua jarinya. "Yakin gak mau cerita sama gue? Ini tentang Naura, ya?"Jevran menghisap sebatang nikotin itu dan mengangguk. "Naura minta gue menjauh. Sedangkan Lo tau gue gimana. Gue gak akan nyerah sampe gue dapetin apa yang gue mau."Itu, terdengar tidak asing. Jevran memang orang yang seperti itu. Sejak dulu dia punya tekad kuat dan juga nekat. Apapun yang ia inginkan maka akan diperjuangkan. Apalagi ini masalah hati, tentunya tidak mudah dilepas. Jerry juga melihat bagaimana ketertarikan temannya pada gadis itu. Ia akui Naura memang cantik dan menarik. "Tapi Lo juga jangan terlalu agresif. Kalau Naura malah ilfeel sama Lo gimana?" Pria itu ikut mengam
Kini Jevran berada di pengadilan bersama kedua orang tuanya dan juga Aurel beserta keluarganya. Pria itu juga membawa pengacara ternama untuk menangani kasus ini. Awalnya Jerry memang ingin ikut menyaksikan keputusan hakim namun ia tidak bisa karena harus menggantikan Jevran di kantor. Jadi dia hanya perlu menunggu kabar dari Jevran.Sebelum persidangan dilaksanakan kedua orangtuanya Aurel terlihat memohon pada Jevran agar laporannya dibatalkan. Namun sayang sekali hal itu mustahil. Jevran bahkan tak menanggapi mereka yang berusaha berbicara dengannya. Sama seperti mengabaikan Aurel meski gadis itu menangis agar orang tuanya tidak dibawa ke pengadilan."Jev, aku minta tolong sama kamu kali ini aja. Maafin orang tua aku. Mereka gak bener-bener punya niat buat celakain Kakek kamu."Jevran tak menanggapi. Ia sibuk dengan ponselnya dan sama sekali tidak menoleh. Sekali lagi Aurel menatap kedua orang tua Jevran. "Om, Tante, aku mohon. Aku masih calon menantu kalian, kan?""Maaf Aurel, tapi
"Hah? Kak Naura udah jadian sama Kak Jevran?"Ajun mengikuti Kakaknya yang berjalan menuju dapur, mengambil sebotol air dingin di kulkas. Tentu ini mengejutkan karena sangat tiba-tiba dan begitu berani. Padahal kemarin Kakaknya masih terlihat 'galau' dengan perasaannya.Satu lagi, dikatakan sangat berani karena Ajun tau Naura belum pernah memiliki hubungan dengan lelaki manapun. Kalaupun Naura suka dia tidak punya keberanian untuk menjadi sepasang kekasih, atau lebih tepatnya pasangannya juga tidak berani untuk bertemu Papa mereka."Kalau Papa sama Bang Rival tau gimana? Kak Naura gak minta izin dulu?"Gadis itu menutup kembali kulkas dan mengangkat alisnya bertanya. "Kenapa harus minta izin? Sekarang aku sadar kalau kita punya hak tau. Aku berhak suka sama orang dan Jevran juga setuju kalau nanti dia yang bicara sama Papa.""Tapi..."Ajun menggeleng tak ingin melanjutkan ucapannya. Kakaknya belum tau jika ada yang disembunyikan Jevran darinya. Yaitu identitas sebagai Joko yang belum
Untuk kesekian kalinya ucapan Naura selalu melayang-layang di kepala Arga. Selama bekerja dia banyak terdiam hanya untuk memikirkan apakah benar jika Sisil menyukainya? Namun tetap saja dia hanya menginginkan Naura, yang sayangnya sudah menempatkan pria lain di hatinya.Arga mencintai Naura dengan gila, begitu ia dikenal teman-temannya. Termasuk Sisil yang selalu tau bagaimana setiap cerita yang keluar dari mulut Arga. Selalu menunjukan rasa cintanya dengan terang-terangan dan satu-satunya orang yang tak gentar dengan Ayahnya Naura. Karena apa? Karena dia bersembunyi dibalik kata teman.Yang harus diketahui, segila-gilanya orang jatuh cinta, dilarang untuk mengambil kekasih orang lain. Arga menyukai Naura tapi dia tidak segila itu untuk memaksakan perasannya. Sakit hati? Tentu saja. Namun dari awal dia punya komitmen dengan diri sendiri. 'Dia akan memperjuangkan perasaannya sampai Naura memiliki pilihan sendiri.'"Hari ini tiba. Sialan, harusnya gue yang sama Naura," ucapnya lirih dan
Haris bertanya pada Ajun, "kamu kelas berapa?""Baru 3 SMP, Om.""Jadi kamu sama Kakak kamu itu cuma tinggal berdua? Apa gak repot?""Enggak, kok. Paling ribut doang," jawab Ajun terkekeh.Pria paruh baya itu tersenyum kecil. Ajun ini mengingatkan dirinya pada Jevran muda. Sama-sama ditinggal orang tuanya. Bedanya Ajun masih dalam lingkup seorang Kakak sedangkan Jevran tidak.Haris mengusap dagunya pelan. "Saya lihat kamu ini suka tertarik sama koleksi-koleksi di depan?""Ajun ini suka koleksi sepatu," celetuk Jevran memindahkan acara Tv."Eh, enggak kok. Itu cuma iseng doang. Harganya juga gak mahal-mahal. Yang paling mahal itu sepatu yang dikasih Kak Jevran," elak Ajun. Toh memang benar.Haris menggeleng tak setuju. "Jangan menganggap sepele hal kecil. Semua koleksi yang kamu lihat itu dimulai dari saya iseng. Kalau kamu mau nanti habis makan malam saya kasih liat koleksi sepatu di atas. Beda kalau Jevran ini gak suka mengoleksi barang. Sukanya mengoleksi mantan.""Wah, parah. Mau di
Hari demi hari berlalu. Semakin hari kedekatan Naura dan Jevran semakin dekat. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama-sama. Selain bekerja di tempat yang sama, Jevran juga mengajak Naura jalan diluar jam kerja. Hubungan mereka tumbuh dengan baik, bahkan setelah makan malam itu Naura juga kembali bertemu dengan Ibunya Jevran.Saat ini Naura akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun pulang sedikit telat tapi Naura senang karena dia tidak lembur. Jevran hanya membiarkan gadis itu melihat ulang hasil kerjanya di rumah. Daripada harus membiarkannya lembur, sedangkan Jevran tak bisa menemaninya di sini karena memiliki urusan dengan Jerry malam ini."Kamu jalan duluan, ya. Aku mau ke kamar mandi. Tunggu di mobil aja," ucap Jevran mengusap rambut Naura pelan."Oke. Jangan lama-lama."Naura pergi menuju lift dan menekan tombol menuju lantai bawah. Gadis itu terlihat membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Sampai di lantai bawah ia segera keluar dari lift dan berjalan men